PERNAH saya membaca
sebuah tulisan yang mengangkat tentang rujakan dan arisan sebagai
dua hal yang hanya ada di Indonesia. Penulis perempuan itu (sayang sekali saya
lupa namanya), mengisahkan teman-teman bulenya di negeri seberang begitu heran
ketika diterangkan apa itu rujakan dan arisan.
Tentang rujakan,
penjelasan akan lebih sempurna manakala disertai contoh sebagai bukti nyata. Dan
nyatalah adanya ketika si rujak itu jadi dan para bule itu mencicipi. Wajah
yang sudah merah makin merah saat lidah mereka tersentuh pedasnya rujak. Tak
biasa makan pedas, mencocol irisan mangga ke sambal membuat liur mengucur
deras.
Sekalipun tak segila rujak,
tentang arisan pun sulit diterima akal mereka. Untuk apa, pikir mereka, sekadar
mengumpulkan uang dari sejumlah orang dalam satu kumpulan, lalu ketika semua
sudah terkumpul, sebuah botol yang tutupnya dilubangi dan di dalamnya berisi
lintingan kertas berisi nama para anggota, dikopyok untuk menentuka siapa yang
dapat arisan.
Bagi para bule, arisan itu
adalah sebuah hal yang kurang praktis. Kenapa uang itu harus dikumpulkan di
satu tempat? Kok tidak langsung ditransfer saja ke rekening si pemenang?
Kenapa harus dikopyok untuk menentukan pemenang?
Penjelasannya begini;