SEBUAH jalan tol.Dengan pagar pembatas ditengah.Disitu ada surau,'langgar' orang kampung kami menamainya.Ia tua.Ia sakti,kata orang.Sampai sekarang tak bisa dibongkar.Aneh memang.Tapi datanglah ke kampung kami.Kampung yang sekarang terbelah jalan tol.Putus semua tali persaudaraan antar tetangga.Tapi sesekali ada yang nekat,berkunjung ke tetangga,yang sekarang telah dibatasi jalan tol,lalu tak pulang lagi.Mati,entah ditabrak apa.
Pagar besi angkuh.Dan lampu-lampu berkaki jangkung,sekalipun bersinar,ia redup.Lebih lebih didalam langgar itu.Yang tak terawat.Menjadi satu-satunya saksi.Dulu,sebelum dibangun tol,disini adalah kampung.Kampung yang damai.Terdengar suara adzan setiap masuk waktu sholat.Kini,tiada lagi itu.Suara adzan sudah pindah entah kemana.Orang-orang kampung juga pindah.Menyisakan langgar tua yang berdua saja bersama si bedug tua.Menjadikan jalan tol itu aneh.Satu-satunya jalan tol yang ada langgar diantara pagar pembatasnya.
Dulu setiap malam bulan puasa begini,selalu ramai langgar itu.Orang tarawih,orang pura-pura tarawih dan anak kecil yang berlarian disela-sela sholat.Mereka tak mampu membedakan ini tempat ibadah atau lapangan bola.Tetapi memang dibiarkan saja.Kelak,mereka akan tahu sendiri.Akan sadar sendiri.
Di langgar itu setiap malam kami mengaji.Dibimbing Madi.Lik Madi kami memanggilnya.Masih muda orangnya.Masih bujang pula.Ganteng untuk ukuran kampung kami.Selalu memakai songkok.Sampai-sampai rambutnya ada tanda abadi bila songkok yang agak menguning itu dilepasnya.
Maka,karena ia yang mengajari kami mengaji,kami selalu saja mau menjalani perintahnya.Termasuk menjaga buah semangka di sawahnya.Agar tak dicuri orang.Mana berani kami mencuri tanaman guru ngaji sendiri.Maka kami mencuri tanaman semangka di sawah milik tetangga saja.
Sebenarnya ia adalah cucunya yang punya langgar ini.Mbah Seki,namanya.Yang setiap malam Jum’at Legi selalu kami tunggu tumpengnya.Orangnya sudah tua.Yang hanya melepas susur-nya saat sholat saja.
Sebagian besar santrinya laki-laki.Ada beberapa perempuan sebenarnya.Dan itu manjadi masalah.Selalu menjadi masalah.Termasuk masalahku.Masalah bagi Gito yang seumur-umur belum juga beranjak dari juz satu,atau Budi yang kurang berbudi tetapi malah ahli mencuri mangga tetangga.
Pohon pisang dibelakang langgar,terlihat angker.Sisi timur langgar ada jalan setapak kebelakang.Disitulah tempat wudlunya.Isya’ saja sudah gelap minta ampun.Hanya ada obor untuk penerangnya.Dan kami sering meniupnya agar kembali gelap.Agar setan menemani kami menggoda santri wanita.
Ang,namanya.Ia santri yang cantik.Ia setan yang dikirim umtuk mengoda iman kami,mungkin.
Kami telah melantunkan pujian.Hendak sholat isya’ berjamaah.Tetapi ia berdiri lagi.Hendak wudlu lagi.”Aku kentut,”katanya.Dan setan itu menunjuk aku menemaninya ambil wudlu lagi.Di tempat wudlu dibelakang langgar.
Aku memegang obor.Dan obor itu pula yang membakar hatiku.Tapi setan dimulutku malah meniupnya.Gelap.Ang mendesah,”Jangan,”katanya.”Aku takut.”
Tapi aku tak membawa korek api.Aku hanya membawa api.Yang membakar hatiku dan tembus menyala diujung hidungku.Sejurus kemudian,aku menyulutkan api itu ke pipi Ang.Gila.Ya, setan memang gila.
Angin memang sedang malas,tetapi hembusan lain menerpa telinga.Hembusan setan yang mengabarkan ada perzinahan di tempat wudlu di belakang langgar.Mendengar itu,ya tentu saja Madi marah.Tetapi aku memahaminya sebagai cemburu.Kalah berani ia dengan aku.Ia tak punya hidung berapi.Dan lihatlah!Ia begitu dendam kepadaku.
Berkali-kali aku ingin ke langgar itu.Langgar yang tak mempan dibolduzer.Langgar yang sakti.Berdiri si sela tol.Yang selalu ramai.Kiri kanan langgar selalu ada kendaraan ngebut,kendaraan yang tak peduli keberadaan langgar ini.Tak.
Tetapi aku tentu selalu peduli.Maka,aku menyeberangi jalan tol ini,bertaruh nyawa.Menuju langgar tua.Tak tua-tua amat sebenarnya.Hanya karena tak terawat,maka ia terlihat lebih tua dari usianya.
Bentuk dan kenangan yang ada didalamnya itu yang bikin aku selalu merinduinya.Rindu suasananya. Ukuran langgar itu kecil saja.Hanya bambu rangka atapnya.Dindingnya juga dari anyaman bambu separo.Separonya lagi,sekitar satu meter dari bawah,adalah pasangan batu bata yang tak dipelester.Langgar tua.Yang berdebu.Bisu.Bedug itu juga bisu.Tiada yang pernah menabuhnya lagi.
Jalan tol masih ramai.Diam-diam sore datang.Tapi aku masih kerasan disini.Berdiam diri diterasnya.Memandang kendaraan yang seakan semua sopirnya adalah para pembalap Formula 1.
Aku mencari-cari sesuatu.Kayu atau apalah juga .Yang bisa untuk menabuh bedug berdebu ini sebentar lagi.Ketika waktu maghrib tiba.Ketika lampu-lampu jalan mulai menyala.
Tetapi sebelum maghrib datang,ada tamu yang mendahului tiba.Entah dari mana arahnya.Ataukan ia juga merindui langgar ini layaknya aku?.Orang tua itu seperti Madi tua.Dengan songkok yang menguning.Ketika ia melepasnya,rambutnya ada bekas peninggalan si songkok.Cekung,melingkar di atas telinga.
Tak berhasil aku mencari tabuh.Selepas tayamum,kerena tak kutemukan air di langgar ini,kami sholat jamaah.Berdua saja.Didalam langgar remang saja.Karena hanya ada sinar lampu tol yang masuk lewat jendela tua,yang sudah lapuk daun-daunnya.Ia,jendela itu, ada di kedua sisinya.Kanan dan kiri.Dan semuanya menghadap arah jalan tol.Yang kiri menghadap jajan tol ke arah barat,yang kanan sebaliknya. Kami wiridan dalam diam.Sebagai makmum aku betah berlama-lama dalam diam itu.Seperti diamnya imam.Dan diam-diam,diam itu membuatku tertidur.Entah untuk berapa lama.Tidur terduduk.Membungkuk.
Aku terjaga tepat tengah malam.Atau entahlah jam berapa.Pokoknya jalan tol sudah tak seramai sore tadi.Tapi selalu ada.Truk-truk tua yang di kepalanya ada lampu kuning berputar.Kasihan,tubuh truk yang renta itu dipaksa mengangkut bobot yang pasti melebihi kekuatannya.Berjalan pelan.Mendengus-dengus.
Ah,apa peduliku.Seperti mereka yang tak peduli aku.Juga tak peduli langgar tua ini.Mereka tentu tak tahu aku dulu menimba ilmu disini.Ilmu agama,juga ilmu mencuri buah tetangga.Mereka tahunya ini tempat angker.Yang tak mempan digusur bolduzer.
Mereka selalu mengatakan di langgar ini banyak setannya.Huh,tentu hanya setan yang bilang begitu.Karena,mana ada setan kerasan tinggal di langgar.Aku,yang dulu saban malam tidur disini,tak pernah menemui wajah setan.Atau memang malah akulah si setan itu.Yang tega berbuat zina di tempat wudlu itu.Mencium Ang.Ah,persetan!
Terlalu banyak kenangan menempel di tempat ini.Kenangan keberanianku mencium wanita untuk pertama kali.Dan seterusnya menjadi keterusan.Karena rupanya Ang,setan perempuan itu,juga ketagihan.Gila.Memang gila.Karena tempat wudlu itu selalu aku jadilan tempat begitu.Dasar setan.
“Gila.Ini langgar,kenapa kamu melanggar kesuciannya!”
Lik Madi menghardikku kesetanan.Huh,setan pula.Ia cemburu rupanya.Dan gengsinya hancur kalah cepat mencium santri tercantik di langgar ini.
Kecemburuan itu begitu berkobarnya,sampai aku dijatuhi hukuman.Saban malam harus mambaca tiga surat panjang-panjang.Dan tidak boleh mengantar santri putri wudlu malam-malam.Semua peranku itu diambil alih si Madi.Termasuk mengantar wudlu si Ang.Pasti setan dibawaha pohon pisang,diseputar tempat wudlu itu,ramai-ramai meletakkan api di ujung hidungnya.Menyulut pipi Ang.Gila.Setan memang gila.
Lama sudah semua kegilaan itu terjadi.Sebelum tol ini dibangun.Sekian belas tahun lalu.Atau lebih.Sampai kemudian orang sekampung terusir dari kampungnya sendiri.Tol yang membelahnya,diikuti oleh pembelahan-pembelahan yang lain.Orang kaya dari kota membeli tanah-sawah kami.Dan sekarang ,tanah kami,sawah kami dan rumah-rumah kami menjadi perumahan berkelas,pertokoan dan aneka lainya.
Orang kampung yang sudah dipinggir,jadi makin terpinggir lagi.Jauh.Bahkan ada sampai terlempar ke luar pulau.Seperti bapak ibuku.Dan setelah sekiah lama,aku kesini lagi hari ini.Ada kekuatan yang seakan mengajakku kesini.Tanpa tujuan pasti.Karena semua saudaraku sudah ikut pindah entah kemana.Tapi setidaknya aku masih punya tujuan dan tempat yang bisa kutinggali untuk beberapa lama.Ya, langgar tua ini.Yang tetap setia bersama si bedug tua.
Duduk saja di teras langgar.Pak tua yang mirip pak Madi dengan rambut berbekas songkok itu tetap bersila.Ke arah Barat.Diam.Atau mungkin ia sedang membaca sesuatu.Tetapi membaca dalam hati.Suaranya tak terdengar,ataukan memang kalah oleh deru mobil yang melaju sekencang angin malam ini.Mobil-mobil itu aneka tabiatnya.Ada yang suka main curang di bahu jalan.Ada yang melesat lurus seperti anak panah lepas dari busurmya.Ada yang merambat pelan.Ia adalah mobil usia tua tetapi masih saja menanggung beban berat dipundaknya.Ia tak kuat lari,tentu saja.Nafasnya sudah sedemiakain parahnya.Seberapa keraspun ia mendengus,lajunya tak kan melebihi angka 60 kilo per jam.Dan itu pelanggaran.Bukankan laju di jalan tol harus lebih dari larinya itu?
Mobil-mobil tua itu,hidungnya pesek.Lain sekali dengan mobil serupa yang dulu pernah aku lihat waktu kecil.Sungguh,dulu aku sering melihat mobil besar,bertubuh gendut (ketika besar aku baru tahu ia bernama mobil tanki,dan sering kencing sembarangan) berhidung mancung.Dan dari hidungnya itu si sopir menyogokkan sebatang besi untuk menghidupkannnya.Memutarnya sekuat tenaga,maka mendenguslah ia,bersamaan dengan suara kentut berasap hitam yang keluar dari pantatnya.
Ya,mobil macam begitu itu yang malam ini mendominasi.Karena tanpa hidung mancung,tentulah ia tak perlu sogokan untuk menjalankannya.Mobil-mobil itu menghiasi lampu kuning yang berputar-putar di atas kepalanya.Apakah ia sedang berkunang-kunang seperti yang sering aku lihat pada film kartun di televisi hitam putih jaman dulu.Atau sekadar supaya gaya saja.
Malam semakin malam.Aku tetap saja di teras langgar.Kerasan.Memandangi mobil mobil menderu.Memandangi kunang-kunang di kepala truk-truk.Berputar -putar.Selalu kuning.Entah kenapa tiada yang memakai warna lain.Berpuluh atau bahkan beratus truk panjang besar,seandainya menghiasai kepalanya tidak hanya sewarna,ada merah,ungu,hijau,biru tentulah lebih ramai.Indah.Asyik juga membayangkan sesuatu yang beda.Tetapi kenapa tidak ada yang memulai?
Mana sempat mereka berpikir begitu.Juga mana sempat mereka berpikir mampir ke langgar tua ini sekali waktu.Nanti.
Dari jauh kulihat tubuh tua meliuk-liuk.Truk tua itu rupanya mengantuk.Putaran lampu kuning dikepalanya itu tandanya.Ia redup tapi besar.Besar dan makin besar.Ia kehilangan kesadaran.Berjalan sambil tidur.Ia mendekati langgar.Ia melanggar langgar.Dan aku tak sempat menghindar.Dicium si hidung pesek yang masuk langgar.Ingin sembahyang mungkin.
Api menyala lebih terang dari lampu dikepalanya tadi.Menghanguskan sekujur tubuhnya tanpa sempat di selamatkan PMK yang datang terlambat.Mayat truk itu berada di tengah pembatas jalan.Dan karena sekarang malam,ia tak seberapa mengganggu yang lain.
Semprotan air dari selang-selang petugas PMK itu menerpaku.Tubuhku porak poranda karenanya.Tapi mereka tak peduli.Terus saja mengguyurkan air dengan tekanan sedemikian rupa.Sampai aku kehilangan napas.Moncong selang itu terus saja mencari mangsa.Kali ini diarahkan ke dalam kepala truk yang mengepulkan asap hitam.Mengeluarkan aroma kulit terbakar.Menyemprotnya.Begitu asap minggat,mereka melongoknya.Dan tak menemukan sopir mengantuk beserta kernetnya.
Aku menoleh ke langgar.Tubuh langgar itu remuk redam.Tetapi,lelaki yang semakin kuyakini sebagai Madi itu tetap dalam duduknya.Menghadap kearah yang sama.Tetap bersila.Tapi,hei,lihat!Kali ini ia tidak sendiri.Ia bertiga dengan sopir dan kernet truk yang hangus terbakar barusan.
Aku ikut mendekatinya.Ikut bersila dibelakang orang yang rambutnya berbekas lingkaran songkok tepat diatas kupingnya.Dan aku ingin bersila ditempat ini selama mungkin.*****