Selasa, 22 November 2011

Juru Parkir


ADA tiga jenis (tukang) parkir yang sering saya temui; parkir resmi, setengah resmi dan yang terakhir ,parkir tidak resmi.

Yang resmi tentu saja yang ketika kita parkir, kita dikasih karcis dan lalu kita membayar sesuai nominal yang tertera pada karcis. Jenis ini dapat kita temui di mal-mal. Yang pengelolaan parkirnya sudah sedemiakian rapinya. Yang dikelola oleh pihak yang memang profesional dibidang perparkiran. Nama yang bisa kita temui, sebutlah misalnya Secure Parking. Dan karena uang yang mengalir dari jasa parkir terus saja mengalir, belakangan ISS (peruahaan yang sebelumnya lebih kondang sebagai jasa Cleaning Service) juga turut pula menerjuninya. Untuk jenis parkir yang dikelola, sering diperhitungkan menggunakan sistem  jam. Semakin lama parkir, semakin mahal pula yang harus dibayar. Tetapi, karena dikelola secara profesional, tentu kita tak ragu akan kemana aliran uang parkir yang kita bayar akan mengalir.

Jenis kedua, parkir setengah resmi. Ini sering saya alami ketika berbelanja di Rungkut Jaya, sebuah toserba di Surabaya. Benar memang, ketika saya parkir, saya mendapatkan karcis. Tetapi karcis yang saya terima sudah sedemikian kucelnya. Artinya, tangan saya ini entah sudah tangan keberapa menerima kertas kecil yang sama. Stempelnya resmi, tanggalnya benar, tetapi saya (dan semua yang parkir disitu) tidak ada yang mempermasalahkan ketika ditarik seribu rupiah sekali parkir padahal nominal yang terteta dikarcisnya hanya 500 rupiah saja.

Hitungannya tentu bisa mengelembung. Selain karena satu karcis bisa untuk sekian kali pakai (mungkin kalau tidak sobek si tukang parkir tidak menyobek lembar karcis baru), plus si jukir ‘laba’ 500 rupiah per motor per parkir. Hasilnya? Kapan-kapanlah kita hitung bersama ya...

Jenis ketiga, parkir tidak resmi. Ada? Banyak. Ketika kemarin sore saya membeli susu di toserba Remaja jalan Kutai Surabaya, saya dikenakan tarif seribu. Sama dengan yang di Rungkut Jaya. Bedanya, di Remaja saya tidak mendapatkan selembar karcis pun. Baik bekas atau baru. Artinya, kemana aliran uang parkir itu mengalir, tentu sedikit banyak bisa kita tebak.

Tetapi, dari tiga jenis juru parkir yang saya sebut tadi, ada sedikit kesamaannya; uniform. Ya, seragam tukang parkir nyaris sama. Yang agak beda tentu saja yang wilayah operasionalnya di mal. Tentu seragam karyawan bagian parkir lebih bagus ketimbang dua jenis lainnya. Karena kedua lainnya, selalu saja hanya baju atau kaos biasa, dibalut rompi. Kalau tidak oranye, ya biru warnanya. Tentang apakah rompi itu diperoleh secara ‘resmi’ atau tidak, masih bisa (kalau mau) ditelusuri.

Tentang hal itu saya punya contoh hangat.
Pagi tadi, ketika saya lewat jalan Kalirungkut, Surabaya, persis di depan pabrik Kedawung saya dapati sekumpulan PKL menggelar dagangannya. Biasa dan bukan hal baru. Bukan hal baru pula setiap keramaian, selalu saja ada tukang parkirnya. Artinya, bagi yang jeli menangkap peluang, selalu saja ada keadaan yang bisa mendatangkan uang.
Foto ini saya jepret tadi pagi (22 Nov. 2011)

Untuk area yang tak seberapa luas itu, saya temui ada dua juru parkir. Semua berompi biru. Akur, tampaknya. Tentang bagaimana membagi hasil, tentu belum saya tanya. Karena saya lebih tertarik melihat rompi yang mereka kenakan. Yang kanan, sekalipun tulisannya sudah tampak buram, masih bisa saya baca; Jukir Pemkot Surabaya. Jukir yang satunya, sekalipun tulisannya masih terang menyala, saya gagal mengejanya. Tetapi saya tahu, itu huruf Korea. Namun, apakah rompi itu di Korea sana dipakai oleh tukang parkir atau apa, tentu saya tak berani memastikan. Saya hanya nekad menduga, rompi lungsuran  itu ia dapatkan dari membeli ke penjual baju-baju bekas, yang kebetulan 'sampah' itu berasal dari negeri ginseng.

Salam. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar