Selasa, 04 Oktober 2011

Kopi Luna Maya

“AYO, kang, diminum kopinya,” kata mas Bendo sambil meletakkan cengkir kopi di meja.
'Wah, pemberani betul kopimu,”sahut kang Karib sambil menggesesr cangkir mendekat ke depannya.
“Pemberani gimana to, kang?”
“Lha ini, dia berani tampil sendiri. Tanpa ditemani pisang goreng...”
“Bisaa saja sampeyan ini,” mas Bendo 'ngiling' kopi ke lepeknya.
Kang Karib ikutan melakukannya,” Asli ini, nDo?' tanyanya.
“Asli campuran; kopi plus 'karak' ditambah kelapa,” mas Bendo mulai nyruput kopinya.
Seperti latah, kang Karib pun melakukannya.

“Bagaimana, kang?”
“Sungguh, rasa kopi adalah cermin kondisi si tuan rumah.”
“Maksud sampeyan, kang?”
“Secangkir kopimu ini sedang mengatakan kamu sedang tak punya gula.”
Mas Bendo tertawa ngembang tebu; nggleges.
Lha iya, kang. Saya pernah dengar berita, ada orang yang rela membayar ratusan ribu rupiah demi secangkir kopi. Padahal, sampeyan dan aku kopinya 'nggereng; angger ireng',” ujar mas Bendo.
“Konon, nDo, rasa kopi luwak memang luar biasa nikmat,” kata kang Karib. “Itu baru kopi luwak. Kopi yang dimakan luwak dan dikeluarkan lagi sebagai kotoran luwak. Apalagi kopi Luna Maya, nDo...”

*) nggereng= angger ireng= asal hitam.
karak= sisa nasi yang dikeringkan.

1 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus