Rabu, 02 November 2011

Tambal Ban


HARI lepas Isya' ketika saya dan istri sampai di jalan sepi yang diapit area pertambakan itu. Sepi. Hanya ada satu dua kendaran yang lewat. Lepas dari pasar Blawi sampai pertigaan Sambo Pinggir di kecamatan Karangbinangun, Lamongan, memang hanya tambak. Sejauh mata memandang yang terhampar hanyalah tambak berhektar-hektar.. Ada sih beberapa warung, tetapi bukanya hanya siang hari.

Tepat di area sepi itu, sesuatu terjadi pada ban motor saya. Bocor. Ini dia. Mau balik kanan grak ke Blawi untuk nyari tukang tambal ban, sudah jauh, Untuk keperluan yang sama ke Sambo Pinggir didepan sana, juga tak kalah jauhnya. Sebenarnya, kalau siang, saya ingat betul, ada tukang tambal ban disekitar sini. Tetapi, malam-malam begini bengkel itu sudah tutup.

“Bocor, pak?” seseorang yang sedang menunggui diesel penyedot air di sebuah tambak bertanya.

“Iya, pak,” jawab saya.

“Didepan situ ada bengkel, pak.” kata lelaki itu menunjuk sebuah bengkel yang tutup.

Saya jengkel. Karena, apa gunanya menunjuk sebuah bengkel yang sudah tutup.

“Sholeh tadi saya lihat ada, kok.” lelaki itu kembali berkata.

“Sholeh siapa, pak?”

“Sholeh itu yang mbengkel disitu. Tapi katanya malam ini ia mau nonton dangdutan di kampung sebelah. Coba saja, mungkin ia masih mau nambal”

Saya melihat, ada beberapa pemuda dengan motornya didepan bengkel. Setelah mengucap terima kasih ke bapak petambak itu, saya tuntun motor saya mendekati bengkel. Dari dekat, saya lihat beberapa pemuda itu sudah macak mbois. Berdandan keren siap untuk mejeng di pentas dangdutan.

Dalam keadaan begitu, saya ragu. Maukah pemuda itu menambal ban motor saya yang bocor. Ternyata,

“Silakan, pak. Agak dikesinikan saja motornya,” kata pemuda yang saya yakin bernama Sholeh.

Ia lalu membuka pintu bengkelnya. Mengeluarkan peralatannya. Dan, tetap dengan pakaian yang bagus itu, ia cekatan menangani ban saya.

Beberapa menit berselang, selesailah penambalan ban motor saya.

“3000,” jawabnya ketika saya tanya berapa saya harus bayar.

Angka itu adalah tarif normal. Dan, saya menilai, sungguh tidak keliru orang tuanya memberikan pemuda itu nama Sholeh.

Padahal, sungguh, dalam keadaan begitu, dikenakan tarif lebih dari itu pun akan saya bayar. ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar