SERING sekali
saya tiba-tiba ingat perisiwa lama. Sekalipun itu bukan peristiwa penting,
senang sekali saya mengingatnya sebagai penangkal pening. Jangan tanya, apa
penyebab rasa pening saya. Bisa karena kebutuhan yang terus saja bertambah, misalnya
tentang si Edwin yang akan segera masuk SMP (dan itu butuh biaya). Sebanyak apa
persoalan yang dianggap penting, sebanyak itu pula penyebab rasa pening.
Penangkalnya, yang seperti sudah saya bilang, adalah
mengingat-ingat kenangan masa lalu yang bisa membuat senyum tersungging.
Baiklah, ingatan saya pertama-tama terbang kemasa ketika saya masih SD. Tidak ada
yang teramat istimewa, sebenarnya. Kalaulah saya sering sekolah bersandal
jepit, atau malah hanya bertelanjang kaki, pada masa itu memang adalah sudah hal
lumrah. Selumrah emak saya yang meminyaki rambut saya pakai minyak kelapa
sebelum berangkat sekolah. Sehingga, ketika upacara (karena berdiri dihalaman
sekolah sampai matahari agak tinggi) jidat saya menjadi mengkilap. Karena
keringat? Lengkapnya karena keringat plus minyak kelapa yang meleleh karena
rambut tersiram panas matahari.
Siangnya, kemarau ketika itu, giliran betis yang perlu
diperhatikan. Bagian tubuh itu, seperti emak bilang, seperti kulit mentimun tua. Mbesisik, kering dan bergaris putih ketika
digaruk kuku. Tetapi kami, anak-anak SD itu, punya cara jitu untuk
mengkilapkannya.
Ketika jam istirahat tiba, menujulah kami ke kios bensin
milik mbak Utari yang bisa dijangkau dengan menyeberang jalan saja. Kami
mencari jerigen wadah solar yang isinya
sudah laku terjual. Kami miringkan, kami tadahi tetesan sisa solar itu
ketelapak tangan, lalu kami usapkan ke betis kami yang mbesisik itu. Beres.
**o**
MENGINJAK remaja, ketika saya memulai karir sebagai kuli
batu, kulit yang memutih setelah bekerja mengaduk semen selalu ada. Utamanya
dibagian guratan kulit di jari kaki atau tangan. Ketika kulit dibasahi dengan
dicuci pakai sabun ‘keputihan’ itu tidak kelihatan, tetapi kalau sudah kering
sungguh terlihat nyata. Untuk menghilangkannya, sudah tidak pakai solar
sekarang. Tetapi pakai minyak kelapa, atau kalau mau mejeng lihat tontonan film
Jamu Jago dilapangan desa, saya pakai
hand and body lotion. Tentu hanya
yang merek murahan.
Suatu sore, saya lihat teman seprofesi, (Boimin namanya,
tetapi agar keren kami memanggilnya Boy) sudah berdandan. Sudah tidak kelihatan
putih-putih di jari kaki atau tangannya.
“Pakai minyak kelapa, ya?” tebak saya.
“Ngenyek,” elaknya.
“Wah, tentu pakai hembodi,”
tebak saya lagi.
“Juga tidak.”
“Lalu, pakai apa dong?”
Boy menjawab enteng, “Aku pakai Okana.” *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar