Rabu, 25 Juli 2012

Pantun Ramadhan

landak berbulu badak berkubang
ayam menjerit kelaparan
tidak dahulu tidak sekarang
ada yang ngabuburit sambil pacaran

pandan di kebun berdaun ungu
pohon keluwih ditanam jarang
ramadhan belum seminggu
shof tarawih sudah berkurang

getah kelapa berwarna semu
jajaran tiang dalam bayangan
entah apa makna puasamu
bila kelaparan di siang, malam kekenyangan

raksasa biru pergi ke kiri
kompeni Belanda menginjak-injak
puasa itu menahan diri
tapi uang belanja malah melonjak

istri sholihah belajar sopan santun
sekarang Madinah dulu Yatsrib
ini hanyalah sekadar pantun
dikarang sambil menunggu maghrib *****

Selasa, 24 Juli 2012

Buka-bukaan Buka Puasa


DALAM hal ilmu falak atau fiqh, pengetahuan saya sangat dangkal sekali. Makanya, dalam penentuan awal puasa, saya selalu percaya kepada para ahlinya. Walau ketika ditanya teman, secara guyon sering saya bilang, “Saya ikut puasa yang belakangan, tetapi hari rayanya nanti ikut yang duluan.”

Lalu kalau diuber pertanyaan, “Kamu itu ikut NU apa Muhammadiyah?”

“Aku ini Muhammad-NU.”

Tentu saja itu guyon. Tentu saja itu hanya sebagai jawaban ngawur saja. Sekalipun begitu, dalam beberapa kali penentuan awal puasa, selalu saya ikut pemerintah. Dan kalau penentuan yang diumumkan pemerintah itu selalu sesuai hasil rukyatul hilal yang dilakukan oleh tim bentukan NU, itu mungkin termasuk kebetulan.

Membaca beberapa tulisan Agus Mustofa (penulis buku serial tasawuf modern) di Jawa Pos, saya menjadi tahu bahwa; semua ormas Islam kita sebenarnya telah sepakat kalau bulan Sya'ban tahun ini berakhir pada tanggal 19 Juli 2012 pukul 11.25 WIB. Tidak ada perbedaan sama sekali akan hal ini. Kalaupun ada, hanya tipiiis... sekali. Hanya dalam hitungan menit saja.

Dalam artikelnya, Agus Mustofa menulis, “...Sya'ban adalah bulan ke delapan dalam penanggalan Hijriyah, dan Ramadhan adalah bulan ke sembilan. Mestinya tidak ada jeda hari antara Sya'ban dan Ramadhan. Begitu Sya'ban habis, langsung masuk Ramadhan. Lha ini, Sya'ban berakhir pada Kamis, tetapi awal Ramadhan jatuh pada hari Sabtu”

Lha, terus Jum'at itu ikut bulan Sya'ban ataukan Ramadhan ataukan tidak punya bulan?

Jujur saya akui, saya mulai puasa ikutan yang hari Sabtu. Sejujur saya akui pula bahwa saya tidak punya kepinteran sama sekali tentang ilmu falak atau fiqh. Soal saya yang lebih condong makmum ke yang memakai prinsip rukyatul hilal dan tidak ke yang wujudul hilal itu lain hal. Lain hal pula kalau saya tidak mantap berbuka puasa kalau belum mendengar adzan secara langsung..

Begitulah, setiap pulang kerja di bulan puasa, saya selalu membawa sebotol air untuk membatalkan puasa di jalan nanti. Air itu adakalanya tidak terminum bila di jalan saya mendapatkan sebungkus ta'jil gratis yang dibagikan orang atau organisasi tertentu di beberapa titik jalanan kota ini. Itu kalau ketemu. Kalau tidak, ya air itu saya teguk begitu mendengar adzan. Selain itu, pada ponsel saya juga saya setel pengingat jam berbuka. Misalnya hari ini maghrib jatuh pada jam 17.31 WIB.

Tetapi, karena jalanan ramainya luar biasa saat jam pulang kantor begitu, sering sekali saya tidak mendengar adzan sambil bermotor begitu. Sekalipun jam pengingat ponsel telah saya rasakan getarnya dan saya dengar dentingnya di saku baju saya, tetapi sebelum telinga saya ini mendengar sendiri suara adzan dari sebuah masjid, kok ya rasanya saya kurang sreg untuk segera membatalkan puasa.

Dan, sering sekali ketika saya mendengar speaker dari sebuah masjid atau musholla, si muadzin telah selesai menunaikan tugasnya dan sudah mengumandangakan puji-pujian sebelum memulai sholat maghrib berjamaah. *****

Senin, 23 Juli 2012

P u l u n g

DENGAN hidung remuk dan gigi depan yang tanggal tiga, jangankan sedang meremehkan, sedang tertawa tulus pun ia akan nampak meremehkan. Belum lagi suara yang keluar dari mulutnya. Itu, kalau kau belum paham benar, akan terdengar sebagai siulan saja. Tetapi ketenarannya tiada tanding, tiada banding. Tanyakan orang sini, mulai dari ujung barat sana, jauh sampai ke selatan terminal nun di sana itu, setiap tangan akan menunjuk tepat bila engkau bertanya dimana Pulung tinggal.

Dulu, ia tidak seremuk itu wajahnya. Bayinya sungguh tidak mirip dengan bapak atau ibunya. Malah ia mirip sekali dengan Pak Subali. Pendek, sekaligus hitam. Tak ada yang tahu kenapa. Tiada pula yang mempersoalkannya. Justru, sejak saat itulah orang sekampung menyebutkan sebagai pulung. Sebuah nama yang lalu disematkan pula secara resmi oleh kedua orang tuanya.

Malam itu, Pulung masih dalam kandungan ketika besoknya pemilihan kepala desa dilangsungkan. Kau tahu, acara pemilihan kepala desa begitu, kehebohannya jauh mengalahkan riuh-rendahnya pemilihan presiden sekalipun. Rumah ibu Pulung yang berbatas tembok dengan balai desa, terasa panas entah oleh apa. Belum lagi suara-suara yang berseliweran di atas genting. “Kamu jangan keluar rumah. Kasihan bayi kita,” ayahnya mengelus perut yang di dalamnya Pulung sedang tertidur tenang.

Sabtu, 21 Juli 2012

Pembersih Yang Tidak Bersih


MANA bisa bersih kalau pembersihnya tidak bersih.”

“Setuju, Kang,” sahut Mas Bendo. “Kita membutuhkan orang-orang bersih. Di manapun. Di segala tingkatan. Sepertinya sudah sedemikina parah kebobrokan negeri kita ini. Apapun bisa dikorupsi. Bahkan, konon ini ya, pengadaan kitab suci dikorup juga.”

Kang Karib deleg-deleg mendengar ocehan Mas Bendo.

“Orang-orang bersih yang berani, di negeri kita ini selalu terancam kehidupannya. Sampeyan tentu masih ingat Munir. Ia, siapa yang tidak kenal keberaniannya? Dihabisi, diracun arsenik. .” mas Bendo bicaranya makin nglambyar rupanya.

Kang Karib mesem, tersenyum.

Sampeyan ini, kok malah mesam-mesem,” tanya Mas Bendo. “Jadi, apakah sampeyan masih punya keyakinan negeri kita ini akan bersih dari orang-orang kotor?”

“Kamu itu, nDo, nDo... Bicaramu itu kemelipen. Terlalu tinggi,” sahut Kang Karib.

Melip gimana to? Ini kan fakta. Ini nyata. Ini real, Kang...”

“Maksudku, aku sedang tidak tertarik untuk bicara tentang yang kamu bicarakan tadi.”

“Jadi, maksud sampeyan bilang 'mana bisa bersih kalau pembersihnya tidak bersih' tadi itu apa dong, Kang?”

“Aku hanya ingin membahas tentang handuk kumalmu itu,” Kang Karib menunjuk sehelai handuk warna cokelat yang ia tahu dulunya berwarna merah, yang sedang dijemur di samping rumah mas Bendo.

Mas Bendo nyengir; agak isin.

“Berapa kali kamu mandi dalam sehari?” Kang Karib bertanya.

“Minimal sekali.”

“Berapa kali dalam empat bulan handukmu itu kamu cuci?”

“Juga sekali.”

“Nah, itu maksudku...” *****

Selasa, 17 Juli 2012

Masa Depan

MASA depan adalah milik mereka yang percaya pada keindahan impian-impiannya.

Anna Eleanor Roosevelt (1884-1962)
First Lady USA 1933-1945.

Senin, 16 Juli 2012

Kapal, Minta Uang!

DUA buah baterai bekas yang sudah tak terpakai, saya adu 'pantatnya'. Kemudian bagian ujung lain yang ada nongolnya kecil itu, saya jepit pakai kawat yang saya bentuk setengah lingkaran. Di bagian tengah kawat yang melengkung itu, saya kasih tali penarik. Jadilah baterai itu mainan yang bisa diseret. Seperti mobil-mobilan. Lebih spesifik lagi; semacam sepur tumbuk. Dan ketika mainan itu saya kasihkan kepada si kecil, oh, rupanya ia tidak tertarik sama sekali. Ia tetap asyik dengan aneka mainan mobil-mobilan yang (entahlah, dari jaman saya kecil dulu sampai sekarang) selalu saja made in China.

Begitulah.
Anak sekarang tidak sekreatif anak jaman dulu. Sekarang, semua mainan adalah barang jadi, barang produksi pabrik. Dulu, jangan tanya. Kalau kulit jeruk sebagai bahan membuat mobil-mobilan sih itu sudah umum. Lha wong 'cumplung' saja bisa dijadikan mainan kok. Tahu cumplung? Itu adalah nama lain dari kelapa yang telah dilubangi tupai untuk dimakan isinya. Kelapa itu, biasanya, lalu jatuh sendiri tanpa diambil pemilik pohon kelapa. Dan cumplung itu, bagian yang berlubang itu, ditusuk pakai kayu yang agak kecil. Di dorong, jadilah ia 'mobil'.

Lain cumplung, lain pula upih. Upih adalah pangkal pelepah daun pinang yang bentuknya melebar. Benda ini, bisa kami sulap menjadi sarana permainan yang tak kalah mengasyikkan. Ia kami jadikan 'geretan'. Satu anak duduk di bagian yang melebar itu, satu lagi menarik dengan kencang. Permainan itu bisa dilakukan berdua dengan posisi bergantian, bisa juga dimainkan sebagai balapan, bila ada beberapa upih yang kami dapatkan.

Sambil trutusan ke kebun (maklum, desa saya itu jauh dari gunung, jauh pula dari hutan), sebagai camilan kami biasa mencari buah salam (yang daunnya lazim sebagai bumbu lodeh itu), atau juwet yang kalau memakan buahnya bisa membuat warna mulut dan lidah menjadi ungu.

Sebagai anak desa, kami punya pantangan. Salah satunya, kami tidak berani mengoleskan sabun colek ke rel kereta api yang melintas di kampung kami. Karena, ada keyakinan kuat diantara kami anak desa, bila rel kereta api diolesi sabun, kereta api bisa terpeleset bila melewatinya. Sebandel-bandelnya kami, tentu tak berani membuat penumpang kereta api itu celaka; terpeleset gara-gara sabun.

Satu lagi, bila ada pesawat terbang melintas di atas desa, siapapun kami, sekalipun sedang berada di dalam rumah, sontak akan meloncat ke luar rumah. Dan seolah ada yang mengomando, kami langsung menadahkan tangan sambil berteriak dengan lantang, “Kapal.... minta uaaannggggg.......”
(Kami, sebagai anak kampung, kala itu memang terbiasa menyebut pesawat terbang sebagai kapal.)

Tentu saja, perilaku katrok itu tidak saya turunkan ke anak-anak saya. Karena akan repot sekali. Betapa tidak. Rumah saya yang terbilang tidak terlalu jauh dari bandara ini, saban waktu ada saja pesawat yang melintas di atas rumah. Kalau setiap ada pesawat lewat selalu menadahkan tangan meminta uang, selain bisa menyebabkan tangan dan leher pegal, tentu bisa-bisa membuat tak sempat masuk rumah. *****


Sabtu, 14 Juli 2012

Pendengkur Terganggu Dengkur


Suara dengkur bisa mengganggu teman tidur.
Gambar: Google Images.
SEKALIPUN (konon) saya ini kalau tidur mendengkur, saya paling tidak bisa tidur bareng orang yang juga mendengkur. Lebih-lebih kalau teman tidur itu tidurnya start duluan.

Kenapa saya bilang konon, ya karena saya tidak pernah mendengar sendiri dengkuran saya.

Untunglah, anak-anak dan istri saya sudah sangat familier dengan suara dengkur saya. Sepertinya, mereka tidak pernah terganggu dengan suara yang tidak bisa saya tentukan nadanya ini. Tetapi, ketika saya cari tahu tentang apa itu dengkur, sepertinya, harus ada yang perlu dikhawatirkan tentang kebiasaan mengorok saya ini. Karena, mendengkur menjadi pertanda adanya kelainan pada saluran pernapasan seseorang. Seperti dikutip kantor berita Antara, dengkur ini bahkan bisa berakibat lebih serius seperti obstruktive sleep apnea (OSA).

OSA ini mampu menyebabkan tekanan darah seseorang mendadak menjadi tinggi, sehingga ada penderita yang tiba-tiba mengalami serangan stroke pada saat tidur. (Wih!)

Professor dari medikal klinis di Montefiore Medical Center, New York City, Robert Ostfeld, MD, mengatakan bahwa gejala-gejala yang paling terlihat bagi penderita OSA adalah mendengkur pada saat tidur dan terbangun dengan perasaan lelah.

Kegemukan memang cenderung menyebabkan tidur nmenjadi ngorok, tetapi beberapa teman saya yang termasuk langsing pun saya dapati kalau tidur juga mendengkur. Menurut artikel yang pernah saya baca, selain faktor obesitas, hal lain yang bisa menyebabkan seseorang tidur mendengkur adalah akibat posisi tidur, kebiasaan merokok, atau adanya gangguan pada hidung-tenggorokan.

Perut saya, menurut anak dan istri saya, memang makin gendut saja (Walau rekening tetap saja kurus. Hehe..) Dan, untuk mengurangi berat badan itu, hadehhh, jarang sekali saya berolah raga, Tetapi saya sudah lama berhenti merokok. Karenanya, sebagai langkah awal, malam nanti, saya ingin mengubah posisi tidur saya. Walau, tentu saja, yang namanya orang tidur, kalau sudah lelap, posisi bisa gonta-ganti tak terencana. 


Pagi-pagi saat bangun tidur, saya akan bertanya kepada anak atau istri saya. Dan kalau mereka menjawab saya semalaman masih tetap mendengkur dengan suara merdu mendayu-dayu, menurut artikel itu, saya harus memeriksakan diri ke dokter. *****

Jumat, 13 Juli 2012

Matahari Terbit di Madura

KALAU tidak salah, seminggu lagi sudah masuk bulan puasa. Penetapan ini masih menunggu sidang itsbat dulu. Walau, sebagaimana kita tahu, ada salah satu ormas Islam yang jauh-jauh hari sudah menetapkan hari pertama ramadhan tahun ini jatuh pada tanggal 20 Juli.

Tetapi, menyikapi awal ramadhan, ada yang telah menetapkan start lebih dulu untuk suatu kepentingan dagang. Di televisi, aroma ramadhan telah terasa sejak beberapa minggu yang lalu dengan mulai tayangnya iklan sirup, sarung-busana muslim atau biskuit. Di koran-koran, banyak sekali tempat perbelanjaan yang sudah memasang iklan berwarna satu halaman penuh untuk menjajakan dagangannya. Tentu dengan dibumbui iming-iming diskon, bahkan sampai 70%.

Hari ini, di halaman Ekonomi Bisnis sebuah harian, saya dapati berita lengkap dengan foto, sebuah jaringan ritel besar membuka gerai pertama di pulau garam. Naskahnya saya kutip sesuai aslinya saja ya. Begini;

Matahari Departement Store resmi buka di kota Bangkalan kemarin (12/7). Gerai ritel pertama di Madura itu menempati lantai 2 Bangkalan Plaza (Banplaz) di jalan Halim Perdanakusuma. Regional Manager PT. Matahari Departement Store Tbk (MDS) Jawa Timur, Tjipto Suparmin mengatakan, Matahari menempati area pembelanjaan seluas 4000 meter persegi. Dia berjanji, Matahari akan memberikan sumbangsih kepada masyarakat Bangkalan.(rm1/mat/jpnn)

Matahari memberikan sumbangsih kepada masyarakat Bangkalan? Ah, yang benar saja. Apa tidak terbalik tuh? Dengan aneka iklan yang menggiurkan. Dengan bahasa jualan yang begitu ampuhnya. Plus dengan tradisi (baca: nafsu) belanja masyarakat kita yang meninggi menjelang hari raya, sudah tentu aliran 'sumbangsih' akan lebih menggerojok ke Matahari.

Bagaimana? *****


Minggu, 08 Juli 2012

Cinta dan Sepak Bola

JIKA ada hal lain yang sangat menakjubkan di dunia ini selain cinta, adalah sepak bola.

Andrea Hirata, penulis.