KALAU
engkau masih ingat, aku telah pernah menceritakan kepadamu tentang
Slamet. Penghuni pasar di kampung kami, yang pada saat-saat tertentu
ia akan melabur seluruh tubuhnya dengan parutan ketela pohon,
sehingga setelah pati parutan ketela itu mengering, ia laksana
Hanoman; putih seluruh kulit tubuhnya yang hanya pada bagian alat
kelaminnya saja yang dibungkus cawat yang ia bikin dari sobekan kain
sarung.
Slamet,
menurut para orang tua, dulunya adalah santri sebuah pondok disini.
Ia berasal dari Blitar. Tapi ya itu, masih menurut sumber yang tentu
tak bisa dikonfirmasi kesahihannya, dari awal datang mondok ia memang
'kurang seratus'. Menurut orang-orang ia memang kurang 'penuh'. Dan
ia kemudian keluar dari pondok lalu menjadi penghuni pasar karena,
ketika putri sang kiai yang cantik jelita, yang diam-diam ia jatuh
cintai setengah mati, dinikahkan dengan seorang lelaki anak kiai
Bangsalsari.