Senin, 09 April 2012

Keramas yang Nahas


UNTUK perkara sikat gigi, tak tahu kenapa, boros sekali saya. Saya pakai belum begitu lama (dibanding orang kebanyakan), sikat saya sudah pada lungset bulu-bulunya. Sudah seperti rambut amburadul yang tidak pernah disisir.

Untuk perkara rambut, saya memang tidak pernah menyisir. Tetapi dijamin tidak amburadul kondisinya. Lha wong memang sekarang saya tidak pernah memelihara rambut panjang. Dengan rambut pendek, sehabis keramas perkara sudah langsung tuntas. Tidak pakai minyak rambut? Tidak. Saya tidak suka berminyak rambut. Lebih-lebih yang ada aroma wanginya. Entahlah, saya jadi pusing bila memakainya. Itu pertama. Alasan kedua; karena kulit kepala saya termasuk jenis yang gampang berkeringat. Inilah masalahnya. Saya menjadi agak boros di shampoo.

Setiap mandi selalu saja saya keramas, setiap pagi dan sore hari.
Keramas pagi karena, tidur pun kepala saya berkeringat. Sedang keramas sore sepulang kerja, apalagi. Rambut saya sudah kotor sekali. Maklumnya, sebagai pekerja bangunan, dengan kondisi proyek yang begitu, yang kerontokan sedikit pasir atau debu semen adalah sebuah keniscayaan. Akibatnya, rambut saya terasa kumal. Memang ditempat kerja disediakan topi atau helm proyek. Tetapi, masalahnya, kulit kepala saya nyaris seperti sumber keringat. Baru sebentar saja bekerja memakai penutup kepala begitu, sudah luar biasa gerah rasanya.

Dalam masalah rambut dan kulit kepala itu, tetapi masih ada untungnya. Untungnya rambut saya gampang sekali perawatannya. Untungnya dengan shampoo merek apa pun rambut saya oke-oke saja. Mulai shampoo cap Jempol sampai Dimension 2 in 1 (ada yang tahu gak shampoo merek ini masih ada atau sudah lama menjadi mendiang?), dari shampoo bubuk sampai shampoo cair. Lebih ekstrem dari itu, pernah juga. Mulai dari bubuk detergent sampai sabun colek atau sabun mandi pun sempat sudah saya pakai keramas. Untungnya, sekali lagi, rambut saya tidak apa-apa. Masih segar bugar bin sehat wal afiat. Tetapi kalau belakangan ia sudah tampak semakin jarang, mungkin karena  saya terlalu banyak memikirkan keadaan negara. Hehehe...

Suatu sore di tahun 1997, sepulang kerja saya langsung menuju tempat kost adik saya yang baru seminmggu melahirkan. TKPnya di Rungkut Kidul gang II/46. Tempat kost itu, lazimnya kost kelas buruh pabrik di Rungkut, tidaklah luas. Hanya berukuran sekira 3 kali 3. (Tentu saja dalam meter. Karena kalau dalam centi kan ukuran foto untuk KTP.) Praktis kamar hanya dipaksa muat untuk segalanya. Kecuali peralatan memasak dan sebangsanya. Termasuk sebuah genuk (gentong tandon air dari plastik) yang ditaruh diluar kamar. Biasanya letaknya bersebelahan dengan gerobok tempat kompor dan perangkat memasak lainnya.
Setelah berbasa-basi sejenak, saya bilang mau numpang mandi. Kata orang tua, sepulang kerja jangan menyentuh bayi kalau belum mandi. Bisa-bisa si kecil jadi sawanen.

Kamar mandi memang terpisah dari kamar tidur. Ia terletak di sudut agak keutara, dengan penerangan yang kurang. Untuk mandi, saya membawa seember air yang saya ambil dari genuk yang bentuknya bahenol itu. (Mandi dengan sember kecil air? Cukupkah? Ya dicukup-cukupkan saja. Namanya juga kost. Yang untuk mengisi genuk saja harus membeli air dengan tarif per jerigen kok.)  Dalam menuju kamar mandi itu saya juga menyahut peralatan mandi milik adik perempuan saya yang ditaruh pada sebuah gayung. Saya lihat lengkap isinya. Ada sabun, sikat gigi juga shampoo.

Sebagaimana dalam setiap mandi, saya langsung mak-byurrr...keramas sekalian. Tetapi shampoo adik saya ini rasanya beda di rambut saya. Berbusa sih berbusa. Tetapi pada rambut, kesetnya terasa lain. Ia, saya ingat, seperti ketika saya habis keramas pakai sabun mandi. Saya ulangi sekali lagi, dengan menuang cairan dari botol mungil itu, pun hasilnya tetap sama.Tidak licin seperti sehabis pakai  Pantene, misalnya. Ataukah ini karena begitu banyak debu atau pasir yang menempel di rambut saya.

Sehabis mandi, sambil menggosok-gosokkan handuk ke rambut, saya kemudian meletakkan ember dan gayung peralatan mandi didepan kamar kost. “Segerrr...” ujar saya.
Kok juga keramas,memangnya bawa shampoo?” adik saya bertanya.
“Tidak. Kan sudah ada di gayung, yang botol kecil itu,” sahut saya.
Aneh. Adik saya malah tertawa mendengar jawaban itu.
“Memangnya kenapa?” saya penasaran.
“Itu sabun sirih...”*****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar