DULU, di desa saya, setiap menjelang pemilihan Petinggi (Kepala Desa), malamnya ada banyak orang begadang. Tidak tidur semalaman. Sambil menatap langit. Menunggu penampakan pulung. Konon cahayanya kuning keemasan. Dengan sorot terang, namun tak bikin silau. Kemana cahaya itu jatuh, misalnya ke salah satu calon Kades, orang pada yakin, bahwa si calon itulah yang sedang tertimpa wahyu keprabon. Dan pemilihan kepala desa besok harinya laksana tinggal formalitas belaka. Karena petunjuk 'langit' sudah jelas siapa yang bakal terpilih.
Kini, entah, apa masih ada hal begitu itu. Termasuk malam ini. Saat besok pagi digelar Pilpres, pemilihan presiden terpanas sepanjang yang pernah saya tahu. Sebuah 'tanding ulang'. Antara capres lima tahun lalu yang gagal mendulang suara terbanyak, melawan capres lima tahun lalu yang jadi dan tahun ini njago lagi.
Pilpres terpanas, di Pemilu terruwet (?) dibanding gelaran serupa sebelum-sebelumnya. Pileg dan Pilpres digelar bareng-breng. Dengan nuansa jelang re-match antara Pak Wi dan Pak Wo yang sedemikian sengit, praktis perhatian publik tersedot kesitu. Pileg kalah gaung. Entah bagaimana pula seandainya nanti pileg, pilpres dan pilkada juga digelar serentak.
Kembali tentang pulung, tentang wahyu keprabon. Ke siapa kali ia akan jatuh? Sedangkan Pak Wi di mata kubu (fanatik) sebelah sering dinilai tak ada baik-baiknya. Pun Pak Wo di mata sebagian (besar?) kubu seberangnya.
Sependek ingatan saya, baru pada Pilpres kali ini ada penamaan massa memakai nama hewan. Ada cebong, ada kampret. Sebuah kemunduran, menurut saya. Wadanan alias julukan yang entah siapa pencetusnya itu, semoga lepas pilpres tak lagi terpakai. Untuk selamanya. Kecuali kita menikmatinya. Dijuluki dengan nama hewan.
Dari saya membuat tulisan ini, Pemilu 2019 tinggal beberapa jam lagi. Harapan Pak Wo dan para pendukungnya, ia bisa memimpin negeri ini. Pun demikian dengan Pak Wi, tentu beliau ingin menjabat lagi. Namun, menurut saya, siapapun nanti yang terpilih, (malam ini terlihat ketiban pulung atau tidak --- karena turunnya wahyu keprabon tidak semua orang dapat melihat) ia telah dipilih oleh yang maha memilih. Dan harus diterima. Selebihnya, tak perlu melakukan tindakan-tindakan yang tak perlu. ****