PENGERAS
suara yang terpasang di menara masjid di kampung saya, secara
rutin tentu saja mengumandangkan adzan di lima waktu sholat. Tetapi
selain itu, adakalanya digunakan juga untuk memanggil anggota Ishari
untuk berkumpul sebelum mengahadiri undangan ke suatu tempat.
(Dalam hal ini saya sempat membatin, apa anggota kelompok hadrah itu
tak memiliki ponsel ya kok sampai dipanggil dengan cara
memanfaatkan TOA masjid?). Selain dua hal tersebut, speaker masjid
secara waktu tak tentu (bisa pagi, malam, sore atau dini hari) juga
dimanfaatkan untuk menyampaikan kabar duka bila ada warga yang
meninggal dunia.
Tidak
seperti kebiasaan di desa asal saya yang untuk mengebumikan orang
meninggal harus menunggu waktu (menunggu berkumpulnya sanak famili
yang kadang bertempat tinggal di tempat jauh, sehingga tak jarang
mayat diinapkan walau meninggalnya masih sore hari), disini berjarak
tiga jam dari pengumuman yang disebarluaskan dari pengeras suara
masjid, semua prosesi pemakaman telah selesai. Tak peduli siang, tak
peduli malam. Mungkin, tak peduli juga sanak famili belum semuanya
datang.
Hari-hari
ini, bila ada kabar duka cita berkumandang dari manara masjid, saya
ikut menyimak juga; apakah yang meninggal itu masih satu RT dengan
saya atau tidak. Pasalnya, di dinding teras rumah saya sejak dua
minggu yang lalu tergantung tanda 'palang merah'. Itu pertanda,
bersama enam tetangga lainnya, saya sedang dapat giliran menggali
kubur bila ada salah satu warga di RT kami yang meninggal.
Ini
akan menjadi pengalaman kedua sejak saya tinggal di kampung ini mulai
tahun 2009 yang lalu.
Menggali
kubur? Bukankah telah ada petugas khusus yang dibayar melalui iuran
rutin warga? Mungkin itu kebiasaan di tempat lain, dan boleh jadi di
tempat lain lagi ada yang dalam menggali kubur tak menunjuk petugas
khusus dan semua prosesi dari A sampai Z dilakukan secara gotong
royong. Begitulah; dimana langit dijunjung, disitu bumi dipijak.
Saya
belum bertanya sejak kapan dan oleh siapa peraturan menggali kubur
secara bergiliran itu di kampung ini diterapkan. Namun saya berbaik
sangka saja. Kalau bertakziyah kepada orang yang meninggal mempunyai
efek baik agar kita selalu ingat mati, apalagi dengan ikut menjadi
penggali kubur (yang dalam proses penggalian tak jarang menemukan
tulang-belulang). Tentu bobot ingat mati akan makin tinggi dan makin
menyadari kelak siapapun kita di kuburan akan tersisa
tulang-belulang. *****