Sabtu, 08 Oktober 2011

Reshuffle dan Ngiris Apel


KATA orang, presiden kita itu peragu ya, kang?”

“Wah, gak tahu ya aku,” sahut kang Karib.

“Lamban,” lanjut mas Bendo.

Kang Karib diam. Dan diam itu, dinilai mas Bendo sebagai kelambanan pula.

“Kok sampeyan  gak komentar, kang?” protes mas Bendo.

“Komentar apa?”

“Ya misalnya tentang reshuffle yang lamban ini.”

Waduh, kamu kok makin tak sabaran, nDo?”

“Geregeten aku.”

“Kenapa?” tanya kang Karib.

“Ya mestinya jadi pemimpin itu yang cag-ceg, tidak klunah-klunuh begitu.”

“Hust, hati-hati kamu kalau ngomong.”

Lha, supaya pasti gitu lo, kang.”

“Terus efeknya apa buat kamu kalau sudah ada reshuffle? Hm?”

Mas Bendo diam. "Iya ya, kang. Sepertinya kok gak ngefek ya buat aku," ujar mas Bendo kemudian.

“Begini, nDo. Ibaratnya, presiden kita itu sedang pegang sebutir apel. Yang akan dibagikan kepada sekian banyak orang. Sebelum mengiris apel, harus matang perhitungannnya. Siapa dapat berapa iris. Siapa yang irisannya tebal, siapa yang agak tipis.”

Lha, kalau ada yang maksa minta irisannya lebih tebal dari yang lain, bagaimana hayo?” tanya mas Bendo.

“Ya, itulah yang bikin pengirisan apel makin tak kunjung dilakukan,” sahut kang Karib.

"Bukankah reshuffle itu hak prerogatif presiden, kang?"

"Iya, tetapi hak itu laksana kalimat; 'keputusan panitia mengikat kecuali diganggu gugat'. Begitu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar