Tampilkan postingan dengan label Siaran Televisi Digital di Surabaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Siaran Televisi Digital di Surabaya. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 Mei 2022

Siaran TV Digital Surabaya, Update Terbaru

ASO (Analog Switch Off) ditunda. Walau tidak semua area. Setelah sekian lama ditunggu. Padahal jauh hari sudah dijadwalkan. Malah pakai hitung mundur segala. Start-nya jelas. Tanggal 30 April 2022.  Artinya, per tanggal 1 Mei 2022, beberapa wilayah itu siaran tv analognya mati. Dimatikan. Serentak. Tetapi, sebagaimana terjadi, kematian serentak itu urung terjadi. Hanya sebagian kecil yang dimatikan analognya. Lainnya menunggu lagi. Dengan beragam alasan. Namun sampai kapan?

Jadilah beberapa teman yang gegap gempita secara sukarela mensosialisasikan ASO itu di sosmed, jadi gimanaaa gitu. Malu? Mungkin. Apalagi, sebagaimana hal apapun, pasti ada yang kontra. Yang kemudian menjadi saling sindir. Antara pemerhati dan pendukung migrasi analog ke digital, dengan kelompok jalur wajan, jalur digital langit. Yang sedari awal gak yakin ASO akan mulus. Bahkan, diantara mereka ada yang tidak percaya siaran digital terrestrial ini gratis selamanya. Padahal, secara legal formal, siaran digital ini terang-terangan mendaku sebagai FTA. 

Setelah 'geger rada gedhen' tempo hari, kini pelahan tensi mereda lagi. Semua ngaso membahas ASO. Walau ada selentingan beberapa televisi akan melakukan ASO mandiri. SBO yang kini berbendera Jawa Pos TV termasuk yang dikabarkan telah menyuntik mati siaran analognya. Maaf, saat saya menulis ini, saya belum mengeceknya.


Update Siaran TV Digital Surabaya di kanal
Youtube saya. Subscribe ya.... 😊

Kalau di area Surabaya sendiri, belum ada penambahan channel lagi di kanal digital. Masih 29, dengan NET. belum nongol. Untuk tv lokal Surabaya, setelah ArekTV on air di MUX Viva, praktis tinggal SurabayaTV yang belum. Eh, tapi... apakah SurabayaTV masih mengudara di jalur analog ya? Ataukah ia, dengan gaungnya yang tak terdengar, sedang mati suri?

Baiklah, berikut daftar MUX dan channel yang sudah mengudara di kanal digital untuk area Surabaya;

-MUX Viva (ch. 23/490 MHz): antv, tvOne, ArekTV

-MUX Media Grup (ch. 25/506 MHz): MetroTV, Magna Channel, BNTV, TV9, MaduTV, BBSTV, Jtv, Jawa Pos TV

MUX Trans Grup (ch. 27/522 MHz): Trans7, TransTV, CNN Indonesia, CNBC Indonesia.

MUX Emtek (ch. 29/538 MHz): SCTV, Indosiar, O Channel, MentariTV, RTV, KompasTV

MUX TVRI (ch 35 / 586 MHz): TVRI Nasional, TVRI Jatim, TVRI 3 TVRI Sport

MUX MNC Grup (ch. 41/634 MHz): RCTI, MNCTV, GlobalTV, INews

****

Kamis, 24 Maret 2022

Satu STB untuk Dua Televisi

LAMA sudah kabar migrasi dari televisi analog ke siaran televisi digital ini digaungkan. Sayangnya, gaung itu sempat laksana suara yang dibunyikan dari kejauhan nun disana. Timbul, tenggelam. Lalu ditanggapinya pun secara sayup-sayup saja. Kalah oleh heboh-heboh hal lain, toh siaran tivi tetap mengudara. Analog. Kadang dapat bonus gambar bersemut, dan suara mendesis.

Ketika sebuah gaung tak bersambut (oh, itu gayung ya?) lambat laun kemudian ada yang nakal meramal: jangan-jangan migrasi siaran televisi dari analog ke digital (yang secara teknologi meruoakan keniscayaan ini) batal. 

Sebuah prediksi sembrono yang sebentar lagi terbukti tak terbukti. Buktinya, per tanggal 30 April tahun 2022 ini di beberapa daerah akan mulai penyuntikan mati siaran televisi analog. Semoga suntikan itu benar-benar mematikan. Sehingga, LPS (Lembaga Penyiaran Swasta) yang tak ma(mp)u bersiaran digital, menjadi tak berani main ulur kematiannya dengan tetap genit mengudara di kanal analog. Saya kira deadline-jelas, semoga didukung oleh pendukung lsin yang yang juga tegas: pokoknya siaran televisi analog tidak boleh lagi mengudara. Titik. Tak ada Sandora. 

Toh telah banyak masyarakat yang pesawat televisinya sudah support DVB-T2. Juga, beberapa LPS telah pula mulai membagikan STB gratis untuk keluarga dengan ktiteria tertentu. 


☝️
Versi Youtube dari topik yang sama.

Namanya dikasih, satu unit STB cukuplah. Tetapi kalau di rumah pesawat televisinya ada dua, satu LCD, satu lagi tivi tabung. Gimana dong agar keduanya masih bisa ditonton?

Sabtu, 30 Oktober 2021

Antena Indor Andal untuk TV Digital

SECARA kepastian, walau karena pandemi, yang semula dijadwal dimulai bulan Agustus tahun ini diundur start-nya menjadi April tahun 2022, namun deadline-nya tetap. Analog Switch Off akan dilakukan pada 22 November 2022. Berarti persis setahun lagi bila dihitung dari saat saya membuat tulisan ini.

Artinya apa?

Setelah bertahun-tahun serasa di-PHP, semoga geliat dan progress migrasi siaran tivi dari analog ke digital benar-benar akan terjadi. Dan sepertinya memang akan segera terjadi. Sehingga kita bisa segera berdada-dada mengucap selamat tinggal siaran tivi dengan gambar kepyur bersemut. Menuju era tivi bergambar glowing, clink dan bening! Kalau menurut si Modi yang muncul di sudut layar kaca: Bersih, jernih, canggih!

Menyongsong era itu, para pelaku usaha telah menyambutnya dengan -bisa diintip dari aneka kebutuhan yang terkait dengan itu- mulai marak di pasaran. Dari mulai produsen pesawat tivi yang kabarnya akan segera berhenti memproduksi pesawat tivi analog, dan segera total memproduksi tivi digital, bahkan mulai dari ukuran inch yang biasa dijangkau kelas menengah, aneka merk STB yang membanjiri pasaran membuat harga makin membumi, termasuk tersedianya aneka merk antena yang mendaku sebagai antena khusus digital.

Rabu, 03 Maret 2021

Antara PF-209 dan Polytron PDV600T2

KEMARIN saya beli set top box lagi. Dari merk terkenal, Polytron. Type PDV 600T2. Saya sudah punya set top box, sebenarnya. Yang saya beli sudah lama sekali. Jauh sebelum saya banting setir mencari jalur langit, tracking tv satelit.

Gara-garanya, waktu sekitar tujuh tahun yang lalu itu, geliat migrasi tv analog ke digital lelet sekali. Saya dikompori teman agar dolanan jalur langit saja. Dan saya turuti. 

Sekarang geliat migrasi analog ke digital sudah ada kepastian. November 2022. Istilahnya ASO alias Analog Switch Off. Saat mana semua siaran televisi di Indonesia harus sudah berhenti bersiaran analog. Harus beralih ke kanal digital. Sebuah deadline yang disambut suka cita teman-teman pemerhati siaran televisi. Juga oleh pemirsa yang ingin gambar di layar tv menjadi clink, bening.

Terlebih bagi yang telah punya pesawat tv yang sudah support DVB-T2. Yang selama ini terpaksa cuma untuk menangkap siaran analog. 

Hal lainnya lagi adalah mulai ramai kembali peredaran set top box. Ini untuk golongan kaum seperti saya; kaum yang pesawat tivinya masih analog. Agar bisa menangkap siaran digital tidak bisa tidak, kudu pakai alat yang namanya set top box itu.

Baiklah, di bawah ini saya akan tampilkan foto perbandingan penangkapan antara dua set top box milik saya. (Dalam membuat perbandingan ini, yang berbeda hanya set top box-nya saya. Sedangkan pesawat tivi dan antenanya tetap sama.)

Nah, antara set top box PF-209 dan Polytron PDV 600T2, sakti mana dalam menangkap sinyal tivi digital terrestrial?

MUX Viva

MUX Media Grup

MUX Trans

MUX Grup Emtek.

MUX TVRI

Itulah penampakannya. Sakti mana? Beda tipis sepertinya. Pada PF-209 sinyal MUX Emtek terdetek, sedangkan pada Polytron tiada penampakan batang sinyal sama sekali. Walau demikian, menggunakan PF-209, saat di-scan tetap zonk pada pesawat tv saya.

Jadi, apa set top box andalan Anda? ****


Sabtu, 29 Februari 2020

Transponder Baru CNN di Telkom-4

Transponder CNN yang
lama; zonk.
BEBERAPA lama tiba-tiba channel CNN Indonesia di transponder 3880 H 2251 pada televisi saya zonk. Gelap. Padahal channel lainnya di satelit Telkom-4 aman terkendali. Ada apa gerangan? Saya terlanjur berburuk sangka; bahwa saluran berita yang di Indonesia menjadi milik CT Corp itu hanya bisa dinikmati pada kanal berbayar saja. Ada sih yang gratis; di kanal digital terrestrial saja.

Tenyata dugaan saya salah. Sesalah dugaan saya kalau bika Ambon itu beradal dari Ambon. Juga dugaan saya bila Dewi Perssik itu dari Kediri.😊

Setelah gogling sana sini, ternyata saya mendapat informasi bahwa CNN hanya berganti transponder saja. Dan masih tetap FTA, masih pula di satelit yang sama; Telkom-4. Maka, langsung saja saya menambahkan transponder baru di satelit Telkom-4. Langsung dapat sinyal. Lumayan luber, 72%.
Transponder baru CNN;
3881 H 3199

CNBC Indonesia
Kabar baiknya lagi, di transponder baru 3881 H 3199 itu, CNN tidak tampil sendiri, namun bersama CNBC Indonesia. Sama-sama dimiliki oleh perusahaan Chaerul Tanjung, sama-sama kanal berita, tapi yang CNBC lebih fokus ke bidang ekonomi-bisnis.

 
Layar CNN Indonesia.
Tentang menarik-tidaknya sebuah saluran televisi, tentu tergantung pada ketertarikan pemirsa pada masing-masing konten yang tersaji. Namun, dengan semakin beragamnya saluran berita yang ada, paling tidak, bisa menambah perspektif  pemirsa dalam menyikapi sebuah informasi.*****

Kamis, 12 Januari 2017

Ajal Siaran TV Digital Terrestrial?

 
'Mendiang' penampakan sinyal Viva grup.
IYA, saya akan menulis tentang televisi lagi. Tetapi, kali ini, bukan tentang Ninmedia yang sejauh ini, walau telah ada FashionTV, NHK Word, Al Jazeera, Zing, DW (sekalipun yang saya sebut itu masih nongol sebagai test signal) ketahuilah, MNC grup masih belum ada. Bukan pula tentang si pendatang baru dari MMP atau SMV, yang walau sama-sama gratisan, tetapi ada perbedaan mendasar dengan Ninmedia. Yakni, bila kita bisa menyaksikan siaran dari Ninmedia (Chinasat-11/98*E) dengan hanya memakai perangkat yang dijual bebas di pasaran, tetapi untuk bisa menyaksikan konten dari SMV/MMP, perangkatnya kita harus kita beli dari mereka. Kabarnya, akhir Januari ini, setelah sekian waktu melakukan siaran percobaan, SMV akan resmi mengudara dengan platform yang disebut FTV, Free to View. Bukan FTA, Free to Air, seperti yang diterapkan oleh Ninmedia. Iya, kali ini, saya kembali menulis tentang siaran tv digital terrestrial. Nah, bagaimana kabar siaran televisi digital terrestrial di tempat Anda?

Seperti yang sempat diberitakan dan menjadi perhatian bagi sebagian pemirsa yang menunggu realisasi migrasi siaran televisi dari analog ke digital, era dimana gambar televisi yang diterima pesawat televisi kita tidak lagi bersemut walau antena sudah dipasang tinggi-tinggi sekali. Kerinduan itu bukan tanpa sebab, karena bukankah telah pernah tersiar kabar pemerintah akan melakukan switch off siaran televisi analog yang konon rakus memakan bandwitdh dan segera melakukan upgrade sistem penyiaran ke teknologi digital.

Laiknya langkah si renta, progress penerapan sistem yang di negara maju adalah sebuah kelaziman dan keniscayaan ini disini ternyata sangat tertatih sekali. Ada saja ganjalannya, ada saja kendalanya. Baik teknis, maupun (yang lebih dominan, sepertinya) adalah hal non teknis.

Untuk hal teknis, sejak 15 Juni sam 15 Desember 2016 kemarin (dan bisa diperpanjang masa trial ini), pemerintah dan beberapa lembaga penyiaran yang concern mendukung program ini, melakukan ujicoba non kemersial di beberapa kota Indonesia dengan TVRI sebagai penyedia insfrastruskturnya. Intinya, konten milik beberapa lembaga penyiaran itu dipancarkan menggunakan MUX milik TVRI. Maaf, saya tak hafal di kota mana televisi apa saja yang mengudara melalui uji coba ini. Tetapi, di Surabaya ini, tadi malam saya sempatkan untuk mengintipkannya untuk Anda.

Kalau MUX MNC grup (ch. 41/643 MHz) sudah sekian lama tiada itu saya sudah duga, tetapi kok ketika saya cari MUX MetroTV (ch. 25/506 MHz) juga sudah tidak lagi mengudara itu yang saya baru tahu. Termasuk MUX TransCorp (ch. 27/522 MHz) yang ternyata ikutan menghilang, menyusul MUX Viva grup (ch. 23/490 MHz), dan Emtek yang sedari dulu turun dari udara setelah sebentar sempat on air.

Kini (saat saya lakukan scan), praktis tinggal konten TVRI yang masih bisa dinikmati. Yakni, TVRI1 Jatim, TVRI2 Jatim, TVRI3, TVRI4 plus peserta ujicoba non kemersial yang 'digendongnya'; CNN Indonesia, NusantaraTV dan Inspira.

Sepertinya, program migrasi ini makin lemah saja gaungnya. Dan detak yang makin melemah, kita tahu, adalah pertanda ajal telah tak terlalu jauh jaraknya. Kalau demikian kenyataannya, pemirsa televisi di negeri ini mesti entah sampai kapan lebih bersabar lagi untuk menunggu menikmati siaran televisi dengan konten beragam dan gambar yang cling bebas bintik. Produsen televisi yang telah melangkah begitu maju dengan menghadirkan produk kualitas bagus yang bisa memanjakan mata pemirrsa, menjadi kurang berguna ketika siaran yang tertangkap masih analog dan cuma segitu mutunya.

Tetapi, untungnya, selalu ada pilihan dalam hidup. Tak perlu menyebut, untuk bisa menikmati siaran berkualitas digital tetapi tetap tak berbayar, kalau mau, ada kok pilihannya. Mau? *****


Kamis, 24 Maret 2016

Selamat Tinggal TV Digital

TENGOKLAH bilah samping kiri blog ini; posting yang nangkring teratas sebagai yang sering dibaca adalah mengenai tv digital. Beratus-ratus komentar mampir di salah satu artikel saya tentang pengganti sistem analog dalam dunia pertelevisian itu. Tandanya, masih banyak yang berminat menikmati siaran tv digital terrestrial yang sayangnya sampai kini progress-nya hanya begitu-begitu saja. Ya, bisa jadi saya salah. Bisa jadi regulasi yang lebh matang telah siap dieksekusi untuk diterapkan di lapangan, dan sebagai pemirsa kita akan sangat dimanjakan dengan gambar-suara bening plus konten siaran yang banyak sekali dengan genre dan segmentasi beragam.

Memanfaatkan dish kecil ex pay tv.
Jujur, sejak asyik belajar tracking pakai antena parabola, saya sudah agak lama tidak melihat konten siaran pada kanal digital terrestrial, sehingga kalau ditanya ada berapa channel yang sekarang on air di Surabaya ini, saya hanya bisa angkat bahu; tidak tahu.

Tentang tv digital, boleh jadi kita yang tinggal di kota ini sudah ketinggalan dengan saudara-saudara kita yang tinggal di pedalaman. Sementara kita yang di kota masih mengharap digital terrestrial (sitem penyiaran yang dipancarkan lewat antena pemancar) mereka sudah menangkap dengan kualitas HD siaran dari banyak satelit, tidak cuma siaran yang terpancar dari satelit Palapa dan Telkom saja. (Eit, eit, jangan bicara yang pay tv ya, saya sedang bicara tentang yang FTA saja, walau –dengan reciever tertentu yang bisa dipakai fly-- saudara kita di pedalaman sudah bisa menembus ke konten premium yang masuk dalam jajaran channel pay tv).

Salah satu, dari sekian banyak channel, yang Coming Soon.
Kecuali parabola milik pay tv, bukankah yang untuk FTA ukurannya sebesar gajah dan makan tempat. Padahal rumah kita di kota kurang ada tersedia tempat untuk menaruh dish yang minimal berdiameter 1,6 meter itu. Kendala inilah yang sepertinya dibidik Ninmedia, sebuah perusahaan yang menghimpun pemilik konten siaran untuk menayangkannya lewat satelit secara gratis (FTA-- Free to Air) dengan menggunakan parabola kecil type offset seperti yang lazim digunakan pay tv.

Ya, kita masih sedang membicarakan satelit Chinasat11 yang kini hangat diperbincangkan, yang konon nanti berisi lebih dari 200 (baca: duaratus!) konten siaran dan itu gratis selamanya. Dengan jangkauan (beam) seluruh Indonesia, ia manjadi momok bagi program tv digital yang kita ungkap di awal tulisan ini.
Gambarannya begini; demi bisa bersiaran di kanal digital terrestrial, sebuah lembaga penyiaran yang tidak memenangi pengadaan MUX, harus menyewa kepada si pemenang dengan harga sekian puluh juta rupiah sebulan untuk jangkauan satu kota tertentu. Katakanlah ia akan bersiaran di lima kota, kalikan saja biaya sewa MUX itu dengan nominal tersebut. Sementara, dengan menyewa slot siaran di satelit Chinasat11, ambil contoh, penyelenggara siaran cuma membayar konon hanya 150 juta rupiah sebulan dengan jangkauan seluruh Indonesia. Simpel mana, coba. Dan murah mana? Tentu murah sewa slot satelit Chinasat11 bukan?

Kini, yang sudah aktif baru 1 transponder (dari lima yang haknya dipegang Ninmedia) dan masing-masing transponder akan berisi 45 slot siaran. Beberapa stasiun televisi lokal/nasional yang telah mengudara di situ (MetroTV, tvOne, antv, Net, BeritaSatu, KompasTV, TransTV, Trans|7, RajawaliTV, Prambors, PopularTV, Saluran Film Indonesia, SportOne dll –kalau MNC grup juga sudah berada disitu, lengkap sudah channel Palapa-Telkom di Chiansat11), dan saluran lain masih dalam tahap Coming Soon.

SportOne, saudara antv dan tvOne,
sudah mengudara di Chinasat11.
Ambil misal SportOne, banyak orang menunggu stasiun televisi khusus olahraga pertama di Indonesia itu menngudara via MUX Viva bersama antv dan tvOne (karena memang satu grup), tapi justru kini ia telah mengudara secara nasional lewat Chinasat11. Bagaimana, apa masih terlalu berharap pada kanal digital terrestrial?

Memang STB (Set Top Box) alias reciever untuk satelit harganya malah lebih murah dari DVB-T2, tetapi kan harus ganti antena. Come on, Anda bisa pakai antena pay tv jenis Ku band yang nganggur di atas itu yang sudah lama tak berfungsi karena Anda telah berhenti melanggani sebuah pay tv tertentu. Atau, kalau tidak ada, carilah ke pengepul barang rongsokan, niscaya –kalau Anda beruntung, Anda bisa mendapatkannya dengan harga yang sama sekali tak akan menguras isi kantong.

Lalu kalau Anda punya waktu, tracking-lah ke posisi 98.0º E, masukkan frekuensi 12500 V 43200, dapat deh konten-konten yang saya sebut di atas. Atau, kalau belum-belum sudah merasa ribet dan tak punya waktu dan skill, panggillah teknisi untuk keperluan itu. Itu kalau Anda tak punya waktu tetapi punya uang. Hehe...

Kemudian, kalau sudah kita dapatkan konten siaran yang buanyak sekali di Chinasat11 itu, mari bersama berujar, “Selamat tinggal tv digital terrestrial...” *****


Sabtu, 19 Desember 2015

Habis KompasTV, Terbitlah Trans|7 HD

BAGAIMANA kabar tv digital? Bagaimana kabar STB Anda? Masih aman di kardusnya. Baik, itu lebih baik. Iya, channel yang ada belum bertambah, MUX yang on air juga belum berubah. Ya, begini ini nasib kalau kita sudah beli STB dan konten siaran yang ada juga masih itu-itu saja (yang masih juga bisa disaksikan di jalur analog). Kalau Surabaya saja sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta saja masih begini, bagaimana nasib siaran tv digital di kota yang lebih kecil ya?

Artikel terkait: Selamat tinggal siaran tv digital terrestrial.

Penampakan Trans|7 HD pada pesawat televisi saya yang masih tabung.
Kemarin, secara iseng saya menghidupkan STB yang sudah sekian lama menganggur dan, oh ada perubahan ini. Trans|7 sudah HD. Iya sih, di Jakarta (juga Jogja?) pernah saya baca memang sudah HD, tetapi di Surabaya ini baru sekarang saya tahu. Sejak kapan ya?

“Sejak ultah TransMedia kemarin,” jawab seorang teman ketika gambar layar Trans|7 itu saya pampang di akun Facebook.

Lha, tapi sakarang KompasTV tidak ada lagi di MUX TransMedia 522 MHz. Kenapa ?”

“Memang begitu itu, Kang,” seorang teman saya menjelaskan, “siaran HD itu butuh bandwidth yang gede, jadi ada siaran yang mesti dikorbankan.”

Pantauan teman lain di kawasan Kedung Adem, Bojonegoro.
(foto: Agung Rama Elektronika/FB)
Saya yang memang awam akan hal ini cuma manggut-manggut saja diterangkan begitu. Tetapi, “Tentang KompasTV yang menghilang dari MUX TransMedia ada cerita tersendiri,” teman yang lain, yang juga pengamat televisi, menimpali.

Saya tak menguberkan tentang ada cerita apa di balik hengkangnya KompasTV dari MUX TransMedia, dan lebih menunggu saja si teman tadi itu meposting ulasan mengenai hal itu di blognya. (Sungguh saya tunggu lho, Dave...)


Rabu, 17 Desember 2014

Mengejar TVRI, Menangkap tvOne

Penampakan antv dengan STB PF-209
Scan pakai Getmecom HD-9
SUDAH dua hari ini on air-nya, Kang,” begitu kata seorang teman lewat telepon tadi malam, beberapa saat setelah saya menulis status demi mengabarkan MUX Viva grup pada 490MHz/Ch.23 telah kembali mengudara di Surabaya.

Dengan kembali megudaranya tvOne dan antv di kanal digital, menjadikan hanya MUX Emtek Grup (SCTV, Indosiar dan O Channel –538MHz/Ch.29) yang belum kembali on air di kota Pahlawan ini..

Terbilang sudah agak lama saya tidak menyalakan set top box DVB-T2 karena channel yang ada cuma itu-itu saja. Bukannya content bertambah, malah sering berkurang. Pernah suatu kali MetroTV berhari-hari menghilang dari udara, juga MNC grup. Walau yang saya sebut tadi sekarang sudah on lagi, tetapi yang lumayan lama 'tidur' ya MUX Viva dan Emtek.


Semalam saya kembali menyalakan STB karena membaca status seorang teman Facebook di Semarang yang menulis bahwa TVRI telah menambah content; ada TVRI Budaya dan TVRI Sport. Ini hal yang langsung saya hubungkan dengan yang hari-hari ini saya baca di grup satelit pada jejaring sosial media. Bahwa, sekalipun sinyalnya masih pelit, pada siaran satelit TVRI telah menambah content demi melengkapi siaran TVRI Nasional yang ada selama ini. Ya, yang saya maksud tentu yang ada di satelit Palapa, bukan beberapa siaran TVRI Daerah yang ada di satelit Telkom-1.


tvOne hasil scan STB PF-209
Kalaulah saya sejauh ini belum bisa lock transponder 3767 H 4000 (ada pula yang bilang 3768 H 4000) yang dihuni TVRI Sport dan TVRI Budaya, bukan disebabkan masih pelitnya sinyal di frekuensi itu, tetapi lebih disebabkan kurang pinternya saya dalam hal tracking. Atau, ini kecurigaan saya, posisi dish dan atau LNB saya belum pas betul ke arah Palapa-D.
tvOne scan pakai Getmecom HD-9


TVRI Nasional cling tidak pakai cekot-cekot.
Masih gagal lock pakai DVB-S, saya banting setir menyalakan DVB-T2 dan (tidak seperti yang dibilang teman dari Semarang) di kawasan Surabaya TVRI masih belum ada perubahan. Masih –sekalipun siaran empat saluran-- isinya ya tetap sami mawon alias mak plek sama. Mungkin yang dialami teman-teman di Semarang itu masih dalam taraf uji coba. Tapi bersyukurlah, paling tidak, telah ada tambahan content baru. Harapannya, tentu saja, progress siaran televisi digital terrrestrial dengan Monkominfo yang baru sekarang ini makin jelas, dan tidak sekadar jalan di tempat.
Sinyal TVRI baru di Palapa-D milik saya masih 0%.
Untuk siaran satelit, saya scan pakai
reciever Matrix Apple III PVR.


Saya belum tahu apakah di kawasan lain.semua MUX yang telah ditetapkan sudah bersiaran secara full power sekaligus full time. Informasi seorang teman, untuk MUX Emtek (SCTV dkk) di Surabaya ini, pengerjaan infrastrukturnya dibarengkan dengan persiapan beroperasinya pay tv sistem antena biasa bernama NexMedia.*****


Rabu, 05 November 2014

Tips Membeli Set Top Box

SAYA agak merasa bersalah ketika membuat artikel tentang kepekaan set top box dan mendapat lumayan banyak tanggapan/komentar. Sebagian besar menanyakan set top box merek apa yang pada artikel itu memang tidak saya sebut secara gamblang. Sebagian lainnya menanyakan set top box merek apa yang layak direkomendasikan. 
 
Sebagai hal yang menyenangkan, tentu saja, ketika masyarakat pemirsa relatif antusias menyikapi isu siaran televisi digital. Isu? Ah, barangkali agak kurang tepat juga saya mengistilahkan hal itu sebagai isu belaka. Tetapi saya agak kesulitan menemukan kosa kata yang pas untuk menggambarkan perkembangan siaran televisi digital terrestrial yang progress-nya cuma begitu-begitu saja.

Baca juga: Selamat tinggal siaran tv digital terrestrial.

Bisa jadi saya salah. Bisa jadi, karena sudah agak lama saya tidak menghidupkan STB, sekarang siaran tv digital sudah berisi ratusan konten/channel. Anda, yang tidak seperti saya, yang tidak kehilangan kekhusyu'an dan kesabaran setiap kali menghidupkan reciever cuma mendapati maksimal empat MUX yang belum 'tiarap', sekarang sudah girang bukan kepalang menikmati aneka tayangan dari sekian banyak frekuensi yang ada. Disaat Anda beruntung begitu, anggap saja sebagai manusia yang ketinggalan zaman!

Kembali ke soal awal; tentang set top box. Jujur, saya juga sudah agak kurang update tentang perkembangan merek-merek STB. Sekarang saya buka saja; set top box yang saya punya adalah Bomba (masih DVB-T1),TCL, Getmecom-HD9 dan PF-209. Yang mana yang terbaik diantara semua itu?

Sebagai yang masih DVB-T1, Bomba tak usah ikut dibahas. Sedang si TCL, yang tepat setahun saya pakai tunner sudah tidak berfungsi, juga abaikan saja. Sehingga praktis yang saya pakai sekarang cuma Getmecom-HD9 dan PF-209.

Getmecom-HD9 saya ini, sayangnya juga penangkap sinyalnya sudah agak 'tumpul'. Penjelasan dari ini adalah, ketika sinyal dari MUX MNC grup (Channel 41) yang oleh PF-209 masih bisa ditampilkan, pada Getmecom-HD9 sama sekali tidak ada penampakan. Begitu juga MUX Emtek di kanal 29. Pendek kata, punya saya yang PF-209 lebih tajam dalam menangkap signal dibanding si Getmecom-HD9.

Eits, tetapi tunggu dulu. Ini pengalaman pribadi saya dan jangan buru-buru di-gebyah uyah semua Getmecom-HD9 tumpul dan PF-209 tajam. Bisa jadi ini kasuistis semata, namanya juga barang elektronik. Atau Anda punya pakem/patokan tertentu yang bisa dijadikan simpulan atas hal tersebut.

Tetapi, masih tentang set top box yang adalah barang elektronika, layanan purna jual layak dijadikan pertimbangan sebelum membeli barang. Jangan sampai, sudah mahal-mahal membeli, saat ada trouble, tak tahu kita harus membawanya kemana. Ini saya alami ketika STB merek TCL yang saya punya. Saat tunner-nya tidak berfungsi begitu, tak tahu saya harus menyembuhkannya kemana, karena tak tahu dimana letak Service Center-nya. Iya, layanan after sales-nya harus ada, syukur-syukur itu ada di dekat kita. 
 
Sampai disini tentu sudah agak jelas; bahwa hanya merek-merek tertentu saja yang didukung Cervice Centre yang tidak abal-abal. Bahkan, di Surabaya ini, tak tahu dimana letak layanan after sales dari si Getmecom-HD9. (Tentang ini, tentu saya bisa baca di manual book-nya). Tetapi, saat saya baca buku manual dari si PF-209 (yang ternyata merek ini bukan milik dari produsen antena PF yang sudah kita kenal), tempat yang disebut Service Center adalah sebuah toko peralatan antena/parabola di sudut jalan Genteng Besar. Toko yang nampak kusam itu (secara tampilan bukan bandingan bila disandingkan dengan service center Polytron di jalan Nginden atau service center Akari di jalan Kalimantan) membuat saya ragu itu sebagai Service Centre, tetapi saya curiga ia hanya dipinjam namanya untuk kalau ada orang membawa set top box PF yang sedang 'sakit' ke situ (kalau masih dalam masa garansi) langsung diganti baru saja. Lalu, bagaimana kalau batas masa garansi sudah expired? *****


Jumat, 26 April 2013

Siaran Televisi Digital di Surabaya

SEPERTI sudah pernah saya tulis, di kota-kota besar, atau di wilayah-wilayah yang masih mempunyai 'jarak aman' yang memungkinkan sinyal dari menara pemancar dapat diterima dengan jelas di pesawat televisi kita, sinyal televisi digital mungkin hanya sedikit sekali terasakan keunggulannya. Namun begitu, kalau lebih diperhatikan, siaran televisi yang sudah digital memang lebih jelas, bebas bintik. Ini akan berbeda, misalnya, dengan wilayah yang secara coverage agak kurang sempurna, sehingga sinyal (analog) memberikan bonus 'semut' pada layar kaca. Hal ini, pada sistem digital tidak dikenal.

Dengan menggunanakan antena outdoor yang nangkring setinggi sekitar enam meter di sisi rumah, saya sudah mendapatkan sinyal digital dengan kualitas 90%-100%. Tetapi ketika saya mencoba menggunakan antena indoor yang saya pasang tepat di atas pesawat televisi, sinyal yang saya dapatkan hanyalah milik TransTV (termasuk di dalamnya Trans7 dan KompasTV yang memang memanfaatkan kanal yang sama). Itupun kualitas sinyalnya hanya di bawah 20%. Sinyal sekualitas itu gambar dan suara masih beningkah?

Inilah alat yang saya pakai untuk menangkap sinyal
digital pada televisi saya yang masih analog.
Barang ini, memang masih sulit didapat pada toko-toko
elektronika, tetapi kalau mau, Anda bisa mendapatkannya
DISINI
Inilah bedanya dengan sistem analog. Dengan hanya mendapatkan sinyal paling banter 20% itu,