KALAU memang sudah banyak omong
(dan akal), ada saja ucapan supaya terdengar gagah. Ketika
kecelakaan, misalnya. Pernah saya dengar seorang teman dengan bangga
bercerita dirinya bisa selamat dari kecelakan motor. Sekalipun
tunggangannya remuk, tetapi ia bisa masih segar bugar karena, “Untung
aku masih sadar dan sempat salto...”
Dengarlah. Itu bisa jadi benar. Tetapi
bisa juga diragukan pengakuannya. Antara terlempar dan salto memang
ada persamaannya. Sama-sama 'mencelat'. Tetapi ada pula perbedaannya.
Salto itu 'mencelat' yang direncanakan. Yang dilakukan dengan sadar dan dengan ilmu tertentu. Sedangkan terlempar, ya
terlempar saja. Mencelat semencelat-mencelat-nya.
Sudahlah. Kalau ada yang masih dengan
bangga mengatakannya, dengarkan saja. Jadilah pendengar yang baik,
yang tidak membantah ucapannya. Agar ia merasa gagah. Beres.
Minggu kemarin, saya mendapat kabar,
Dayat (dia ini masih mambu saudara dengan saya), kecelakaan. Motornya hancur, begitu
menurut kabar yang saya dengar. Tetapi ia selamat.
Mengetahui itu, saya segera menghubungi
ponselnya.
Saya bersiap mendengar bualannya,
sebenarnya. Sekaligus cerita lucu darinya. Ini masuk akal. Karena,
bukankah buah jatuh selalu tak jauh dari pohonnya. Dan saya yakin ia mewarisi
jiwa seni bapaknya. Betul, almarhum bapaknya adalah seniman (baca:
dagelan) ludruk. Maka, kalaulah kemudian si Dayat ini sering
berbicara out of the box (semoga istilah ini tidak keliru. Hehe...),
ya memang begitulah isi otaknya.
“Hei, kudengar kamu kecelakaan.
Dimana?” sembur saya begitu ia menyahut 'halo'.
“Ya begini ini kalau selebritis.
Berita itu langsung tersebar,” koarnya cengengesan. “Sampeyan dengar
dari siapa?”
Kampret! Ia malah balik nanya.
“Aku baca di internit,”
jawab saya sekenanya disusul tawanya yang menjengkelkan. “Aku
serius ini, bagaimana kronologis kecelakaan yang menimpamu itu?”
Syukurlah, jiwa kampretnya hilang. Saya
tanya begitu, lewat intonasi suaranya, ia saya dengar kemudian
menjawab serius. “Begini, aku tidak terlibat kecelakaan secara langsung sebenarnya.
Yang terlibat adalah dua sepeda motor di belakangku. Aku hanya
kepencelatan rodanya...”
Wih, pastilah itu kecelakaan yang
fatal. Saya membayangkan betapa kerasnya benturan sampai-sampai
rodanya terlepas dan mengenai Dayat. “Jadi kamu hanya ketabrak roda?!”
saya bertanya menegaskan.
“Iya. Dan kebetulan roda itu masih
mengajak pula body sekalian mesin motornya” katanya dengan nada
menang telak.
Kampret, kampret.....*****.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar