Rabu, 14 Januari 2015

Siaran Televisi Digital di Jember

MINGGU kemarin saya ada acara ke Jember. Waktu yang tak lama itu saya manfaatkan juga untuk menjajal lagi (karena dulu saya juga telah pernah melakukannya) set top box, demi mencari tahu sudah seberapa perkembangan siaran televisi digital terrestrial di Jember. Dulu, seingat saya, MetroTV telah bersiaran secara digital di Jember. Sendiri saja, tanpa kawan. Sekarang, apakah ia sudah ada teman MUX lainnya?

Kemarin itu, mula-mula saya duga frekuensi 610 Mhz (Ch. 38) milik Metro masih ada. Ternyata; malah yang tertangkap ketika saya scan adalah MUX milik MNC pada channel 42 (642 Mhz) dan channel 45 (666 Mhz) yang dihuni MUX TransCorp, sementara MetroTV sama sekali tidak ke-detect.

Seperti biasa, MUX grup MNC berisi RCTI, MNCTV dan GlobalTV, sedangkan TransCorp yang biasanya (di kota lain) selain ditempati TransTV, Trans|7 dan KompasTV, di Jember ini KompasTV tidak ikut serta. Bisa jadi, saya duga, KompasTV memang belum memiliki ijin siaran di Jember.


Satu lagi, bila di Surabaya (yang saya tahu) channel digital semua ada di angka ganjil, untuk Jember kok kombinasi ganjil-genap ya?! (MetroTV channel 38, MNC channel 42 dan MUX TransCorp channel 45.)

Jarak dari tempat saya melakukan scan sekitar 30 km dari pemancar (bila pemancar digital itu dari daerah Bangsalsari). Dengan jarak segitu, saya rasakan, sinyal tertangkap dengan stabil. Entah kalau melakukan scan dari daerah yang jaraknya lebih jauh dari itu. Juga, ada yang bertanya lewat email saya; dengan jarak antara rumah dan pemancar 100km apakah sinyal digital masih bisa diterima?

Jujur, secara teknis saya tidak tahu. Tetapi, asumsi saya, penerimaan sinyal sejalan dengan kekuatan daya yang dipakai oleh sebuah pemancar plus pancaran itu tidak membentur penghalang. Betulkah begitu? Silakan, sebagai expert, Anda menambahkan informasi bila berkenan. Saya tunggu selalu.

Catatan: 'altem' (alat tempur) yang saya pakai scan di Jember tempo hari adalah: Antena: Titis TS-1000 dengan ketinggian tiang 7 meter, Kabel: Belden RG-6, set top box: PF-209. *****

Kamis, 08 Januari 2015

Jangan Remehkan Langkah Kecil

Foto: Viva
UNTUK menjadi besar jangan pernah meremehkan hal-hal kecil. Karena jika menjadi besar melalui langkah-langkah kecil, isya Allah akan tahan berbagai ujian (tidak gampang menyerah).

Dwi Soetjipto, mantan Dirut Semen Indonesia, kini Dirut Pertamina.


Senin, 05 Januari 2015

Bursa Buku Lungsuran di Pasar Blauran

rek ayo, rek
mlaku-mlaku nang mBlauran
rek ayo rek
ayo tuku buku lungsuran....

SELAIN di kawasan Kampung Ilmu yang terletak di jalan Semarang, di Surabaya ini juga terdapat tempat lain yang menyediakan buku bekas atau lungsuran. Tempatnya di Pasar Blauran, namanya Bursa Buku Bekas.

Untuk menuju ke tempat ini sangatlah tidak sulit. Terletak di segi empat emas Praban-Bubutan-Kranggan-Blauran, ia secara gampang dijangkau angkutan kota. Kalau Anda dari arah terminal Bungurasih, Anda bisa naik bis kota jurusan Tanjung Perak yang via Tunjungan Plaza/Embong Malang dan Anda bisa turun persis di kawasan Blauran.

Betul, di sepanjang Blauran memang banyak sekali berjejer toko-toko emas. Berjalanlah terus ke arah stopan/lampu merah. Beloklah ke kiri; disitu ada gerbang depan Pasar Blauran. Letaknya persis berhadapan dengan pusat perbelajaan BG Junction.

Begitu masuk langsung disambut berderet pedagang jajanan tradisonal. Ada lemper dan aneka kue basah lainnya. Begitulah memang, selain di Pasar Kembang, disinilah dengan gampang kita mendapatkan aneka kue tradisonal.

Baiklah, Anda ingin menuju ke Bursa Buku Bekas, gampang, saya tunjukkan arahnya. Lewatilah saja para pedagang kue-kue itu. Nanti, setelah Anda mendapatkan buku-buku yang Anda cari, bolehlah melepas penat sambil menikmati aneka kuliner di situ. Berjalanlah lurus, lalu belok kiri sedikit. Nah, disitulah lapak-lapak penjual buku bekas berada.

Anda mau mencari buku apa? Buku pelajaran SD? Ada. SMP dan SMA? Juga ada. Buku anak kuliahan, pengetahuan umum, tema agama, novel dewasa, teenleet sampai majalah sastra Horison? Dijamin ada. Dan lazimnya sebuah pasar, bandrol harga secara pasti tidak ada. Yang terjadi adalah hukum tawar-menawar; semakin Anda pintar menawar, semakin murahlah harga buku yang Anda dapatkan. Dan bersiaplah untuk membayar sedikit mahal bila Anda kurang piawai menawar.

Sekalipun bernama Bursa Buku Bekas, bukan berarti tidak tersedia buku-buku baru. Namun, kalau boleh saya menyarankan, untuk membeli buku baru, belilah saja di toko-toko buku. Kenapa? Saya duga, yang dinamakan buku baru disini adalah buku-buku bajakan. Dan bukankah kalau kita membeli buku bajakan itu sama saja dengan kita tidak menghargai jerih payah para penulis dan penerbit resmi. Buku bajakan itu, yang isinya jan mak-plek sama dengan buku asli itu, sama sekali tidak mengalirkan royalty kepada sang penulis. Padahal, para penulis itu (lewat buku-bukunya) juga butuh profit (rupiah) disamping benefit (faedah).

"Liburan kemarin lumayan ramai, Mas?" saya bertanya kepada Mus (35) salah seorang pedagang buku yang baru saya kenal.

"Sepi, Mas," jawab ayah dua anak asal Talun, Blitar, yang beristrikan perempuan asal Tanggul, Jember ini.

Perkiraan saya, karena anak-anak sekolah pada libur dua minggu kemarin, mereka pada mencari buku untuk menemani libur mereka. Ternyata, "Mereka kan pada tamasya, Mas, jadinya penjualan sepi sekali. Malah pernah sehari kita cuma dapat tujuhpuluh ribu." papar Mus yang saban hari bertiga dengan Ari (25) asal Wonogiri dan Eko (26) asal Solo.

Mendapati omzet penjualan yang cuma segitu, aku Mus, sering kurang enak sama majikan. Ya, mereka bertiga memang hanya sebagai penunggu, dagangan itu milik majikan orang Sidoarjo yang juga memiliki stan di Kampung Ilmu jalan Semarang. Masa ramai penjualan buku, papar Mus, adalah saat akan masuk tahun ajaran baru. "Dalam sehari kita bisa mendapatkan tujuhratus ribu atau lebih," imbuh Mus yang sudah sepuluh tahun menjadi penunggu stan dan mengaku dibayar limapuluh ribu rupiah sehari.

Saya mengedarkan padang dan berjalan mengelilingi stan satu dan lainnya. Betul kata Mus, lumayan sepi memang. Ada sih satu-dua (saya kira mahasiswa) yang mencari buku yang diperlukan. Atau seorang ibu yang datang ke stan Mus saat saya kembali asyik jagongan, "Saya cari buku terjemahan kitab Riyadush Sholihin," kata perempuan berjilbab berusia sekitar 45-an. "Untuk nambah pengetahuan," katanya ketika saya tanya.

Eko, teman Mus dengan ramah bilang, "Oh, ada. Tunggu sebentar," lalu priyantun Solo itu bergegas menuju ke stan lain untuk mencarikan buku yang dimaksud si Ibu. Begitulah, sudah lazim terjadi pedagang menjualkan dagangan  pedagang-pedagang lain. Dengan begitu, jarang mereka bilang 'tidak punya' kala ada orang mencari buku tertentu.

Tawar menawar harga pas tancap gas, kata Iwan Fals. Di Bursa Buku Bekas Blauran ini pun begitu; tawar menawar harga pas masuk tas.

Oke, beli buku sudah. Sekarang saatnya menikmati aneka kuliner di situ. Saran saya, cobalah rujak cingur. Atau soto, atau rawon atau lontong balap. Minumnya? Ada dawet dan aneka minuman lainnya. Terserah selera, pokoknya. Tetapi jangan lupa, karena saya telah menjadi guide Anda dalam jalan-jalan ke Blauran kali ini, untuk yang saya makan ini (sepiring rujak cingur dan semangkok es campur), saya minta Anda yang bayar. Bagaimana, deal?...*****