Minggu, 17 Juli 2011

N y e k a r

BESOK sudah masuk Ramadan.Itu,salah satunya,yang membuat Sekar pulang.Dan syukurlah,suaminya mengijinkan.Malah ikut menyertainya.Tiga tahun sudah mereka tak pulang ke Indonesia.Tiga tahun pula Sekar memegang parport Malaysia.Setelah ia menikah dengan Saleem,pengusaha restoran langganan majikannya saat ia menjadi TKW sebagai baby sitter dulu.
Panah cinta memang kadang menancap tak terduga.Pun,yang dialami Sekar.Selalu menyertai,untuk momong anak majikannya kemanapun,juga ke sebuah restoran milik Saleem.Siapa nyana,Saleem terpikat oleh Sekar.Seorang TKW.Seorang janda.Seorang yang hanya ingin hidup mandiri.Dan memulai hidup baru.Sambil menyembuhkan luka hati,oleh suaminya.Ya,mantan suaminya.Sungguh,ia ingin menghapus kenangan pahitnya bersama Aksan.Sekalipun untuk itu Sekar harus pergi jauh.Dan hanya sebagai pembantu,dinegeri orang pula.
Mendarat di tanah air Jum’at sore.Sabtunya mereka beranjang sana kesanak saudara dan hadai taulan.Karena Minggu Sekar sudah merancang suatu acara khusus; nyekar ke makam.Awalnya Saleem tak habis pikir ketika Sekar mengajaknya ke makam.Makam siapa?Bukankah ayah dan ibunya masih ada.Belum meninggal.Kakek-neneknya juga.Lalu ke makam siapa?
“Makam orang spesial,yang samasa hidupnya sangat mencintaiku,”kata Sekar.
Dan Saleem,dengan segenap cinta,tak kuasa tak mengiyakan kehendak sang istri.
Mobil mengkilap itu,berjalan pelan menapak jalanan kampung.Debu yang beterbangan,mulai pula menerbangkan ingatan Sekar.Dulu.Ya,dulu ia pernah hidup di kampung ini.Kampung yang asli kampung.Walau ia hanya berjarak satu jam bermobil dari kota,ia adalah kampung yang tertinggal,sepertinya.Selalu ada wajah kemiskinan di sana-sini.
“Ikut tak?”tanya Sekar setelah Saleem memarkir mobil di depan makam.
“Bolehlah,”kata Saleem.
Makam khas kampung.Sederhana.Tetapi,apakah memang sebuah tanda kematian harus di megahkan?Entahlah.Sekar tak tahu.Seperti ia yang tak tahu letak makam yang ia tuju.Rumput ilalang berebut tinggi menutupi makam-makam yang tak terawat.Tanda bahwa sang keluarga tak terlalu peduli.
Besok sudah masuk Ramadan.Dan,tidak hanya hanya Sekar,ada beberapa orang yang mengunjungi makam ini.Membawa sabit dan sebungkus kembang.Tapi Sekar? Ia hanya membawa do’a dan kerinduan.Akan sosok Emak,mantan mertuanya.Almarhum sudah ia.Lima tahun lalu beliau berpulang.
Sepeninggal emak pula Sekar menjadi lebih berani.Lebih tak mau diperlakukan semaunya oleh Aksan,suaminya.
“Mabuk lagi kamu ,San?”songsong emak saat tengah malam Aksan pulang.
Aksan sempoyongan merebahkan tubuhnya ke sofa di ruang depan.
Sekar yang baru keluar kamar,memandanginya biasa saja.Terlampau sering ia mendapati suaminya pulang dalam keadaan begitu.Ia merasa lebih baik diam.Mendiamkannya.Walau hatinya terlampau perih.Tersayat-sayat.
Aksan,suaminya,yang dulu lembut dan penuh cinta,entah setan darimana yang menjerumuskannya ke keadaan begini.Luka yang menganga di dada Sekar,tergores saat ia dengan baik-baik menanyakan kenapa tiga hari tak pulang sementara dirumah emak lagi kurang sehat.
“Emak sakit karena memikirkan kamu tak segera memberinya cucu.Kamu mandul!”
Malam itu Sekar terjaga semalaman.Emak memikirkanku yang tak mampu memberinya cucu?Duh.
Emak,mertuanya,yang tak ia bedakan dengan ibunya sendiri,yang Sekar tahu tak pernah ada keruh disorot matanya,yang lugu,yang mengangapnya bukan sebagai menantu,tetapi sudah sebagai anak sendiri.Tak mungkin.Tak mungkin beliau begitu.Buktinya?
“Pergi kamu,Aksan.Pergi.Aku lebih rela kehilanganmu daripada kehilangan Sekar,”ronta emak ketika malam-malam Aksan menampar Sekar,kala ia tak mau memberikan kalung yang melingkar di lehernya.Aksan merebutnya,untuk modal berjudi.
Tamparan itu,rupanya juga sebagai tamparan di hati emak.Emak jatuh sakit.Keadaan yang sudah miskin,membuatnya jatuh lebih miskin.Dan Aksan,tetap asyik dengan dunianya.Tak peduli akan keadaan.Akh,Aksan...

Disebelah pembaringan Emak,Sekar merenung.Kalau bukan karena perempuan tua ini,lama sudah ia ingin bercerai dengan Aksan.Karena,sekalipun ia belum mampu memberinya keturunan,sepenuhnya ia tak mau disalahkan.Ya,ia merasa tak bersalah akan keadaan itu.Tetapi,sudahlah.Tak tertarik Sekar merentang masalah itu lebih panjang.Ia hanya mau memikirkan Emak.Yang makin hari makin lemah.Makin lemah.Lalu meninggal.
Keadaan berubah sudah.Emak sudah tiada.Padahal,dirumah ini,hanya ia yang mencintai Sekar.Selebihnya tidak ada.Aksan,satu-satunya anak Emak sekaligus satu-satunya lelaki dirumah ini,ia angap pula telah tidak ada.Maka,tiga bulan sepeninggal emak,Sekar telah bulat akan tekatnya;bercerai.
“Baik,kuturuti maumu.Toh kamu tak ada gunanya lagi disini,”
Tak sakit sudah hati Sekar di suguhi kata-kata itu.Toh,ia menganggap Aksan telah tidak ada.Sekar ingin bebas.Sekar ingin merdeka.Melupakan masa lalu yang kacau.Ia ingin terbang.Jauh.Menjadi TKW.

“Mencari makam siapa,bu?”lelaki tua membawa cangkul dan sabit mendekat.
Mungkin sejak tadi lelaki itu memperhatikan Sekar yang celingukan mencari letak makam Emak.
“Makam Emak,”jawab Sekar.
“Emak?Emak siapa?”
Sekar melepas kacamata hitamnya.Menoleh kearah Saleem.Padahal ia lebih kepada sedang berusaha mengingat nama mertuanya.Ia selalu memanggilnya Emak.Itu saja.
“Bukan orang tua sendiri,to?”tanya lelaki tua itu lagi.
“Iya”jawab Sekar.
“Kalau begitu,ia masih saudara atau ibunya siapa begitu?”
Oh,ini.Mau tak mau Sekar harus menyebut satu nama.Ya,nama anak Emak.Mantan suaminya.
“Bagaimana,sudah ingat?”
“Aksan...”agak pelan Sekar mengucapnya.
“Oh,mak Imah.Itu.Makamnya disana,”kata lelaki tua itu sambil menunjuk ke sudut timur,disebelah rumpun bambu.
Langkah lelaki tua itu menuntun kaki Sekar dan Saleem mengikuti.Kesebuah makam yang tak terawat mereka menuju.Ah,Aksan.Belum berubah rupanya ia.Sampai-sampai makam ibunya jadi begini.Ilalang nyaris setinggi perut.Dan sepasang nisannya tak terlihat dirambati rumput.
“Boleh saya bersihkan,bu?”kata lelaki tua itu.
Dan Sekar mengiyakannya.
Cekatan lelaki tua itu membabat rumput dan ilalang.Sampai bersih.Tetapi,selama ini Sekar tak mampu membersihkan ingatannya akan Emak.Ia perempuan terbaik dalam hidupnya,selain ibunya sendiri tentu.
Lelaki tua itu mengucap terima kasih seterima-terimakasihnya,saat Sekar memberinya selembar uang limapuluhribuan sebagai uang lelah telah membersihkan makam Emak.Lelaki tua itu sedang beruntung,rupanya.Dan,beruntung,dalam hal apapun,itu yang gagal dinikmati almarhumah Emak.Kasihan Emak.Tetapi semoga,kalau di dunia ia tidak beruntung,disisiNya ia lebih beruntung.
Sekar duduk.Lunglai.Tangan kanannya meraih nisan.Sekuat tenaga ia membendung air matanya.Ia diam.Dan Saleem tahu,Sekar butuh beberapa waktu menikmati rasa diam itu.
“Kutunggu di mobil ya?”katanya.
Sekar mengiyakan.
Sekar menarik nafas dalam.Ingin ia mengirim hawa segar kerongga dadanya yang terasa sesak.Sekaligus ia ingin meminta maaf kepada emak,karena ia datang tak membawa kembang.Tapi ia ingin meyakinkan emak,ia datang membawa sesuatu yang lebih berharga dan lebih wangi ketimbang kembang.Cinta.

Beberapa waktu Sekar hanya diam disitu.Dan,anehnya,ia merasa lega melakukannya.Seperti ia telah berhasil menumpahkan segala rindu didada.Sekali lagi ia menarik nafas.Terasa ringan.Di dadanya tak sesak lagi.Benar,lega sudah.Disaat itu,Sekar ingin pamitan kepada Emak.Ia ingin pulang.Karena,besok pagi,di hari pertama puasa,ia harus balik ke Malaysia.Dalam hati ia berjanji,lain waktu,ia akan kesini lagi.Melepas rindu di makam Emak.
Sebelum Sekar berdiri dari duduknya,ada bayangan orang datang di dekatnya.Laki-laki.Dengan wajah kurus tak terurus.Dan,terkesiap Sekar memandangnya.Ingat betul ia akan laki-laki itu.Ia anak satu-satunya Emak.Ya,laki-laki itu Aksan.
Sekar berdiri.Mengenakan kacamata hitamnya lagi.Dan melangkah.Menuju mobil,yang Saleem telah menunggu didalamnya. *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar