Selasa, 11 September 2018

Sambal Bongkot

DI desa Senganan, Banjar Soko, Penebel, Tabanan-Bali, saya punya warung makan langganan. Nama pemiliknya Bu Rahma. Tertulis di papan namanya sebagai Warung Muslim. Lokasinya tak seberapa jauh dari masjid Al Hamzah, menjadikan saya tak repot paling tidak dalam dua hal; makan dan sholat.

Secara rupiah, harga menu di warung Bu Rahma terbilang sangat ramah kantong. Godoh (pisang goreng) hanya limaratusan, seporsi makan hanya sepuluh ribu rupiah. Menunya dijamin halal, tapi tak terlalu banyak pilihan. Ya namanya juga warung di kampung. Lebih sering nasinya pakai beras merah, sering juga menunya berkisar antara plecing kangkung, eseng-eseng pare atau lodeh terong. Untuk lauk, walau kadang ada pindang, yang selalu ada adalah daging ayam suwir dengan dua varian; biasa dan pedas.

(Foto Dok. Pribadi)
Secara rasa, lidah saya ini tak terlalu rewel kok. Lebih-lebih kalau perut sudah lapar. Lebih-lebih kalau menunya terong. Tapi satu hal, untuk sambal bongkot di warung Bu Rahma, juga di Warung Muslim lain di Bali yang pernah saya kunjungi, kok masih gimanaaa gitu. Waktu itu sih... Iya, karena penasaran, di warung kadang saya minta dikasih sambal bongkot, “Dikit aja”, pesan saya, dengan maksud eman-eman kalau dikasih banyak takutnya nanti gak kemakan semua. Namanya juga masih taraf pengenalan. Dan, pih, kok si lidah saya yang gak rewel ini mendadak berontak kala merasakan si bongkot. Sekali lagi, waktu itu sih....

Kini, setelah sekian bulan saya balik ke Surabaya, kok jadi rindu sambal bongkot. Celakanya, kalau di Senganan di setiap tegalan ada tanaman bongkot, di Surabaya ini tak tahu kemana saya mesti mencari. Untungnya tempo hari saya dapat kiriman bongkot dari Tabanan. (Terima kasih Pak Firman yang sudah berbaik hati naik pesawat sambil nyangking bongkot. Terima kasih Pak dan Bu Kresni kiriman bongkotnya).

Di dapur Bu Kresni di desa Senganan, dulu saya pernah melihat cara beliau memasak sambal bongkot, dari sejak awal sampai siap hidang. Dan kemarin, saat bikin sambal bongkot itu, saya juga bertelepon kepada beliau memastikan resep dan tahapan cara bikin sambal khas ini tak melenceng jauh. Hasilnya lumayan. Indikasinya; kalau dulu istri saya sempat gebres-gebres saat incip sambal bongkot, kemarin itu, dengan hanya berlauk sambal bongkot, dia makan sampai nambah nasi lagi.

Ini bahan saat saya bikin sambal bongkot kemarin:
  • Kupas dua tunas muda bongkot (kecombrang), iris tipis lalu cuci sambil diremas-remas, bilas, tiriskan.
  • Iris tipis tiga siung bawang merah.
  • Iris tipis dua siung bawang putih.
  • Iris tipis cabe (jumlah sesuai selera)
  • Cuci ikan teri (jumlah sesuai selera) lalu tiriskan.
  • Garam (secukupnya)
  • Gula (secukupnya)

Cara masak:
  • Panaskan minyak (secukupnya) pada wajan.
  • Tumis irisan bawang merah, bawang putih dan cabe sampai layu.
  • Masukkan dan campurkan irisan bongkot.
  • Masukkan teri.
  • Taburkan garam dan gula secukupnya, aduk sampai rata.
  • Incip sampai didapat rasa yang pas.
  • Selesai, dan sambal bongkot siap dihidangkan.

Nah, mudah bukan?****



Tidak ada komentar:

Posting Komentar