PERKARA nama, sekarang makin
bagus-bagus saja. Setiap kali mengantar si kecil berobat ke klinik
spesialis anak, nama-nama balita yang dipanggil untuk giliran
diperiksa dokter selalu saja seperti nama para artis yang sering
uncul di layar kaca. Saya kira, asal muasalnya adalah, siapa
pemain sinetron kesukaan ibunya, nama itulah yang akan disematkan
kepada bayi yang masih dikandungnya. Maka tidaklah heran bila nun
(maaf) di desa terpencil sekali pun, kalau di situ orang-orang gemar
menonton sinetron, pasti balitanya bernama bak selebrita.
Dalam majalah yang diterbitkan sebuah
lembaga sosial yang di situ saya juga menjadi donaturnya, dalam
rubrik Tasyakur selalu tertera nama-nama bayi yang baru lahir selalu
bagus dan panjang. Kadang perpaduan nama ibu-bapak plus nama
artis idola. Maka, sekarang, Salsabila, Azzahra, Aldiano, Olivia dan
sejenisnya bukan lagi nama langka. Berbeda dari itu adalah yang
ditampilkan dalam kolom Ta'ziyah. Di situ, (sebagian besar telah usia
lanjut) nama-nama yang telah berpulang selalu tak panjang. Singkat,
padat tapi penuh makna. Maka, bila ia bernama Wagimin, tak sulit bagi
kita untuk menebaknya sebagai orang yang lahir pada hari pasaran
Wage. Demikian pula untuk Legiman, Ponirah, Kliwon, Paidi, Suro dan
semacamnya.
Tentu saja bagi yang tetap ngugemi
pakem Jawa begitu, tetapi ingin lebih terdengar modern masih ada
cara. Misal, ketika buah hati lahir pada hari Rabu Pahing. Tidak lagi
dinamakan Bopai, Paibo atau apa. Dengan sedikit sentuhan, paduan nama
itu akan terdengar tidak jadul. Ia akan bernama Rava. Keren, kan?
Padahal nama itu kependekan dari Rabu Vahing!
Kemarin (29 November) saya ikutan
ta'ziyah atas wafatnya ayah dari seorang teman kerja. Pagi setengah
siang yang mendung itu, saya ikut mengantar jenazah sampai ke
pemakaman. Di situ, hal yang saya ungkap di atas, lebih menemui
kebenarannya. Pada nisan-nisan kuburan tua tertera nama-nama lama.
Sementara, nisan pada makam yang ukurannya pendek (makam anak-anak),
selalu saja tertera nama-nama bagus. Bagus dan panjang.
“Ternyata di sini, nama-nama yang
tertera pada nisan disesuaikan dengan olahraga kesukaan semasa
hidupnya,” bisik saya pada seorang teman yang berdiri di dekat saya.
“Masa iya?!” si teman tak kalah
berbisiknya.
“Itu buktinya,” saya menunjuk makam
tua dengan kondisi yang agak merana. Di situ tertera nama; Mbah
Kasti. ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar