Sabtu, 20 Agustus 2011

Tersinggung

ORANG mengerjakan sesuatu dengan sangat cepat,ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama mahir. Kedua ngawur!

Maka, ketika sekolah Aliyah dulu, dalam pelajaran Matematika saya termasuk yang selalu tercepat menyelesaikannya. Dari satu jam waktu yang tersedia, paling lama saya mampu menyelesaikan soal --yang membuat sebagian besar teman saya pusing tujuh keliling itu-- hanya dalam hitungan dua puluh menit. Beres. Karena saya mahir? Oh tentu saja. Ya tentu saja saya ngawur! Hehehe...

Metode yang saya pakai, kalau tidak menghitung kancing baju, ya sistem 'kopyokan' seperti arisan. Anehnya, sekalipun saya menggunakan cara itu untuk menjawab soal yang model pilihan A-B-C-D, ternyata nilai matematika saya sungguh sangat mengenaskan!.

Selesai mengerjakan soal ujian, tentu tak elok kalau saya langsung keluar kelas. Kesannya kok pamer 'kepinteran'. Tapi untuk sekali lagi menengok jawaban atas soal-soal ujian --agar kalau ada yang kurang mantap dikoreksi ulang--, saya terlanjur kehilangan selera. Maka saya habiskan waktu luang itu untuk mengerjakan yang saya suka. Pada lembar kertas buram yang untuk menghitung, yang dibagikan setiap ujian mata pelajaran Matematika, saya salurkan sesuatu yang selalu menyenangkan. Kalau tidak menulis ya menggambar kartun.

Untuk soal ide, entahlah, kadang saya selalu mudah mendapatkannya. Kali itu tiba-tiba tangan saya menggambar sesosok laki-laki yang compang camping. Kurus dengan baju kumal. Tentu dalam karakter kartun. Pada keterangan naskahnya, saya tulis; Semakin Doyan Semakin Bubrah. Sebagai kepanjangan secara plesetan dari Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Sebuah 'perjudian' yang dilegalkan waktu itu. Yang setiap malam Kamis, selepas berita Asean di RRI jam sebelas malam, banyak orang berkerumun di didepan radio. Mendengarkan pengundian. Lalu, setelah pengumuman, ada tawa terdengar dan tentu saja ada pula pisuhan (umpatan).

Tertawa bagi yang menang, yang tombokannya pas, karenanya ia berhak mendapatkan hadiah sejumlah uang. Dan pisuhan sebagai ekspresi kekesalan, geregetan dan semacamnya; karena tombokannya terbalik. Pendek kata, ketika itu banyak orang gila judi. Akibatnya, banyak yang kerjaannya cuma meramal tombokan. Malas kerja. Dan rumah tangga berantakan.

Disaat saya sedang asyik menggambar, tiba-tiba ada tangan yang meraihnya. Rupanya sedari tadi guru pengawas ujian memerhatikan tindakan saya dari belakang. Dan itu tak saya sadari.

“Nanti,kamu ke ruangan saya,” kata pengawas yang memang guru Matematika.

Ketika waktu istirahat tiba, saya menemui beliau. Begitu saya masuk, ”Apa maksudmu menggambar ini?” tanya beliau sambil menunjukkan kartun buatan saya.

“Nggak ada, pak. Saya hanya iseng,” jawab saya.

“Iseng? Tidak mungkin. Pasti kamu sedang menyindirku,” kata beliau.
Oh,berarti....???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar