Senin, 07 Mei 2012

Dahlan Iskan = Khrisna Pabichara?

      SAMPEYAN  punya teman seorang penulis? Dan suatu ketika sampeyan membaca dalam tulisan (fiksi) nya ada tokoh rekaannya yang mirip sekali dengan sifat sampeyan? Atau kisahnya ada yang agak persis dengan yang pernah sampeyan alami?     Maka, curigailah dia sebagai sedang mencuri kisah dan sifat sampeyan. Tetapi karakter itu tidak semuanya mirip dengan sifat sampeyan, atau plot ceritanya (tentu juga termasuk endingnya) tidak sama persis dengan yang sampeyan alami? Tetap saja sampeyan curigai itu sebagai sedang ‘memotret’ sampeyan. Benar, tidak semua mak-plek  sama dengan semua hal tentang sampeyan. Tetapi, sampeyan tahu, dalam menulis fiksi, sering sekali penulis tidak menciptakan karakter atau kisah. Ia hanya mencuri ‘milik’ orang yang sudah dikenalnya. Untuk satu tokoh dalam ceritanya, ia bisa saja menggabungkan karakter dari tiga temannya. Jadilah ia tokoh baru, dengan karakter baru (gabungan tiga karakter). Tentang cerita pun, setali tiga uang.
     Kalau mencuri karakter begitu bisa dengan gampang dilakukan, apalagi menulis karakter diri sendiri, tentu lebih mudah lagi, kan. Makanya jangan percaya bila tulisan fiksi seorang penulis benar-benar seratus persen fiksi. Bisa jadi ia (penulis) adalah termasuk dalam salah satu tokohnya, atau hanya sebagai sebatang kalimat dalam satu dialog pendek saja. Tetapi tidak menutup kemungkinan penulis menjadi tokoh utama macam Ikal di Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata.
     Kemarin, (Minggu 6 Mei 2012) setelah membaca cerpen berjudul Sepatu di Jawa Pos, saya curiga itu adalah kisah asli. Dengan nama tokoh asli, lokasi asli, plot asli. Satu saja yang palsu; nama penulisnya. Dan itu pun adalah sah-sah saja. Arswendo Atmowiloto ketika dipenjara karena kasus tabloid Monitor dulu, juga memakai nama palsu untuk tulisannya yang ia kirim dari balik jeruji penjara. Maka, Khrisna Pabichara sebagai nama ‘pengarang’ cerpen Sepatu  itu pun tidak mempunyai kesalahan apapun (seandainya) juga melakukannya. Tetapi ketika membaca kata demi kata, paragraf demi paragraf cerpen itu, saya menjadi ingat sesuatu. Ingat buku yang pernah saya beli di Toga Mas Diponegoro pada 22 November tahun 2007 yang lalu. Judul buku itu Ganti Hati. Penulisnya Dahlan Iskan. Jadi Khrisna Pabichara adalah Dahlan Iskan?
     Pada bagian ketiga dari tujuh bagian cerpen itu, saya sudah memupuk keyakinan bahwa penulisnya adalah Dahlan Iskan. Pada paragraf ketiga dibagian itu penulis yang menyebut ‘aku’ sebagai tokoh utamanya, menyebut dua nama kakaknya; Atun dan Sofwati. Saya lalu meluncur ke buku Ganti Hati, dan mendapati dua nama itu terpampang di halaman 4 dan 5. Kakak si ‘aku’ itu, yang Sofwati meninggal muda (32 tahun), sementara Atun (dalam Ganti Hati disebut lengkap; Khosiyatun)masih ‘sugeng’ dan masih aktif mengajar di sebuah SD swasta di Samarinda. Lebih-lebih ketika penulis menyebut nama Iskan diawal paragraf bagian keempat. Lebih-lebih (lagi) penulis membuat dialog pada paragraf keempat bagian kelima, “Dahlan, tolong ambilkan Ibu segelas air, Nak.”
     Saya memang tidak mendapatkan cerita tentang betapa multi fungsinya sebuah benda bernama sarung di cerpen itu sebagaimana saya bisa nikmati di Ganti Hati. Tetapi tentang pakaian sekeluarga yang tak seberapa banyak dan cukup hanya dicantolkan dipaku yang ditancapkan ke dinding (paragraf ketiga di bagian tiga), ini pun saya temui dihalaman 198 buku Ganti Hati yang sekarang sudah naik cetak entah untuk kali keberapa ini.
     Sebagai cerpen berjudul Sepatu  ia terasa lebih memotret sakitnya ibu ketimbang tentang sepatu itu sendiri. Sepatu pertama yang hanya barang bekas saja. Yang bagian ujungnya jebol. Yang hanya dikenakan hari Senin saat upacara bendera  saja. Kalaulah sampai sekarang Khrisna Pabichara, eh Dahlan Iskan, senang sekali memakai sepatu (kets), alasannya, “Dulu pernah pakai sepatu kulit, tapi lecet. Sakit. Pakai kets tidak,” kurang lebih begitu kata Dahlan Iskan ketika ditanya Najwa Shihab pada Mata Najwa di Metro TV seminggu yang lalu. Apakah sepatu kets adalah sebagai pencitraan bahwa itu barang sederhana yang murah? “Oh, sepatu saya ini mahal lho...” cetus Dahlan.
     Cerpen memang artinya cerita pendek. Dan terlepas dari Khrisna Pabichara itu Dahlan Iskan atau bukan, sebagai pembaca Ganti Hati, saya merasa cerpen ini 'bahan bakunya' dari buku itu.*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar