Selasa, 16 Agustus 2011

Ta'jil Gratis

Tumben sore itu jalan Ciliwung lancar.Langsung bisa belok kanan ke Diponegoro.Hanya terhenti sebentar di traffic light depan kebon binatang tak lebih dari 35 detik.Saya tahu itu dari melototi 'papan penghitung mundur' yang menggantung di tiang lampu merah.Dalam berhenti sekian detik itu,saya merogoh saku,mengeluarkan si jadul N 1100;di layarnya saya dapati angka 17.20 WIB.Ah,pantesan si TOA di menara masjid Al Falah itu belum terdengar suara adzan.
Biasa sudah,bila angka sudah dibawah sembilan,para pengendara mulai menarik tuas gas.Reflek,saya ikut ketularan.Jadi seperti para jagoan GP memulai balapan.Tapi tentu tidak.Kami tidak bisa membalap di sini.Apalagi didepan,tabiat Surabaya mulai kumat.Pertemuan arus dari raya Darmo yang ketemu-muka dengan yang dari Diponegoro,sungguh tak terhindarkan. Pahahal saya ingin segera tiba dirumah. Ingin bisa berbuka puasa bersama dengan si Edwin dan ibunya.
Tetapi,keinginan itu –untuk segera tiba dirumah dan buka bersama keluarga-- tentu bukan melulu keinginan saya.Nyaris semua pengendara di jalan ini punya maksud yang sama. Belum lagi maksud yang lainnya lagi,sesuai dengan isi kepala masing-masing.Maka,bersabarlah,nasihat hati saya.
Ya,kesabaran memang selalu perlu.Lebih-lebih di jalan raya. Lihatlah,betapa ketidaksabaran sering memakan korban. Misal,karena keburu –yang sebenarnya bisa saja ditunda-- orang rela menyalip dari kiri. Lalu setir saling senggolan. Lalu terpelanting. Lalu dari belakang ada truk. Lalu...
Selalu saja ada cerita/berita begitu. Setiap radio Suara Surabaya menyiarkan berita serupa,sungguh berharap itu berita terakhir tentangnya. Tetapi tidak.Karena selalu saja ada yang baru.Korban baru dengan sebab model lama.
Kesabaran itu pula yang perlu diguyurkan lebih kuyub sore itu. Ketika semua laju kedaraan sedemikian merambatnya. Saya mencoba berhenti dan berdiri;yang terlihat adalah ribuan kepala berhelm berjajar dalam padatnya lalulintas menjelang jalan layang Mayangkara.
Dalam berpuasa menghisap asap rokok adalah sebentuk kebatalan. Tetapi semoga,puasa saya tidak batal gara-gara menghisap asap kenalpot. Ribuan kenalpot malah. Yang membuat sore tetap saja terasa panas. Padahal sekitar dua ratus meter lagi,saya bisa melepaskan diri dari keruwetan Raya Wonokromo ini.Saya,seperti biasa,akan ambil lajur kiri,belok di depan RSAL melaju dengan lancar jaya di frontage road.Atau kalau saya lihat di depan Giant Margorejo juga terindikasi macet,saya ambil jalur Bendul Merisi via Sidosermo tembus Plasa Marina.
Tetapi sore itu tidak.Saya lihat didepan longgar.Otomatis bisa lancar jaya.Tentu selepas perjuangan berat dari Wonokromo yang ruwetnya minta ampun.Alhamdulillah,lancar jaya.Tetapi saya baru tahu,ternyata istilah 'lancar jaya' bukan nama sebuah PO bus atau sejenisnya.Tetapi ia saya temui malah pada merk alat dapur dari kayu (entong,sotil) yang saya dapati didapur saya.Bisa sampeyan cek,kalau mau.
Terus lancar?
Oh,ternyata tidak.Di sebelum depan Giant ada lagi kemacetan.Semua pengendara motor pada minggir.Ah,padahal belum terdengar adzan magrib.Padahal tidak sedang ada kecelakaan.Bukankan memang sebuah kecelakaan adalah juga sering sebagai tontonan?Yang banyak orang ingin menontonnya.Lalu malah memacetkan lalu lintas.
Ternyata ada pembagian ta'jil gratis.Dan,saya tentu ikutan antri.Lumayanlah.Bukankah sebentar lagi pasti adzan maghrib berkumandang.Kelumayanan itu saya syukuri.Karena pasti saya mendapati waktu berbuka masih dalam posisi di jalan.Dan sebungkus ta'jil gratis itu,yang sekadar berisi sebungkus roti,segelar air dan dua butir kurma,bisa sebagai pendukung melakukan suatu sunnah puasa;menyegerakan berbuka.
Dan saya sedang beruntung rupanya.Atau malah tak tahu diri.Karena ketika yang lain mendapat satu bungkus,saya mendapat dua.Biarlah.Mungkin rejeki saya memang sedang dua,batin saya ngawur.Saya cantolkan itu pada pengait di motor saya.Saya tancap gas lagi.Belok kiri,masuk jalan Raya Margorejo Indah.Belum genap tiga ratus meter dari situ,jalan tersendat lagi.Ulah 'polisi cepek' yang mengatur kendaraan di sebuah U-turn memang malah sering menghambat kelancaran.
Mau tak mau saya berhenti.Dan saya dapati di pinggir jalan seorang bapak berbaju lusuh dengan tatapan kosong kedepan.Sementara dua anaknya,bermain digerobaknya.Semacam gerobak sampah.Tatapan kosong itu begitu jauh tertuju.Entah menatap apa,atau siapa.Bisa jadi itu tatapan harapan.Tentang lebaran.Tentang baju baru anak-anaknya.Atau entahlah.Yang jelas tatapan itu kosong.Kosong saja.
Dan saya kira,dua bungkus ta'jil gratis yang saya dapatkan ini,bisa sedikit mengisi kekosongan itu.
Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar