SEJAK hari Senin kemarin (16
Januari 2012) saya dapati ada memo tertempel di lift. Isinya;
anjuran kepada semua penghuni untuk tidak memberikan tip berupa
apapun kepada kami. Alasannya jelas, agar semua berjalan secara
profesional. Agar kami tidak pilih-pilh sasaran ketika ditugaskan.
(Ditugaskan kok pilih-pilih? Misalnya, akan disegerakan bila
sasarannya adalah tenant yang berkategori 'basah'. --sering
memberi tip ketika pekerjaan selesai-- Istilahnya, memberikan layanan plus bagi yang suka ngasih fulus.)
Tentu ini ajakan yang bagus. Tetapi,
kemarin (17 Januari), sehari setelah anjuran itu diedarkan, toh saya
masih mendapatkan tip berupa sejumlah uang dari tenant yang asal
India. Kesimpulan saya, si tenant belum membaca anjuran itu, atau
sudah membaca tetapi menganggap tip adalah sebuah tanda terima kasih
saja. Tak lebih dari itu.
Tentu saja saya sedang tidak akan
memposisikan diri untuk mengutak-atik anjuran yang secara resmi di
edarkan dan ditanda tangani pihak management ini. Tetapi, hanya akan
mengingat-ingat tentang tip yang pernah saya terima.
Suatu hari, saya berdua dengan seorang
teman mengerjakan MSSR dengan tujuan unit #2607. Ketika itu penghninya juga
India. Namanya Raj Kapoor. Karena kecantikanya, saya curiga ia
masih ada hubungan saudara dengan bintang film Bollywood; Kareena
Kapoor.
Selesai semua pekerjaan yang ia minta, ia dengan sangat sopan
memberi kami tip. Ia memberikan sendiri kami satu-satu. Nominal yang
kami terima masing-masing; 1.500 rupiah!
Sjamsul Arief, teman saya menahan tawa
begitu keluar dari unitnya,” Kak, dia belum tahu nilai rupiah,”
katanya.
Senyum saya sebagai pengiya
perkataannya.
Lain hari, juga masih bersama Sjamsul
Arief, saya nggethu menyelesaikan pekerjaan yang terasa
nanggung. Maksudnya, tak ingin kami melanjutkannya setelah istirahat
makan siang, maka sekalian saja kami selesaikan saat itu juga.
Jam sudah menunjuk angka dua belas
siang. Tetapi kami lakukan pekerjaan dengan riang. Bukan mengharap
tip dari tenant yang grapyak semanak mau mengajak kami
ngobrol. Tetapi, keramahannya itu membuat kami merasa diorangkan.
Tidak memandang kami sebelah mata sekalipun kami adalah pegawai
rendahan sementara beliau adalah seorang bos sebuah perusahaan
“Harga seporsi makan diwarung bawah
itu berapa, mas?” tanya beliau, seorang bapak, sambil menunjuk
kebawah dari balcony apartement-nya dilantai atas.
“Murah, pak. Lima ribu sudah sak
minumnya,” jujur saya menjawab.
Jam setengah satu siang, selesai sudah
pekerjaan kami. Saat saya mengemasi alat-alat kerja, bapak itu
mengeluarkan dompet dan menyodorkan sepuluh ribu rupiah untuk kami
berdua,” Untuk makan siang, mas,” katanya.
(Pinter juga, mau ngasih tip, tanya
dulu harga seporsi makan. Hehehe...)*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar