Sabtu, 05 Desember 2015

Kekhawatiran yang Sontoloyo

SEBAGAI orang, saya terlalu sering khawatir. Hampir setengah kilometer berangkat dari rumah, di jalan tiba-tiba saya mengkhawatirkan kompor atau kran air apakah sudah dimatikan, lampu atau televisi dan radio apakah masih menyala, atau pintu sudah terkunci atau belum. (Istri sudah berangkat pagi-pagi dan anak-anak telah pula berangkat sekolah, saya menjadi penghuni terakhir yang berangkat.) Walau ketika saya balik lagi ke rumah semua baik-baik saja (baca: sudah dimatikan dan pintu juga sudah terkunci), namun ia laksana hobi yang seringkali saya ulangi. Iya, saya memang payah.

Saya termasuk agak telaten (telat jadi manten) juga akibat dari sifat itu. Sanggupkah menjadi suami yang baik, mampukah kelak menjadi ayah yang bisa momong dan membiayai anak-anak mendapat pendidikan yang bagus. Oh, belum-belum sudah takut pada kekhawatiran memang sontoloyo!

Para jomblowan-jomblowati yang sampai hampir pecah perang dunia ketiga sekarang ini belum juga nekad memilih gandengan, bukan tidak mungkin juga karena penyakit khawatir ini. Jangan-jangan yang disetiai tak menyetiai, jangan-jangan si dia belum seratus persen bisa move on dari sang mantan. Berhentilah, hai para jomblo, dari mendengarkan lagu i'm single and very happy! Ya, itu lagu sontoloyo yang menyesatkanmu menjadi jomblo abadi.

Maaf, mBlo, kamu harus punya nyali baja. Jangan karena kalimat yang saya tulis di atas kamu langsung mewek. Jomblo kok gembeng, nangisan. Jomblo harus kuat. Bukan hanya kuat dan pandai mengalihkan topik kala ditanya 'kapan kamu menyusul?' saat menghadiri resepsi pernikahan sahabatmu, tapi kuat pula menyimpan rahasia kalau sebenarnya tiap malam kamu membasahi bantalmu dengan air mata. Di saat orang lain terpingkal menyaksikan Walikota Bandung, Ridwan Kamil, ber-stand up comedy di Mata Najwa dengan berpantun, “Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian. Teman-temanmu sudah ke penghulu, kenapa kamu masih sendirian,” engkau hanya sanggup meringis.

Masih tuna asmara pada lawan jenis, semoga tak kehilangan cinta pada ibu pertiwi yang sedang bersusah hati. Air matanya tak lagi berlinang karena sudah kering kerontang. Kekhawatirannya makin mendekati kenyataan; makin kesini wakil rakyat makin mengkhawatirkan. Bahkan pada sang ketuanya. Bila nanti kekhawatiran kita terbukti bahwa dia hanya memikirkan perutnya sendiri dan sama sekali tak mengkhatirkan perut rakyat yang diwakilinya, tunggu saja pembalasan kuda lumping!

Mari secara koor menyanyikan lagu lama dari Swami. Lantangkan suara seperti Iwan atau Sawung Jabo. Suara kita samakan; paaa...Sekali lagi: paaa..... Satu, dua, tiga: ”.♪♫...para penipu tunggu saatmu, kuda lumping menginjak mulutmu♫♪...”

Di negeri ini stok orang baik yang jujur tentu masih banyak. Tetapi, yang tak kalah mengkhawatirkan, mereka-mereka ini kalah canggih dibanding yang sontoloyo! *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar