Sabtu, 21 Juli 2012

Pembersih Yang Tidak Bersih


MANA bisa bersih kalau pembersihnya tidak bersih.”

“Setuju, Kang,” sahut Mas Bendo. “Kita membutuhkan orang-orang bersih. Di manapun. Di segala tingkatan. Sepertinya sudah sedemikina parah kebobrokan negeri kita ini. Apapun bisa dikorupsi. Bahkan, konon ini ya, pengadaan kitab suci dikorup juga.”

Kang Karib deleg-deleg mendengar ocehan Mas Bendo.

“Orang-orang bersih yang berani, di negeri kita ini selalu terancam kehidupannya. Sampeyan tentu masih ingat Munir. Ia, siapa yang tidak kenal keberaniannya? Dihabisi, diracun arsenik. .” mas Bendo bicaranya makin nglambyar rupanya.

Kang Karib mesem, tersenyum.

Sampeyan ini, kok malah mesam-mesem,” tanya Mas Bendo. “Jadi, apakah sampeyan masih punya keyakinan negeri kita ini akan bersih dari orang-orang kotor?”

“Kamu itu, nDo, nDo... Bicaramu itu kemelipen. Terlalu tinggi,” sahut Kang Karib.

Melip gimana to? Ini kan fakta. Ini nyata. Ini real, Kang...”

“Maksudku, aku sedang tidak tertarik untuk bicara tentang yang kamu bicarakan tadi.”

“Jadi, maksud sampeyan bilang 'mana bisa bersih kalau pembersihnya tidak bersih' tadi itu apa dong, Kang?”

“Aku hanya ingin membahas tentang handuk kumalmu itu,” Kang Karib menunjuk sehelai handuk warna cokelat yang ia tahu dulunya berwarna merah, yang sedang dijemur di samping rumah mas Bendo.

Mas Bendo nyengir; agak isin.

“Berapa kali kamu mandi dalam sehari?” Kang Karib bertanya.

“Minimal sekali.”

“Berapa kali dalam empat bulan handukmu itu kamu cuci?”

“Juga sekali.”

“Nah, itu maksudku...” *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar