Minggu, 27 Desember 2015

Pesan untuk Operator Sound System

BULAN Robi'ul Awwal begini, banyak sekali orang punya hajat di kampung saya. Khususnya untuk acara khitanan atau pernikahan. Ya, dalam penanggalan Jawa, bulan ini (yang disebut juga bulan Maulud, dengan gampang orang menyebutnya bulan Mulud) termasuk bulan bagus untuk menggelar acara-acara itu. Dalam ingatan saya, dua bulan dari dua belas bulan dalam setahun, yakni bulan Suro dan Selo, termasuk yang dihindari dalam melakukan acara-acara macam itu. Walau kalau saya amati yang belakangan terjadi, ada juga yang 'nekad' menggelar acara di dua bulan itu. Bisa jadi generasi (Jawa) sekarang sudah lebih 'maju' dalam pakem dan paugeran dan kurang suka memercayai primbon. Generasi ini lebih percaya bahwa hari bagus selalu ada dalam setiap bulan, yakni hari ketika orang-orang sudah gajian.

Banyaknya orang yang menggelar acara di bulan ini, adalah berkah bagi banyak pihak. Catering, persewaan gedung resepsi, persewaan alat-alat pesta dan termasuk juga pawang hujan. Ya, bulan Mulud selain identik dengan musim panen buah-buahan, ia seringkali jatuh pada musim penghujan. Menggelar pesta di musim hujan tentu butuh 'orang pintar' yang bisa memindah hujan agar tidak tercurah di sekitar acara, tetapi digeser ke tempat lainnya. Masalahnya adalah, di tempat lain ada juga orang menggelar acara yang meminta pula kepada pawang hujan kepercayaannya untuk hal serupa.

"Makanya, disini susah sekali turun hujan, selain banyak proyek pembangunan, banyak orang punya hajat sih," kata seorang teman.

Teman saya itu bukan orang tak berpendidikan, tetapi bukankah yang percaya akan hal-hal demikian itu tak melulu orang yang tinggal di pedalaman yang kadang masih menyembah pohon ciplukan.

Sabtu, 19 Desember 2015

Habis KompasTV, Terbitlah Trans|7 HD

BAGAIMANA kabar tv digital? Bagaimana kabar STB Anda? Masih aman di kardusnya. Baik, itu lebih baik. Iya, channel yang ada belum bertambah, MUX yang on air juga belum berubah. Ya, begini ini nasib kalau kita sudah beli STB dan konten siaran yang ada juga masih itu-itu saja (yang masih juga bisa disaksikan di jalur analog). Kalau Surabaya saja sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta saja masih begini, bagaimana nasib siaran tv digital di kota yang lebih kecil ya?

Artikel terkait: Selamat tinggal siaran tv digital terrestrial.

Penampakan Trans|7 HD pada pesawat televisi saya yang masih tabung.
Kemarin, secara iseng saya menghidupkan STB yang sudah sekian lama menganggur dan, oh ada perubahan ini. Trans|7 sudah HD. Iya sih, di Jakarta (juga Jogja?) pernah saya baca memang sudah HD, tetapi di Surabaya ini baru sekarang saya tahu. Sejak kapan ya?

“Sejak ultah TransMedia kemarin,” jawab seorang teman ketika gambar layar Trans|7 itu saya pampang di akun Facebook.

Lha, tapi sakarang KompasTV tidak ada lagi di MUX TransMedia 522 MHz. Kenapa ?”

“Memang begitu itu, Kang,” seorang teman saya menjelaskan, “siaran HD itu butuh bandwidth yang gede, jadi ada siaran yang mesti dikorbankan.”

Pantauan teman lain di kawasan Kedung Adem, Bojonegoro.
(foto: Agung Rama Elektronika/FB)
Saya yang memang awam akan hal ini cuma manggut-manggut saja diterangkan begitu. Tetapi, “Tentang KompasTV yang menghilang dari MUX TransMedia ada cerita tersendiri,” teman yang lain, yang juga pengamat televisi, menimpali.

Saya tak menguberkan tentang ada cerita apa di balik hengkangnya KompasTV dari MUX TransMedia, dan lebih menunggu saja si teman tadi itu meposting ulasan mengenai hal itu di blognya. (Sungguh saya tunggu lho, Dave...)


Selasa, 15 Desember 2015

Samsat Manyar, Cepat dan Lancar

Pemberitahuan yang gamblang. (Foto-foto: ewe)
DIPAMPANGNYA pemberitahuan bahwa material untuk STNK dan plat nomor telah tersedia dan bagi yang tertunda penerbitannya sudah bisa mengambil, membuat saya lega. Dulu ketika saya mengurus perpanjangan surat kendaraan lima tahunan, dijanjikan STNK dan plat nomor pengganti baru akan jadi enam bulan kemudian. Kemarin itu, ketika saya datang lagi ke kantor Samsat Manyar itu, terhitung tujuh bulan sudah dari kedatangan saya pertama. Bukan apa-apa, kalau dijanjikan enam bulan dan baru saya ambil tujuh bulan, misalkan belum jadi dan mesti sabar menunggu sekian waktu lagi, saya kan bisa bilang dengan gemes, “Piye to iki, katanya enam bulan, sudah saya tambah sebulan lha kok belum jadi juga.”

Petugas berseragam, termasuk yang pakai hem lengan
panjang dan berdasi itu,
  melayani dengan ramah dan selalu siap membantu.
Di depan pintu masuk, saya bertanya ke seorang petugas yang dengan senang hati menerangkan ke loket mana saya mesti menuju, “Silakan Bapak ke loket 28 dulu untuk mencetak STNK. Lalu dari situ, kalau STNK-nya sudah jadi, Bapak ke loket 18 untuk pembuatan plat nomor,” lelaki setengah baya berkata ramah sekali.

Karena sudah pernah ke situ, hapal saya letak loket 28; loket paling kiri dari pintu masuk. Meletakkan bukti pembayaran STNKB dan plat nomor pada tempat yang tersedia, belum lama saya duduk, nama saya sudah dipanggil; STNK sudah tercetak. Setelah mengisi buku pernyataan bahwa STNKB sudah saya ambil, saya membawa berkas itu ke loket 18. Yang di sini agak lama.

Sambil menungu pencetakan plat nomor kendaraan, saya memperhatikan sekitar. Senin pagi yang ramai, ruang tunggu nyaris penuh. Belum lagi orang berjalan dari loket satu ke loket berikutnya sesuai prosedur. Walau alurnya sudah ditata sedemikian rupa, bagi yang baru pertama kali ke Samsat Manyar, terlihat bingung juga. Tetapi, petugas berseram rapi + berdasi, termasuk yang tadi saya tanya di depan pintu, akan mendekati orang yang demikian itu untuk kemudian menerangkan dengan gamblang sambil menunjuk letak loket dimaksud. Nah, begini ini harusnya kantor pelayanan publik. Rapalan mantra 'kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah' sudah harus dienyahkan jauh-jauh. Karena, bukankah sejatinya rakyat adalah majikan dan mereka adalah pelayannya.

Sabtu, 05 Desember 2015

Kekhawatiran yang Sontoloyo

SEBAGAI orang, saya terlalu sering khawatir. Hampir setengah kilometer berangkat dari rumah, di jalan tiba-tiba saya mengkhawatirkan kompor atau kran air apakah sudah dimatikan, lampu atau televisi dan radio apakah masih menyala, atau pintu sudah terkunci atau belum. (Istri sudah berangkat pagi-pagi dan anak-anak telah pula berangkat sekolah, saya menjadi penghuni terakhir yang berangkat.) Walau ketika saya balik lagi ke rumah semua baik-baik saja (baca: sudah dimatikan dan pintu juga sudah terkunci), namun ia laksana hobi yang seringkali saya ulangi. Iya, saya memang payah.

Saya termasuk agak telaten (telat jadi manten) juga akibat dari sifat itu. Sanggupkah menjadi suami yang baik, mampukah kelak menjadi ayah yang bisa momong dan membiayai anak-anak mendapat pendidikan yang bagus. Oh, belum-belum sudah takut pada kekhawatiran memang sontoloyo!

Para jomblowan-jomblowati yang sampai hampir pecah perang dunia ketiga sekarang ini belum juga nekad memilih gandengan, bukan tidak mungkin juga karena penyakit khawatir ini. Jangan-jangan yang disetiai tak menyetiai, jangan-jangan si dia belum seratus persen bisa move on dari sang mantan. Berhentilah, hai para jomblo, dari mendengarkan lagu i'm single and very happy! Ya, itu lagu sontoloyo yang menyesatkanmu menjadi jomblo abadi.

Selasa, 01 Desember 2015

Parikan Suroboyoan: Coblosan

Mas Bendo: ndik Suroboyo menyang Tunjungan
mbanting busi dipane kayu
paklik Rasiyo memang pengalaman
ning Lucy pancene ayu

Mbak Yu : nyilih kain popok nang Karangan
momong rojo koyo bareng Rhoma Irama
milih pemimpin, rek, ojok sembarangan
lek wong Suroboyo yo jelas milih Bu Risma

(Iyo, rek. Tak kandhani koen yo; lha lek cumak bondho ayu thok, lha digawe opo?! Pemimpin iku kudune lak cak-cek, opomaneh masalah Suroboyo iku uakeh puoll. Banjir umpamane. Lha lek ngatasi banjir ditinggal wedhak'an dhisik, lak selak klelep wargane)

Mas Bendo: mangan delima kleleken kecik
sapi karo kebo kelonan wae
prestasine Bu Risma pancene apik
tapi opo salahe njajal calon liyane

(Lha, sopo ngerti paklik Rasiyo karo Ning Lucy iku lek diwenehi kesempatan isok gawe kutho Suroboyo luwih apik. Lha lek durung dijajal wis dianggep gak mampu, iku termasuk kliru, Mbak Yu.)

Mbak Yu: penari japin numpak gerobak
peniti kae pasangno nang kain katun
milih peminpin ojok cobak-cobak
sing mesti-mesti ae ben engko ora getun

(Sampeyan iku, Cak, Cak. Milih peminpin kok cobak-cobak. Koyok nganggo minyak kayu putih ae. Pokok'e aku wis madhep mantep, gepeng ilir aku tetep milih Bu Risma)

Kang Karib : banyu aki dicampur terasi
rondho lesehan nang pojok plataran
yo ngene iki urip ing zaman demokrasi
bedo pilihan ojok sampek dadi tukaran

bantalan lesung mergo gak duwe dipan
upo ning kendhi lambene dilat-dilat
pemilihan langsung pancen butuh kedewasaan
sopo ae sing dadi awak'e dhewe tetap ae melarat rakyat

(wis talah, rek. Gak usah gegeran mergo bedo pilihan. Opo koen pikir lek jagomu sing dadi terus peno gak perlu nyambut gawe. Lha sopo sing ngingoni anak-bojomu? Mbahne Sangkil opo! Ayo, sing penting nyambut gawe, perkoro mengko pemimpin (calon sing endi ae sing menang) ora lali janjine, yo syukur. Lha lek ingkar janji, ayo didungakno bareng-bareng mugo-mugo gudhiken sak kujur awak'e.)*****