SUDAH berangkatnya kesiangan,
jalanan macet pula. Lengkap sudah. Risikonya yang pasti, menjadi
terlambat tiba di tempat kerja.
Walaupun sudah main gas pol-rem pol
(ngebut, maksudnya), tetapi kalau palang pintu kereta sedang turun
dan sirinenya meraung-raung disusul suara ala Maria Untu yang
mengingatkan setiap pengendara harus mendahulukan perjalanan kereta
api, mau apa coba? Nekat, dengan menerobos palang perlintasan KA?
Lhadalah, nasi goreng masih enak, Cak....
Dan setiap berangkat atau pulang kerja,
palang pintu KA yang harus saya lewati ada dua; satu di dekat Giant
Margorejo (kalau lagi lewat Panjangjiwo, palang KA ada di dekat
perempatan Jagir) dan satu lagi di dekat RSI Wonokromo. Kalau nasib
lagi apes, pas menjelang dua perlintasan itu kami mesti berhenti
beberapa menit mendahulukan si kereta api. Tetapi, kemarin lusa,
sekalipun tidak sedang ada kereta lewat, jalan depan RSI itu macetnya
luar biasa. Bukan hanya yang dari arah Sidoarjo yang masuk kota
Surabaya. Tetapi juga yang yang dari arah Ngagel belok kanan via
bawah layang Mayangkara, sementara dilarang. Dan kelompok pengendara
ini harus mengambil jalur lurus ke selatan untuk putar balik di U
turn Margorejo Indah. Lumayan jauh, sekaligus lumayan panjang
macetnya. Penyebabnya adalah, karena pihak KA sedang meninggikan
beberapa centi rel yang melintang di jalan padat itu.
Syukurlah, pagi tadi perbaikan rel
sudah selesai. Bekas galian kanan-kiri rel juga sudah diaspal rapi.
Ini tentu melengkapi kelegaan saya karena dua palang pintu yang saya
lewati semua sedang menganga lebar. Pun, rupanya lampu merah sedang
tidak mau melotot ketika saya melintas. Sehingga, sekalipun saya
berangkat agak kesiangan, saya berharap sampai kantor masih belum
telat.
Rupanya doa saya tidak sepenuhnya
terkabul. Selepas rel KA di depan RSI, kendaran merambat. Pikir saya,
mungkin sedang ada kecelakaan. Makin mendekati terminal Joyoboyo,
makin padat. Sambil berhenti dan berdiri, saya melongok jauh kedepan,
clear; tidak ada laka-lantas.
Tetapi, di atas jalan yang dibawahnya
melintas aliran sungai (kalau diukur, barangkali berjarak sekitar
lima puluh meter dari terminal Joyoboyo), ada angkot yang rupanya
sedang melanggar peraturan. Karena, setahu saya, di lokasi itu tidak
dibolehkan menaik-turunkan penumpang. Namun angkot berjenis Suzuki
Carry itu tak peduli. Toh, saya lihat, sedang tidak ada polisi di
situ.
Yang saya tak habis pikir, tiga orang
itu (saya curiga satu diantaranya adalah si sopir angkot) sedang
memasukkan sebuah sepeda motor berjenis laki-laki (sepertinya bermerk
Honda dari species Mega Pro) ke dalam angkot yang sedang kosong itu.
Saya lihat, separuh tubuh motor itu sudah masuk lambung si Carry, tetapi setengah badan sisanya, tampak kesulitan turut dimasukkan. Tentu mereka sedang tidak membuat atraksi untuk memecahkan rekor
sehingga bisa tercatat di Muri. Namun, dengan melakukan itu, sepertinya
mereka sedang dalam keadaan terpaksa. Misalnya, motor itu mogok jadi
terpaksa diangkut angkot. Bagi si sopir, terpaksa mau karena harganya
cocok, sementara penumpang berjenis orang sedang sepi.
Karena terjebak macet yang diakibatkan
kejadian konyol itu, sesampainya di tempat finger print
absensi,. saya menyesal karena mendapati terlambat masuk kerja sekian
menit. Yang juga agak saya sesali, saya tidak mengingat-ingat nopol
angkot dan motor itu. Sesal berikutnya adalah, pagi ini saya sedang
tidak membawa kamera, sehingga adegan angkot mengangkut motor itu tidak
bisa saya tunjukkan kepada sampeyan. *****