Tampilkan postingan dengan label Cerpen: Slamet dan Saimin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen: Slamet dan Saimin. Tampilkan semua postingan

Minggu, 30 November 2014

Slamet dan Saimin

KALAU engkau masih ingat, aku telah pernah menceritakan kepadamu tentang Slamet. Penghuni pasar di kampung kami, yang pada saat-saat tertentu ia akan melabur seluruh tubuhnya dengan parutan ketela pohon, sehingga setelah pati parutan ketela itu mengering, ia laksana Hanoman; putih seluruh kulit tubuhnya yang hanya pada bagian alat kelaminnya saja yang dibungkus cawat yang ia bikin dari sobekan kain sarung.

Slamet, menurut para orang tua, dulunya adalah santri sebuah pondok disini. Ia berasal dari Blitar. Tapi ya itu, masih menurut sumber yang tentu tak bisa dikonfirmasi kesahihannya, dari awal datang mondok ia memang 'kurang seratus'. Menurut orang-orang ia memang kurang 'penuh'. Dan ia kemudian keluar dari pondok lalu menjadi penghuni pasar karena, ketika putri sang kiai yang cantik jelita, yang diam-diam ia jatuh cintai setengah mati, dinikahkan dengan seorang lelaki anak kiai Bangsalsari.