Jumat, 02 November 2012

Spion, Riting dan Klakson


TIADA hari tanpa kejadian kecelakaan lalu-lintas. Dan, seperti selalu saya dengar dari radio Suara Surabaya (sebuah radio yang nyaris semua konsentrasi siarannya memantau kedaan lalu lintas –lewat program andalan Kelana Kota). Yang paling sering terlibat dalam lakalantas itu adalah R-2, dan yang paling besar kemungkinan cedera --atau bahkan lebih dari itu-- adalah pengendara motor. Ini membuktikan, sepeda motor adalah  moda transportasi yang paling tidak aman. Helm pun, kalau tidak dibuatkan UU-nya, ada saja yang tidak mengindahkan untuk mengenakannya. Seolah batok kepalanya sebagai barang tahan benturan!

Semakin hari, semakin banyak saja motor memenuhi setiap ruas jalanan. Sebagai yang gampang sekali mendapatkan kreditnya, plus aneka merek berlomba memproduksi sebanyak-banyaknya, dengan promosi yang sedemikian gencar, dan selain mengaku sebagai yang paling irit tetapi bisa sebagai yang paling kencang larinya. Kemudahan dalam memiliki R-2 ini, sepertinya, tidak berbanding lurus dengan kesadaran pengemudinya dalam mengikuti aturan yang ada.

Asal sudah bisa menjalankannya, nekat saja ia memacu seenak hati di jalanan yang padat. Salip kiri, salip kanan. Terobos sini, terobos sana. Zig kiri, zag kanan. Padahal, sesuai aturan, R-2 telah dibuatkan lajur khusus, lajur terkiri.

Sebagai yang sadar betapa riskannya risiko yang harus ditanggung bila terjadi lakalantas, sebisa mungkin saya mematuhi segala yang dianjurkan. Termasuk menyalakan lampu utama di siang hari, dan tentu saja dengan memakai helm sampai pengaitnya berbunyi ‘klik’. Untuk akan berbelok pun, sejak jarak yang saya rasa cukup, saya juga selalu menyalakan riting.

Misalnya, kalau saya berkendara dari arah Kalirungkut, dan akan belok kanan lewat gang 7 yang menuju rumah saya, sejak sebelum toko Pangestu (berjarak lebih dari lima puluh meter dari mulut gang 7), saya sudah ambil lajur kanan sambil mengedipkan lampu sein. Setiap hari saya mengecek keadaan lampu kendaraan R-2 saya, dan selalu mendapati semua berfungsi normal. Tetapi, sekali pun saya sudah menyalakan lampu tanda akan berbelok kanan, saya tidak percaya begitu saja.

Saya juga harus melirik spion. Ini penting, sangat penting. Karena tidak jarang, sekali pun saya sudah menyalakan lampu sein, ada saja yang ‘menyalip’ saya lewat sisi kanan. Dengan begitu, kalau saya hanya percaya pala lampu riting, bukan tidak mungkin akan terjadi senggolan. Karena si penyalip itu tiba-tiba wuzzz... dengan kecepatan tinggi.

Ada juga sih yang agak sopan. Sekalipun saya sudah kasih tanda akan belok kanan, dan saya lirik lajur sebelah kiri saya dalam kondisi aman, tetap saja ada yang menyalakkan klakson seolah minta izin kepada saya untuk menyalip dari sisi kanan.*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar