Sabtu, 15 Oktober 2011

Operasi Kecil

     SEKITAR tiga tahun yang lalu istri saya mengalami gangguan pada penglihatannya. Semakin hari semakin dikeluhkannya. Ingin tahu apa yang terjadi demgam matanya, istri saya memeriksakan ke dokter perusahaan di tempatnya bekerja. Hasilnya? Harus didiagnosa oleh dokter spesialis mata. Maka dirujuklah istri saya ke rumah sakit terbesar di Surabaya.
     Pada hari yang ditentukan, saya antar istri saya ke RS itu. Setelah antre beberapa waktu, dipanggillah istri saya masuk ke ruang pemeriksaan di poli mata. Saya masih ingat, yang memeriksa dokter Ferry namanya. Masih muda. Dan ganteng. Tidak tahu saya, karena mengalami gangguan pada matanya, apakah istri saya sempat memerhatikan kegantengan sang dokter.
     “Harus dioperasi ini,” kata dokter Ferry, enteng.
     Operasi?
      Wah, melihat jarum suntik saja istri saya hatinya berdesir, kok ini harus operasi. Mata lagi.
     Dokter ganteng itu tersenyum. “Ini operasi kecil saja, kok,” katanya seolah tahu apa yang sedang berkecamuk didalam hati kami.
     Saya dan istri saya diam. Operasi kecil? ‘Tetapi ini mata, dok.’ Tentu kalimat bantahan barusan itu hanya berkecamuk dalam batin saya saja.
     Saya dan istri sedang kompak membayangkan tentang operasi. Sekalipun itu kecil saja kategorinya. Tetapi karena TKPnya adalah mata, ngeri saya membayangkan bila disaat operasi tiba-tiba salah satu alatnya mak pluk jatuh ke kornea mata istri saya. Itu kekhawatiran pertama saya. Tetapi kekhawatiran lainnya, penglihatan istri saya akan makin memburuk bila tidak segera ditangani.
     “Semua keputusan ada di pihak ibu. Tetapi kalau menurut medis, ya memang harus dioperasi,” dokter Ferry kembali berkata. “Bagaimana?”
     Setelah menghela nafas dan membaca basmalah, istri saya mengangguk. Sekalipun saya tahu, ada takut dihatinya. Juga dihati saya.
     Tiga hari kemudian, tibalah saatnya operasi. Duduk diruang tunggu kamar operasi, saya lihat wajah istri saya yang biasanya hitam manis mendadak putih bersih; karena pucat. Sebagai supporter, tentu saya harus selalu menyemangatinya. Selalu. Lebih-lebih ketika secara bergantian, para pasien yang tadinya ikut antre di ruang ini, keluar dari kamar operasi dengan perban tebal dimatanya. Salah satu, atau bahkan keduanya.
     Ketika nama istri saya dipanggil, sebelum masuk, saya genggam tangannya yang dingin. Mulut saya terkatup rapat, hanya mata saya yang bicara. Dan saya tahu, ia tahu apa maknanya.
     Menunggu diluar kamar operasi, hati saya tak karuan. Bukan memikirkan biaya, karena itu telah ditanggung oleh asuransi. Beberapa waktu dalam perasaan was-was itu, akhirnya timbul kepasrahan. Mulut tak henti komat-kamit menyebut nama Tuhan. Selebihnya, saya coba menenangkan diri bahwa; istri saya sedang ditangani oleh ahli dalam bidangnya. Ditangan sang ahli, sesuatu yang saya anggap hal besar, bisa jadi hanyalah hal kecil semata.
     Syukurlah, bayangan tentang alat operasi yang jatuh ke kornea tak terbukti. Bukti lainnya, setelah melalui dua kali oprerasi, mata istri saya kembali seperti sedia kala. Yang tentu bisa dengan gamblang memandang wajah dokter Ferry yang ganteng itu.

     Duduk didepan komputer ini, saya bisa menulis satu topik ringan –macam catatan sepanjang sekitar limaratus karakter ini–  dalam beberapa menit saja. Padahal saya belum terlalu ahli di bidang ini. Bagi yang sangat ahli, tentu akan lebih cepat, sekaligus lebih baik lagi.
     Menangani hal-hal lain mungkin juga bisa dianalogikan begitu. Dalam menulis, bisa saja orang –karena keahliannya– menganggap bukan hal yang sulit. Ia hanya perlu mekakukan ‘operasi kecil’ untuk membuat topik sederhana menjadi sebuah bacaan yang asik. Tetapi ketika komputernya mendadak ‘mampus’ dan tidak bisa booting, bisa jadi ia akan mati kutu mengatasinya. Ia perlu ahli komputer. Dan, sekali lagi, karena punya kemampuan linuwih, si ahli komputer hanya perlu melakukan ‘operasi kecil’ pada komputer yang modar itu.
     Kalau mau, tentu contohnya akan bisa dibuat berderet panjang. Dari masalah marketing perusahaan sampai cara me-manage keuangan keluarga. Dari mengurus anak balita sampai mengurus orang tua yang sudah memasuki masa pikun. Hermawan Kartajaya untuk bidang marketing, Syafir Senduk untuk bidang keuangan, atau nama lain dalam hal keluarga,misalnya.
     Saya sedang berkaca sekarang. Termasuk sebagai ahli apakah saya ini? Yang sanggup menyelesaikan suatu hal hanya dengan melakukan ‘operasi kecil’ saja.
     Salam.

Tulisan saya yang lain:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar