PERCAYALAH,
minyak angin itu tidak terbuat dari angin. Itu hanya istilah. Sebagaimana air
besar sebagai bukan air yang berukuran besar. Karena, bukankah ia memang bukan
air. Barangkali itu dikosakatakan agar sebagai penghalus saja.
Untuk air besar ini, saya mengalami nyaris semua cara
membuangnya. Mulai yang sekali pakai (berbekal cangkul; membuat satu lubang dan
menutupnya lagi ketika hajat selesai ditunaikan), atau membuangnya di jumbleng (sejenis bungker dengan lubang
kecil di atas, yang kalau pagi mengepulkan hawa hangat tepat di pantat), dan
ketika bertandang ke rumah seorang teman di Glenmore, ritual itu harus saya lakukan
di sungai dengan merendam pantat sedikit tenggelam di air sungai yang brrrr... dinginnya. Selain cara-cara itu
tentu saja saya pernah di WC jongkok dan atau WC duduk. Tetapi, karena tidak
terbiasa, saya merasa belum bersih kalau hanya memakai tissue setelah buang hajat begitu. Bagi saya, air lebih membuat
tentram.
Hari-hari belakangan ini, saya sedang merenovasi rumah
seorang bos. Unit apartement yang sudah bagus itu di rombak nyaris total. Ya ruangnya,
ya pendingin udaranya. Termasuk yang diganti baru; tempat buang hajatnya. Dari empat
WC, tiga yang diganti baru. Satu yang masih dipertahankan hanya di kamar mandi
pembantu.
Kemarin, supplier
dari pabrikan alat sanitair tekemuka itu menunjukkan kepada kami tentang tata
cara penggunaan ‘jumbleng’ yang untuk daya listrik per satu alat saja setara
untuk keperluan untuk satu rumah saya; 1300Watt! WC itu dilengkapi banyak
fitur. Yang untuk mengoperasikannya menggunakan remote control. Dan sebiji alat buang hajat itu harganya lebih
kurang sama dengan nilai jual rumah saya; 70 juta! Cukup begitu saja. Karena untuk
mengalikannya dengan tiga unit di rumah itu, saya menjadi kurang tertarik.
Kalaulah saya harus buang hajat di situ, yakin ini,
kenikmatannya bisa jadi tidak seasyik kalau saya melakukannya di sungai, di
kakus, atau yang sekali pakai di tegalan sambil melamun, atau sambil
ngupil.*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar