ANTENA sudah diberdirikan. Tidak terlampau
tinggi memang. Karena coverage area sebagai radio komunitas memang hanya
sebatas 2,5 kilometer saja.
Saya jadi ingat siang itu (11 Pebruari 2012),
disaat rehat dari pelatihan penyiar, dibawah pohon trembesi yang rindang disudut
pendopo yang teduh, di depan ruang perpustaan, saya berbicara dengan Devi Kristanti. Perempuan ini turut
sebagai 'ibu' yang sibuk demi kelahiran sebuah radio komunitas. Saat itu,
selepas makan siang itu, sambil berdiri saya berdiskusi tentang acara apa yang
sekiranya bisa ditampilkan nanti. Ini penting, karena sekalipun telah memiliki
lima acara dengan durasi masing-masing satu jam (salah satu syarat pendirian radio komunitas, paling
tidak ia harus sanggup secara kontinyu bersiaran minimal lima jam sehari), tentu perlu
dipikirkan untuk menambah menjadi lebih lama lagi. Untuk itu dibutuhkan program
acara lainnya.
Selanjutnya, “Mari saya tunjukkan studio kita,”
katanya sambil mengajak saya kebagian belakang komplek itu.
Sambil mengikuti langkahnya saya mencerna kata
'kita' yang baru saja diucapkannya. Kita? Ya, sebagai radio komunitas memang menjadi
terbuka untuk siapa saja dikomunitas itu untuk tampil sebagai bagiannya. Sebagai
apa saja. Teknisi, penyiar atau yang lainnya. Semua terbuka, dan semua
sukarela!
Dibawalah saya ke sebuah ruang yang sedang dalam
perbaikan. “Ini dulunya akan digunakan sebagai kamar mandi,” Devi berkata.
Saya lemparkan pandangan ke segala ruang yang
memang tak seberapa luas. Dua buah AC telah menempel didinding. Satu di ruang
siaran, satu lagi di ruang (yang masih menurut mbak Devi) akan dijadikan tempat
ketika ada acara talk show. Dengan kaca sebagai penyekatnya. Menurut saya, itu terlihat sebagai pemborosan ruang. Karena
bisa saja ruang siaran dan ruang talk show menjadi satu saja seperti yang saya
lihat di video streaming radio Suara Surabaya. Tetapi, disisi lain, ruangan itu
sudah terlihat agak 'wah' kalau dilihat sebagai studio sebuah radio komunitas.
Studio kecil itu secara view cukuplah
bagus. Di depan adalah kolam ikan yang dipinggirnya ada banyak sekali pepohonan.
Dan di dekat bibir kolam ikan itulah kaki antena menancap. Menurut rencana, Rabu
(11 April 2012) besok segala peralatan siaran yang selama ini diletakkan didalam
kantor diboyong ke studio. Untuk selanjutnya dilakukan siaran percobaan. (Selama
ini sudut kantor itu menjadi studio sementara untuk berlatih siaran dengan tanpa
diudarakan, tetapi cukup disebar-luaskan via speaker yang hanya bisa didengar
diseantero Pusdakota ini saja).
Dalam sebuah kesempatan, saya pernah menawarkan
diri membuat naskah untuk Iklan Layanan Masyarakat. Dan, dalam sebuah
komunikasi via FB, mbak Devi merespons dengan baik. Maka, agar saya tidak
dibilang melupakan janji, saya segera mencari-cari topik apa gerangan yang layak
di-ILM-kan.
Suatu sore saat sedang momong si kecil, saya lihat
seorang perempuan dengan enteng membuang sampah ke sungai. Aha, ini bisa
dijadikan ILM. Temanya; ajakan untuk agar jangan membuang sampah di sungai. Saya
kira ini penting. Sangat penting.
Di lingkungan kami, (atau dalam bahasa lain:
komunitas kami) yang hanya berjarak sekitar lima puluh meter dari kawasan
industri Rungkut, memang terdapat sebuah sungai yang luar biasa hitam airnya.
Kehitaman itu lebih diperparah oleh sampah. Dan, sepertinya, bukan hanya seorang ibu
itu saja yang dengan gampang membuang sampah ke sungai. Ada, atau banyak,
ibu-ibu lain yang mempunyai perilaku yang sama. Pada kondisi itulah, paling
tidak, siaran sebuah radio komunitas diharapkan mampu memberi pencerahan.
Mulailah saya corat-coret membuah naskah. Tentu
saja masih terbuka peluang untuk diperbaiki. Itu nanti. Toh ini hanya konsep.
Mau direkam atau tidak pun itu soal belakangan.
Dan, inilah hasil corat-coret saya:
Naskah skenario Iklan Layanan Masyarakat.
Pengisi suara tiga orang (Bu RT, Yu Tun, Yu Sri) plus seorang narator.
Pengisi suara tiga orang (Bu RT, Yu Tun, Yu Sri) plus seorang narator.
Yu Sri: Pagi-pagi kok sudah bawa tas kresek penuh
mau kemana sampeyan, Yu?
Yu Tun: Eh, sampeyan. Ngagetin saya saja.
Ini lho, tadi saya baru bersih-bersih rumah. Lha ini hasilnya; sampah.
Ada botol bekas, ada kertas koran, ada baju yang sudah sobek dan macem-macemlah
pokoknya.
Yu Sri: Terus, barang-barang itu mau
sampeyan apakan?
Yu Tun: sampeyan ini bagaimana to, Yu. Yang
namanya sampah ya harus dibuang.
Yu Sri: Dibuang? Dibuang kemana?
Yu Tun: Sampeyan itu, Yu. Lha wong
buang sampah saja kok repot. Ya tinggal dilempar ke sungai kan beres. Ia akan
bisa hanyut sampai jauh...
Yu Sri: Wah, wah. Sampeyan ini. Buang
sampah kok ke sungai. Bahaya itu, Yu.
Yu Tun: Bahaya? Bahaya opo?
(Bu RT datang dan langsung ikut nimbrung)
Bu RT: Pagi-pagi kok sudah jagongan di
pinggir sungai ini ada apa, to?
Yu Sri dan Yu Tun (menyahut bareng): Eh, Bu
RT...
Yu Sri: Ini lho, Bu. Yu Tun ini mau buang sampah
ke sungai. Lak bahaya to, bu?
Bu RT: Lho, ya jelas bahaya itu. Nanti
kalau pas musim hujan, dan aliran sungai mampet karena saluran tersumbat sampah, lalu
lingkungan kita kebanjiran, akhirnya yang repot kan kita-kita juga.
Yu Sri: Nah, itu, Yu. Dengarkan apa kata bu RT....
Bu RT: Dan lagi, sampah-sampah itu kan bisa
dimanfaatkan, bisa didaur ulang. Atau, pisahkan saja antara sampah basah dan
sampah kering. Nah, nanti mari bersama kita proses sampah-sampah itu agar
memberi nilai tambah. Bagaimana? Sudah jelas?
Yu Tun: Sudah, Bu. Sudah jelas kok.
Bu RT: Nah, kalau sudah jelas, mari kita terapkan
dalam lingkungan kita. Dan, mari kita ajak lebih banyak lagi orang untuk peduli
akan lingkungan sendiri.
Narator: Menjaga lingkungan pada hakikatnya adalah
juga menjaga kehidupan. Buanglah sampah pada tempat yang benar. Atau, olahlah sampah
agar ia memberi nilai tambah.
Iklan Layanan Masyarakat ini dipersembahkan
oleh radio komunitas SIP-FM. SIP-FM; Dekat-Bersahabat!
(Sekali lagi, konsep diatas adalah masih dalam bentuk kasar. Tidak menutup kemungkinan untuk dipoles disana-sini dulu sebelum direkam atau diudarakan.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar