Jumat, 11 Mei 2012

Membuka Cerita Lama

 


LAMAT-LAMAT saya ingat, ketika SD saya mulai menyukai membaca. Buku atau majalah. Kuncup adalah majalah anak-anak yang pertama saya kenal. Ia diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Jatim. Dalam susunan redaksi majalah itu (kebiasaan saya membaca susunan redaksi sebuah media, rupanya saya mulai sedari kecil, dan berlangsung hingga sekarang) kantor redaksinya ada di jalan Jagir Sidoresmo.

Untuk buku cerita, saya meminjamnya di perpustakaan sekolah. Dari sekian banyak yang pernah saya baca, yang sekarang (ketika membuat tulisan ini) saya ingat adalah karangan CM Nas. Lupa saya judulnya apa. Tetapi salah satu tokohnya saya masih ingat. Lodan namanya. Anak seorang nelayan. Kisah di buku itu, kalau saya buat persamaannya, mungkin seperti si Bolang-nya Trans7 edisi anak nelayan. Yang pandai berenang. Yang sederhana dan yang tahan banting. Sekalipun hidup pas-pasan, ia punya otak cemerlang. Termasuk mau membantu orang tua mencari nafkah. Mencari ikan atau rumput laut, misalnya. (Maaf, sampai batas ini saya lupa alur ceritanya.)

Menginjak SMP saya mulai membaca Hai, Kartini, Femina, Sarinah, Ria Film, Intisari, Mode, Tempo dll. (tentu saja majalah bekas). Sekalipun begitu, bukan berarti saya tidak pernah membaca terbitan baru. Salah satunya adalah tabloid Bola (saat itu pemimpin redaksinya namanya Sumohadi Marsis). 

Kakak saya adalah agen majalah. Ini menguntungkan bagi saya yang tidak ‘tebang pilih’ (ih, cocok gak ya pakai istilah itu?) dalam membaca. Kakak saya mengageni tiga majalah mingguan sekaligus; Fakta, Jaya Baya dan Panjebar Semangat. Sampeyan betul, dua yang saya sebut belakangan itu majalah berbahasa Jawa. 

Jujur, sudah lama sekali saya tidak membaca minggon (baca: mingguan) majalah berbahasa Jawa itu. Tetapi saya masih ingat beberapa nama rubriknya. Ada Cerkak (cerita pendek), Roman Racuwil (biasanya cerita penuh romantisme, salah satu pengarangnya saya ingat namanya; Cahyarini T. Budiarti), Apa Tumon? (berisi aneka hal yang aneh-aneh. Biasanya diambil dari Ripley’s Bilieve it Or Not). Ohya, boleh pamer dikit kan? Kartun buatan saya pernah dimuat di Jaya Baya lho!

 Dan satu lagi; sampeyan tahu nama ilustrator Jawa Pos yang kalau membuat ilustrasi cerita di rubrik wayang mingguan (saya tahu sejak Wayang Opo Maneh yang diasuh ki Sunu, kemudian dilanjut Wayang Suket oleh ki Slamet Gundono yang gendut itu sampai wayang Durangpo-nya Sudjiwo Tedjo sekarang ini) selalu bisa menggambarkan tokoh wayang dengan sentuhan nyentrik? (Misalnya si buta Cakil yang pakai jam tangan dan bersepatu bola, sampai edisi Minggu kemarin ada gambar Limbad dan ki Joko Bodo). Ya, mas Budiono itu saya tahu karyanya pertama kali ya di majalah Panjebar Semangat itu.

Ohya, tentu saja saya juga membaca Anita Cemerlang. (Untuk koran mingguan, sesekali saya baca Sentana Jakarta atau Minggu Pagi terbitan Yogya.) Monitor, Bintang Indonesia itu baru setelahnya.

Anita Cemerlang, generasi saya siapa yang tidak mengenalnya. Sekarang tiba-tiba saya ingat (agak lupa-lupa ingat sih...) satu judul yang pernah saya baca di majalah khusus cerpen itu. Ingat saya akan judul dan alur ceritanya, sekalipun saya lupa siapa penulisnya. Noktah Merah di Baju Papa, begitu judulnya. Berkisah tentang seorang anak (sudah SMA dia) yang sibuk mencarikan istri untuk papanya yang telah ditinggal meninggal istrinya. Anaknya itu, perempuan dia, ingin membuat papanya bahagia. Dan seorang perempuan dirasanya cocok sebagai pengganti  ibu yang telah bahagia di sisiNya. Tetapi sebuah noktah merah, bekas lipstik di baju papa, membuatnya kecewa. Ternyata papa telah menemukan pilihannya sendiri. Dan sama sekali tidak menghargai jerih payahnya.

Ending cerita itu yang membuat saya mengingatnya sampai puluhan tahun begini. Ternyata, perempuan pilihan papanya itu, adalah juga pilihan putrinya. Sebuah ending yang happy.

Kalau tidak keberatan, ingat-ingatlah sekarang, cerita lama apa yang begitu membekas dihati sampeyan?*****

2 komentar:

  1. kisah saba lodan dkk adalah kisah favorit saja dari kecil hingga kini. sampai2 saya tulis ulang bukunya di blog saya.
    monggo mampir utk membaca kisah saba dkk, hitung2 nostalgia sambil blogwalking ^_^
    noerina.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mbak Noe, atas kunjungannya ke kedai saya yang sederhana ini. Setelah membaca komentar Sampeyan, saya langsung berkunjung ke blog Anda, kok.

      Salam dari Surabaya.

      Hapus