TADI malam dibelikan si mbarep makanan yang dipesan secara daring. Sebagai penganut sekte 'pantang menolak walau perut sudah relatif penuh', si ramen itu akhirnya saya carikan tempat di sela-sela rongga lambung.
Sepertinya lambung saya tetaplah lambung ndeso. Yang hanya akrab dengan nasi pecel, lalapan, sayur kelor atau paling banter rawon dengan subalan irisan labu siam sekwintal.
Bukannya tentram sentosa, perut saya semalaman malah mulas terus dengan ramen yang langsung saya tunjuk sebagai kambing hitamnya.
Benar saja, dari sejak sahur tadi, telah berkali-kali saya ke belakang; masur-masur. Ramen, yang di lidah saya terasa belum familiar, di lambung rupanya ia malah dikenali sebagai barang asing.
Kalau saja tadi malam saya tidak maksa memakannya, bisa jadi pagi ini saya ramencret!