Rabu, 27 April 2016

Sukses itu Biasa

SUKSES bagi saya adalah hal biasa, hal yang luar biasa adalah bila saya gagal.
 Sutiyoso, Kepala BIN.


Senin, 04 April 2016

Mengintip Toilet VIP

Toilet VIP (Foto koleksi: M. Faizi)
DALAM perjalanan darat jarak jauh, hal kecil macam buang air kecil bisa menjadi bukan perkara kecil. Terlebih ketika kita tak membawa baju ganti untuk sholat. Pilihan pertama tentu SPBU yang selalu menyediakan toilet. Beberapa SPBU menggratiskan fasiltas ini sebagai bagian dari layanan mereka. Walau, bisa jadi, yang mampir kesitu murni hanya untuk numpang pipis dan tak mengisi BBM karena tandon di tanki kendaraan masih banyak. Sekalipun gratisan, beberapa SPBU memperhatikan betul kebersihan toilet dan ketersediaan airnya, walau di beberapa SPBU lainnya saya dapati tidak begitu; kondisinya relatif jorok dan tiada air pula.

Pilihan buang air berikutnya adalah di toilet masjid-masjid di pinggir jalan. Tiada tarifnya, hanya biasanya disediakan kotak amal di pintu masuk toilet dan tiada yang menjaga. Artinya; seikhlasnya saja. Tak mengisi pun tak mengapa walau kebangetan saja kiranya.

Toilet VIP tampak dari luar. (Foto: ediwe)
Setiap pulang kampung dan melihat di daerah Grati, Pasuruan, ada toilet VIP di sebuah SPBU, saya selalu penasaran. Beberapa kali ingin mampir sekadar mengintip toilet VIP itu, kok eman-eman saja. Uang sepuluh ribu rupiah sebagai tarifnya saya rasa terlalu mahal untuk sekadar sebagai ongkos pipis. Karena bukankah di SPBU lain kita bisa langsung kabur setelah pipis mak-cur? Lha kok ini mesti bayar segala, sepuluh ribu pula.

Kalau yang VIP ada showernya, air hangat pun selalu tersedia,' kata petugas kafetaria di SPBU itu menerangkan ketika saya tanya. “Kalau toilet biasa ada di sana, tarifnya lima ribu rupiah,” lanjut lelaki ramah itu menunjuk deretan toilet di sisi kanannya.

Oh, yang sepuluh ribu itu untuk dana kebersihan to? (Foto: ediwe)
Saya mengedar pandang; meja kursi tertata rapi di indor maupun outdor, pula ada beberapa sarana bermain anak-anak di halaman samping kafetaria. Benar-benar tempat istirahat yang nyaman untuk melepas penat dalam perjalanan. Untuk urusan perut pun tersedia. Walau, kalau melihat sebotol air mineral dan snack yang saya beli disini tadi berharga hampir dua kali lipat dari harga barang serupa di minimarket, bukan tidak mungkin harga makanan disini juga agak tak ramah kantong bagi orang seperti saya.

Lelaki kasir kafetaria yang ramah itu memanggil seorang bapak cleaning service ketika saya bilang akan melihat-lihat bagian dalam toilet VIP yang tarifnya selangit itu. Ya, di dinding depan toilet VIP itu memang tertempel pemberitahuan harus memanggil petugas kalau hendak menggunakannya.

Head dan hand shower dengan air panas dan dingin. (Foto: ediwe)
Bapak cleaning service itu membukakan untuk saya toilet nomor dua dari deretan kamar toilet VIP yang ada. Menyalakan lampunya, menghidupkan exhaust fan-nya lalu dengan sopan menyilakan saya masuk ke dalam.

Saya menghitung dinding keramiknya dan mendapati ukuran 1,5 x 1,6 meter luasnya. Ada head shower dan hand shower-nya, ada pula tissuenya. WC duduknya pun bersih tanpa kerak. Setelah menutup pintu dari dalam, saya menarik nafas agak dalam dan tak mendapati bau pesing tersisa masuk ke lubang hidung saya, walau sayangnya tak pula terdapat pewangi ruangannya.

Bersih, tidak pesing  tapi juga tidak wangi. (Foto: ediwe)
Dengan ventilasi memadai ditambah exhaust fan yang menyala, menjadikan saya tak kegerahan di dalam walau cuaca di luar begitu teriknya. Dengan cuaca seterik di luar itu, tentu air hangat kurang berguna, karena mandi pakai shower dengan air dingin tentu lebih mak-nyus segarnya. Oh, tidak, saya tidak mandi. Saya hanya pipis saja.

Betul, kalau masuk menggunakan toilet VIP itu sekadar untuk buang air kecil semata, tentu sama dengan buang-buang uang saja. Sepuluh ribu rupiah, bos. Uang segitu sudah bisa untuk beli BBM jenis Pertamax satu liter lebih, atau dapat empat bungkus jajan cenil atau klepon di bunderan Gempol sana sebagai buah tangan bagi anak-anak di rumah.****