Sabtu, 06 Agustus 2011

Lebih Aman Mudik Duluan

TANPA ada seruan dari siapapun,kita akan segera pulang ke udik saat lebaran nanti.Ya,padahal tidak ada himbauan dari presiden,misalnya.Seperti yang dilakukan beliau atas Nazaruddin.Dan lebaran memang masih beberapa hari lagi.Masih lama.Tetapi tentu tidak ada salahnya mempersiapkan acara mudik lebih dini.
Kata mudik,menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia WJS Poewadarminta (1976), berarti “Pulang ke udik atau pulang ke kampung halaman bersamaan dengan datangnya hari Lebaran”.
Umar Kayam (2002), mudik awal mulanya merupakan tradisi primordial masyarakat petani jawa. Keberadaannya jauh sebelum Kerajaan Majapahit. Awalnya kegiatan ini digunakan untuk membersihkan pekuburan atau makam leluhur, dengan disertai doa bersama kepada dewa-dewa di Khayangan.
Tradisi ini bertujuan agar para perantau diberi keselamatan dalam mencari rezeki dan keluarga yang ditinggalkan tidak diselimuti masalah.
Namun, masuknya pengaruh Islam ke Tanah Jawa membuat tradisi ini lama-kelamaan terkikis, karena dianggap perbuatan syirik. Meski begitu, peluang kembali ke kampung halaman setahun sekali ini muncul lewat momen Idul Fitri.
Makanya, tidak heran kebanyakan masyarakat Jawa yang mudik selalu menyempatkan diri untuk ziarah dan membersihkan kuburan.
Sekalipun ada teknologi ponsel atau internet yang memungkinkan kita mengucap selamat lebaran tanpa harus ketemu langsung,tetapi ia dianggap kurang afdol.Karena,bagi sebagian pemudik,acara mudik sekaligus sebagai sarana ‘unjuk diri’ bahwa mereka berhasil hidup dikota.Tak peduli apapun pekerjaan yang dilakoni di kota.Dengan aneka kesulitannya.Maka saat mudik harus terlihat sukses;bawa HP baru,perhiasan mencolok dan semacamnya.Walau kemudian sesampainya dikota dijual lagi itu soal lain.
Lebih lanjut sosiolog Universitas Gajah Mada Arie Sudjito berpendapat, ada beberapa hal yang menyebabkan teknologi tidak bisa menggantikan tradisi mudik. Salah satunya, disebabkan teknologi tersebut belum menjadi bagian dari budaya yang mendasar di Indonesia, terutama pada masyarakat pedesaan.
Antonius Wiwan Koban, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute,menulis;Pada musim mudik Lebaran 1 Syawal 1431 H atau bertepatan pada 10-11 September 2010 lalu, setidaknya 4 juta sepeda motor digunakan sebagai transportasi untuk mudik Lebaran. Angka ini diprediksi terjadi peningkatan dari angka tahun 2009 lalu yaitu tercatat setidaknya 3,9 juta sepeda motor digunakan pemudik dari Jakarta menuju berbagai daerah. Sebelumnya, pada tahun 2008 tercatat setidaknya 3,2 juta pemudik dengan sepeda motor.
Yang menjadi masalah adalah rawannya kecelakaan sepeda motor dalam angkutan mudik Lebaran, karena sepeda motor bukan didesain untuk bepergian antar kota antar propinsi bahkan antar pulau. Menurut catatan dari beberapa sumber, angka kecelakaan pemudik selama musim mudik Lebaran tahun 2008-2009 lalu, kecelakaan paling banyak dialami oleh pemudik sepeda motor. Pada Lebaran 2010 hingga H-3 saja, tercatat sudah 209 korban tewas akibat kecelakaan mudik, sebagian besar adalah pemudik yang menggunakan kendaraan roda dua.
Pada musim mudik Lebaran tahun 2008 tercatat 1.052 kecelakaan di mana sekitar 800 kasus atau 76 % adalah kecelakaan sepeda motor. Pada tahun 2009, tercatat 1.544 kecelakaan dengan korban meninggal dunia 576 jiwa, sebagian terbesar dialami oleh pemudik sepeda motor.


Dari segi jumlah pemudik, tradisi mudik di Indonesia sebetulnya belum ada apa-apanya dibanding Tiongkok. Bayangkan saja, dengan populasi penduduk yang luar biasa besar, jumlah pemudik di Tiongkok bisa mencapai 700 juta orang dalam waktu nyaris bersamaan. Jumlah tersebut dilansir oleh media lokal di Guangzhou untuk keseluruhan pemudik di daratan Tiongkok dan belum termasuk warga Tionghoa di luar negeri yang mudik ke Tiongkok. Selama 40 hari, 700 juta pemudik itu akan memenuhi stasiun kereta-api, pelabuhan udara, ferry dan terminal bus.
Sementara itu, melihat laporan Kementerian Transportasi Tiongkok yang dilansir kantor berita Xinhua, jumlah pemudik Tionghoa tahun 2011 lebih menakjubkan lagi, yakni diperkirakan mencapai 2,65 miliar orang atau meningkat 11 persen di banding tahun sebelumnya. Jumlah itu merupakan akumulasi penduduk yang mudik setiap hari sepanjang 40 hari perayaan Imlek di negeri tersebut. Sungguh luar biasa,demikian dilaporkan situs Kabari,jembatan Informasi Indonesia-Amerika.

Menurut banyak data yang saya kutip diatas,jelas sudah,disamping segala keriangan akan segera bertemu keluarga di kampung yang sudah setahun tak bertemu,mudik juga menyelipkan kesan kengerian yang tidak main-main.Dan kengerian itu,menurut saya,tentu bisa diminimalisir melalui berbagai cara.
Urusan perbaikan infrastruktur tentu bagian pemerintah.Jelas itu.Walau sering kita dapati perbaikan infrastruktur menjadi terkesan mendadak.Kesannya ia baru dikebut menjelang lebaran datang.Biarlah.Itu urusan pemerintah.
Yang lebih penting,kita harus bisa menekan angka kecelakaan sekaligus jumlah korban yang mengerikan itu dengan cara kita sendiri. .

Karena jumlah korban meninggal sebagian besar adalah pengendara sepeda motor,tentu lebih baik kita menyorotkan perhatian lebih kesana.Dan benarlah adanya,motor yang hanya layak mengangkut dua penumpang dan sedikit barang,pada musim mudik ia dipakasa bekerja lebih keras.Bukan lagi berperan sebagai angkutan yang aman dan nyaman,ia merangkap fungsi layaknya sedang dalam permainan akrobat!
Lihat,ekor motor diberi tambahan.Dua batang kayu sebagai tumpuan tas atau kardus bawaan.Tentu oleh-oleh untuk orang di kampung.Atau hanya bebeberapa setel baju ganti untuk beberapa hari tinggal di kampung.Si ayah mengemudi dengan tingkat kesulitan yang tinggi,karena ada si sulung yang duduk didepan.Di jok belakang si ibu duduk sambil menggendong si bungsu,Masih nyangklong tas pula.
Itu pemandangan umum.Saban lebaran.Padahal jarak yang hendak ditempuh tidaklah dekat.Jakarta-Lamongan.Atau Surabaya-Banyuwangi!Melihat pemandangan itu,tentu tidak mengherankan bila korban jatuh lebih banyak dari pengendara motor.

Ada beberapa cara sebenarnya yang bisa diterapkan agar mudik nyaman sekaligus aman.Dan sekarang,mumpung lebaran masih agak jauh,ia menjadi sangat bisa diterapkan.
Kalau masih memaksakan diri mudik dengan motor,cara ini setidaknya bisa mengurangi beban motor kita.Begini hitungannya.Pertama, waktu tempuh.Berapa lama kita berada dalam perjalanan.Sehari?Dua hari?Taruhlah dua hari.Kita hanya butuh dua setel baju.Dan baju yang lain,yang hendak akan kita pakai di kampung nanti,bisa kita ‘mudikkan’ lebih dulu dengan memakai jasa pengiriman barang.Hal itu juga bisa kita terapkan untuk oleh-oleh untuk orang di kampung.Baik,kalau kita keberatan biaya pengiriman,tentu kita tak perlu repot membeli berkaleng-kaleng biskuit untuk orang rumah.Percayalah,di kampung biskuit itu juga ada .
Tentu lebih aman kita mudik memakai moda angkutan massal.Terus pertanyaannya; motor kita bagaimana?Karena bukankah tanpa motor kita tak bisa leluasa berkunjung ke sanak saudara yang berpencar tempat tinggalnya?Dan untuk menjangkaunya kita butuh motor.Ah,gampang.’Mudikkan’ saja si motor duluan.Serahkan ia pada PT KAI,misalnya.Beres.
Dengan begitu,mudik menjadi lebih nyaman dan tidak memberatkan.Tetapi menjadi tugas pemerintah kemudian,agar ketersediaan angkutan lebaran menjadi memadai.Jangan sampai kita terlantar di terminal.Atau harga tiket yang melejit akibat permainan.
Salam.

2 komentar:

  1. saya ingin merasakan mudik seperti pakah sensasinya, ya? saya punya teman namanya Rian dari Jakarta. kalau musim LEbaran, dia beli tiket bis hanya untuk merasakan sensasi mudik.. pergi ke entah, ke mana saja, lalu pulang kembali ke rumahnya sebelum lebaran

    BalasHapus
  2. Saya selalu mudik ke Jember kalau lebaran.Naik bis yang membuat agak emosi selalu.Itu selepas terminal Lumajang,kalau dari Lumajang-Jember via Kencong memang selalu sopir bisnya 'terlalu sabar' .Tapi sayang saya gak ahli nulis eBBis,tak seperti sampean.

    BalasHapus