TANAMAN hias berbatang menjalar
berbunga merah itu saya mengenalnya bernama 9-3. Nama ini disematkan
kepadanya karena bunga-bunganya itu merekah saat jam pagi dan akan
mengatup lagi saat jam 3 sore. Tetapi, “Bunga buka kantor,”
begitu nama yang dikenal oleh istri saya.
Saya tak mempermasalahkannya. Seperti
saya yang tetap mengenal bunga desember sekalipun di depan rumah
tetangga saya bunga itu telah merekah saat bulan masih awal Nopember.
Sementara, sebagai bunga, ada yang dinikmati adalah daunnya aja.
Misalnya, bunga 'kuping gajah'. Tanaman hias berdaun lebar-lebar ini
sama sekali bunganya tidak indah, tetapi ayah saya sejak dulu gemar
sekali memeliharanya. Karena daunnya yang lebar-lebar itu lantas kami
mengenalnya sebagai kuping gajah (telinga gajah). Sebuah penamaan
yang masuk akal. Semasuk akal nama 'beras kutah' untuk jenis tanaman
hias yang sekujur daunnya dipenuhi bercak-bercak putih laksana beras
tumpah.
Tetapi tentu saja nama bunga tak melulu
disesuaikan dengan penampilannya. Daunnya yang bergelombang itu,
tentu pantasnya hanya dinamakan bunga daun gelombang. Tetapi
sepertinya itu kurang keren. Maka, di akta kelahirannya, ia dinamakan
bunga gelombang cinta. Biarlah, karena bukankah itu makin terdengar
indah. Indah dan bombastis! Walau kini nasibnya tragis.
Ada lagi yang namanya bunga sepatu.
Sumpah, belum pernah saya menemui model sepatu seperti bentuk bunga
itu. Mungkin, si dewa pemberi nama bunga kala itu sedang kehabisan
ide ketika menamakannya. Atau si dewa sedang ada masalah dengan
keluarganya. Mungkin ia sedang jengkel disindiri oleh mertuanya
karena saban hari lebih sibuk menamai setiap bunga sampai lupa
mencari uang untuk membeli beras demi anak-istrinya.
Maka ketika di depan rumah ada sejenis
tanaman hias berdaun panjang kaku dan lancip-lancip, dengan mantap si
dewa menamakannya; bunga lidah mertua!*****