Senin, 20 Januari 2014

TVRI Pusing



(Dalam memposting tulisan di blog sisitelevisi, seringkali saya gagal melakukannya dalam sekali klik. Termasuk malam ini. Tentang masalah ini, saya tidak tahu apakah memang memasang tulisan di wordpress agak lebih sulit ketimbang di blogspot? Padahal tulisan sudah saya buat, padahal saya ingin mempublish di wordpress. Saya, yang termasuk makhluk tidak sabaran untuk segera menyiarkan tulisan begitu kelar diketik, ambil keputusan cepat; pampang saja di sini, di Kedai Kang Edi.)


KALAULAH ada yang iseng bertanya kepada saya tentang logo televisi apakah yang menurut saya paling oke di jagad raya ini, tentu tanpa ragu saya akan menjawab: CNN. Sedang untuk channel yang mengudara dari jazirah Arab, logo yang ajib versi saya adalah milik stasiun yang bermarkas di Dhoha, Qatar: Aljazeera. Ini masalah selera, dan tak masalah Anda tidak sependapat dengan saya. 

Sementara NHK (Jepang), DW (Jerman), CCTV (China) atau Arirang (Korea) itu sebagian dari nama stasiun televisi yang memiliki logo biasa-biasa saja. Bagaimana dengan CNBC? Ah, itu lumayanlah.

Baiklah, tak usah jauh-jauh menilai lgo-logo televisi asing, di Indonesia saja, yang sekarang jumlah stasiun televisinya bejibun, sebejibun itu pulalah model dan bentuk logonya. Lalu mana yang terbaik?

Walau saya jarang sekali menengok acaranya, RCTI menurut saya logonya terbilang oke. MetroTV juga. BeritaSatu? Ya, bolehlah. Termasuk yang lumayan ada antv, tvOne juga NET. Sementara, sekali pun RCTI paling oke, adaik-adiknya cuma dapat nilai ‘biasa banget’. Itu tuh, GlobalTV, MNCTV atau juga SindoTV.

Pada jajaran TV lokal, logo JTV sekarang lebih bagus daripada yang dulu. Dengan latar belakang peta propinsi Jawa Timur, ia menandakan sebagai televisi berkelas regional. Yang juga terbilang bagus adalah BaliTV, yang dengan melihat tampilan logonya saja, ia sudah menampakkan aura pulau dewata. Sayangnya, grup BaliTV yang mengudara di Surabaya, SurabayaTV logonya jelek sekali. Hanya tulisan SurabayaTV berhias gambar merah-putih. Ini mengingatkan saya akan logo awal TPI (cikal bakal MNCTV) yang kaku sekali.

Bagaimana dengan TVRI?
Ya, stasiun televisi tertua di negeri ini memang pernah beberapa kali ganti logo. Dari yang kotak dengan hiasan pelangi, lalu tulisan TVRI dibingkai kotak bersegilima (tahulah kita apa arti lima sudut itu) sampai yang sekarang kita lihat; TVRI tanpa garis tepi tetapi dengan sinar merah --entah apa artinya-- yang melingkar di bagian atasnya.

Secara sembarangan saya tafsirkan, logo TVRI tanpa garis tepi itu sebagai penanda ia bebas tak terikat satu kelompok atau golongan. Ya, sebagai lembaga penyiaran publik kepentingannya hanya satu, demi publik di republik ini. Kalaulah tagline-nya berubah dari ‘menjalin persatuan dan kesatuan’ menjadi ‘saluran pemersatu bangsa’ menurut saya itu tak jauh-jauh banget maknanya.

Lalu bagaimana dengan sinar merah di bagian atas tulisan TVRI?
Sebelum menjawabnya, saya kok jadi ingat film kartun yang sering menggambarkan, misalnya, kalau Tom sedang dipukul Jerry di bagian kepala, atau Spongbob ketiban benda yang dijatuhkan si gendut Patrick, di atas kepala mereka digambarkan ada bintang yang berputar-putar. Hal itu tentu demi menggambarkan betapa kepala mereka pusing dan sakit.

Jadi, sinar melingkar di atas TVRI itu menandakan TVRI sedang pusing? Secara serius tentu maknanya tidak begitu. Tetapi mengaitkan dengan TVRI yang napasnya kini  sedang kembang-kempis karena anggaran makin menipis, sepertinya guyonan kita di atas itu tak begitu saja bisa ditepis. *****

Sabtu, 11 Januari 2014

(Jula-juli) KBS = Kuburan Binatang Suroboyo



SUROBOYO, dulur, pancene kutho kondhang
ugo termasuk dhaerah terpandang
tempat rekreasine sak pirang-pirang
salah sijine yoiku Kebun Binatang

Nang Bonbin iku koleksine akeh tenan
ora mung kewan tapi ugo wit-witan
tempat sing nyaman kanggo liburan
panggonan favorit masyarakat kebanyakan

Selain panggon hiburan ugo sarana konservasi
tapi saiki KBS akeh sing ngrasani
polae nang kono bola-bali kewan mati
sing terbaru wingi onok singo dijiret tali

Onok sing ngarani kedadeyan iku disengaja
tapi sopo sing ndhalangi sampek saiki durung terbaca
akeh masyarakat atine bertanya-tanya
lan nyurigai iku sebagai akibat rebutan kuasa

Pemasukan KBS pancene gedhe tenan
ora
cuma jutaan tapi sampek milyaran
senajan ngono kesejahteraan kewan memprihatinkan
kewane kuru-kuru tandhane kurang mangan

Mbiyen tau onok unto sing matek
mbasan diselidiki nang wetenge kebek tas kresek
opo kurang bukti nang KBS onok oknum resek
najan rupo menungso tapi kelakuane ngalah-ngalahi bedhes belek

Saiki KBS dikelola pemerintah kota
krono iku sajake onok sing ora rela
mergo lahan korupsine bakal tiada
mangkane KBS digawe penuh problema

Harapane awake dhewe kari nang pihak polisi
polisi saiki pinter-pinter lan
ugo disegani
n
angkap teroris ae iso mosok mengungkap aktor dibalik KBS ora wani
lek iku terjadi termasuk hal sing ngisin-ngisini *****


Jumat, 10 Januari 2014

G e r i m i s



SEBELUMNYA, seperti juga siapa pun, aku mengenal gerimis sebagai air yang turun setelah bergelayutan meggantung pada sayap-sayap mendung. Ia menjadi semakin sering turun kala musimnya. Desember, atau Januari begini. Itu saja.

Sampai pada suatu senja, kala hatiku berselimut mendung, gerimis datang dalam rupa yang sebenarnya. Ia turun dengan lembut, mendarat dengan gemulai. Wajahnya putih, tetapi bukan pucat. Satu di antara dari gerimis itu, kulihat paling cantik, setelah mendarat di depan rumahku, berjalan mendekat ke teras dimana aku berdiri bersedekap di depan jendela.

Maaf, kenalkan; namaku Gerimis. Boleh aku menemani?” ia bertanya, bibirnya merah, kontras sekali dengan kulitnya.

Jumat, 03 Januari 2014

Surabaya Berpantun


MALAM pergantian tahun tiga hari yang lalu, untuk pertama kalinya Surabaya menggelar Car Free Night. Dalam acara (yang mungkin meniru Jakarta Night Festival) itu ada beberapa ruas jalan yang ditutup untuk kendaraan bermotor sehingga untuk mencapai ke lokasi-lokasi yang disediakan hiburan gratis di situ pengunjung harus berjalan kaki atau bersepeda. Sejauh yang saya dengar (karena saya termasuk orang yang kuno, yang kurang suka menghabiskan malam pergantian tahun dengan melekan begadang di jalanan sambil meniup terompet) acara itu terbilang sukses.

Detik-detik pergantian tahun yang secara cuaca sangat bersahabat ini (karena biasanya hujan semalaman), tiada kemacetan terjadi seperti tahun-tahun yang silam. Dengan ditutupnya jalan-jalan tertentu, dan disediakannya kantong-kantong parkir yang representatif, saya kira keberhasilan acara tahun ini akan semakin memantapkan pihak Pemkot untuk menggelarnya lagi pada tahun-tahun mendatang.

Sayangnya, dari beberapa konsep acara di setiap zona yang berbeda, kok saya tidak mendengar ada pementasan ludruk di salah satunya. Kalau benar demikian, mungkin kesenian khas Surabaya ini sudah mati di daerah asalnya. Semoga belum, semoga jangan.

Bicara tentang ludruk, ketika kecil sepulang mengaji, nyaris setiap malam saya menyusup ke gedung kesenian di desa saya. Saya ingat, acara dimulai setelah beberapa kali petasan dibunyikan. Layar dikerek ke atas dan di tengah pentas berdiri penari remo, tarian pembuka. Disusul kemudian sederetan 'perempuan' berkebaya melantunkan gending-gending Jawa. (saya beri tanda kutip karena perempuan itu adalah wandu, laki-laki yang berdandan sebagai perempuan). Dan begitulah, sejauh yang saya tahu, ludruk senantiasa identik dengan hal demikian.

Sebelum lakon inti dimainkan, lebih dulu muncullah dagelan. Berpenutup kepala khas ludruk atau sering pula berkopiah, seorang dagelan muncul dengan jula-juli dan juga parik'an. Kalau jula-juli rangkaian kata yang dilagukan kait-mengait secara makna, dalam parikan sebelum isi (maksud) lebih dulu ada sampirannya. Ya, Sampeyan benar, semacam pantun.

Pantun terkenal pada masa penjajahan Jepang yang lahir dari seniman ludruk Surabaya adalah yang diucapkan Cak Durasim; pagupon omahe doro, melok Nippon tambah soro.

Bila Surabaya identik dengan ludruk, maka ludruk pun identik dengan parik'an. Ludruk mungkin sulit ditemui manggung di kota ini, tetapi parik'an dapat dengan mudah ditemui di jalan-jalan. Parik'an itu dipasang secara resmi oleh pihak kepolisian sebagai ajakan untuk tertib berlalu lintas.

Di dinding sudut KBS yang bisa terbaca dari seberang terminal Joyoboyo begini bunyinya, “Tuku susu dino Jumat, ojo kesusu supoyo salamat.”

Di bundaran Satelit tadi pagi masih saya temui poster-poster yang dipasang menjelang tahun baru kemarin. “Jangan terong diincaki kucing, knalpot brong mbrebeki kuping,” demikian isinya.

Di tempat lain, bisa jadi ada parik'an lain dengan ajakan yang lain pula. Karena dengan pantun itu, selain secara pesan bisa lebih mengena, si penerima pesan pun bisa tersenyum karena kata-katanya yang kadang sedikit jenaka..

Semasa senang bersurat-suratan ketika remaja dulu, 'pantun kebangsaan' di setiap akhir surat adalah empat kali empat enambelas, sempat tidak sempat mohon dibalas. Sekarang, demi mengakhiri tulisan ini, akan saya tutup pula dengan pantun; bungkus ketupat dari daun lontar, kalau sempat kasih dong komentar. Hehe... *****