Minggu, 06 November 2011

Ketika Sakit Gigi tak Juga Pergi

SYAIR lagu memang bisa keliru bila diterapkan dalam kehidupan nyata. Maaf, karena sudah pernah saya tulis, ini bukan tentang lagu dangdut Hamil Duluan. Tetapi tentang 'kurikulum' menggosok gigi. Mari sejenak kita mengenang lagu ini; bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi... dst, dst.

Entah karena lagu ini atau apa, ibu saya selalu mengajari menggosok gigi saat mandi. Dua kali sehari, seperti jadwal mandi. Dan, entah karena hal itu atau bukan, gigi geraham kiri bawah saya berlubang sejak sekitar saya SD kelas lima. Jadi, saya sudah bisa merasakan bagaimana serunya sakit gigi sejak kecil. Jauh hari sebelum saya mengenal lagu dangdut Sakit Gigi-nya Meggy Z.

Bila sedang kumat sakitnya, paling banter ibu saya menempelkan selembar koyok pada pipi kiri saya. Tanpa pernah membetulkan cara dan waktu yang bagus untuk menggosok gigi. Dan satu lagi, dalam menggosok gigi itu, sering saya melakukannya dengan tanpa pasta gigi. Ya cuma lawaran  pakai sikat saja. Karena untuk ikut meniru ibu yang pakai bubuk batu bata saya merasa kurang nyaman.

Berbeda dengan teman saya yang juga mengidap sakit gigi, bila kumat pipi saya tidak bengkak. Tetapi jangan ditanya sakitnya. Nyut-nyut dan sedut-sedutnya selangit rasanya.

Menginjak SMP tentu saya makin pinter. Walau belum juga menyadari kekeliruan gosok gigi yang tetap satu paket dengan mandi. Bukan setelah makan. Yang saya sebut pintar disini adalah, setiap sebelum makan, demi menghindari ada makanan yang masuk kelubang digigi saya, selalu saja saya membuntu lubang itu dengan segumpal kecil kapas. Makanya, kemanapun saya pergi, selalu ada kapas di saku saya. Jaga-jaga; sedia kapas sebelum makan.

Selesai makan, dengan memakai sepotong lidi atau batang korek api, saya ambil segumpal kapas itu. Sip. Aman. Lubang digigi saya tak kemasukan makanan. Tetapi tentu saja pernah gagal. Beberapa kali sehabis makan, tidak saya temukan si kapas. Jelas, ia ikut masuk kelambung saya. Saya tidak tahu apakah kapas bisa dicerna oleh lambung saya atau tidak, tetapi saya merasa baik-baik saja.

Masih belum lama saya mengakhiri tindakan bodoh saya itu. Sekarang saya tahu, dengan menggosok gigi sehabis makan, selain mengurangi kemungkinan kumat sakit gigi, juga lebih terasa nyaman dimulut. Terbukti, belakangan lebih jarang saya merasakan denyut maut di geraham kiri saya.

Sakit gigi pula yang mencerminkan saya bukanlah orang yang konsisten. Inkonsistensi itu jelasnya begini; Bila sedang sakit-sakitnya, saya sering bertekat untuk mencabutkannya ke dokter gigi setelah sembuh nanti. Tetapi setelah sembuh betulan, rasanya kok eman-eman. Itu tidak hanya terjadi sekali.

'Lebih baik sakit gigi, dari pada sakit hati', sebagai penggalan lagu dangdut itu terus terang tidak saya setujui. Karena tentu lebih baik tidak sakit, gigi maupun hati.

Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar