DALAM
perjalanan darat jarak jauh, hal kecil macam buang air kecil bisa
menjadi bukan perkara kecil. Terlebih ketika kita tak membawa baju
ganti untuk sholat. Pilihan pertama tentu SPBU yang selalu
menyediakan toilet. Beberapa SPBU menggratiskan fasiltas ini sebagai
bagian dari layanan mereka. Walau, bisa jadi, yang mampir kesitu
murni hanya untuk numpang pipis dan tak mengisi BBM karena tandon di
tanki kendaraan masih banyak. Sekalipun gratisan, beberapa SPBU
memperhatikan betul kebersihan toilet dan ketersediaan airnya, walau
di beberapa SPBU lainnya saya dapati tidak begitu; kondisinya relatif
jorok dan tiada air pula.
Pilihan
buang air berikutnya adalah di toilet masjid-masjid di pinggir jalan.
Tiada tarifnya, hanya biasanya disediakan kotak amal di pintu masuk
toilet dan tiada yang menjaga. Artinya; seikhlasnya saja. Tak mengisi
pun tak mengapa walau kebangetan saja kiranya.
|
Toilet VIP tampak dari luar. (Foto: ediwe) |
Setiap
pulang kampung dan melihat di daerah Grati, Pasuruan, ada toilet VIP di
sebuah SPBU, saya selalu penasaran. Beberapa kali ingin mampir
sekadar mengintip toilet VIP itu, kok eman-eman saja. Uang
sepuluh ribu rupiah sebagai tarifnya saya rasa terlalu mahal untuk
sekadar sebagai ongkos pipis. Karena bukankah di SPBU lain kita bisa
langsung kabur setelah pipis mak-cur? Lha kok ini mesti
bayar segala, sepuluh ribu pula.
“Kalau
yang VIP ada showernya, air hangat pun selalu tersedia,' kata
petugas kafetaria di SPBU itu menerangkan ketika saya tanya. “Kalau
toilet biasa ada di sana, tarifnya lima ribu rupiah,” lanjut lelaki
ramah itu menunjuk deretan toilet di sisi kanannya.
|
Oh, yang sepuluh ribu itu untuk dana kebersihan to? (Foto: ediwe) |
Saya
mengedar pandang; meja kursi tertata rapi di indor maupun
outdor, pula ada beberapa sarana bermain anak-anak di halaman
samping kafetaria. Benar-benar tempat istirahat yang nyaman untuk
melepas penat dalam perjalanan. Untuk urusan perut pun tersedia.
Walau, kalau melihat sebotol air mineral dan snack yang saya
beli disini tadi berharga hampir dua kali lipat dari harga barang
serupa di minimarket, bukan tidak mungkin harga makanan disini juga
agak tak ramah kantong bagi orang seperti saya.
Lelaki
kasir kafetaria yang ramah itu memanggil seorang bapak cleaning
service ketika saya bilang akan melihat-lihat bagian dalam toilet
VIP yang tarifnya selangit itu. Ya, di dinding depan toilet VIP itu
memang tertempel pemberitahuan harus memanggil petugas kalau hendak
menggunakannya.
|
Head dan hand shower dengan air panas dan dingin. (Foto: ediwe) |
Bapak
cleaning service itu membukakan untuk saya toilet nomor dua
dari deretan kamar toilet VIP yang ada. Menyalakan lampunya,
menghidupkan exhaust fan-nya lalu dengan sopan menyilakan saya
masuk ke dalam.
Saya
menghitung dinding keramiknya dan mendapati ukuran 1,5 x 1,6 meter
luasnya. Ada head shower dan hand shower-nya, ada pula
tissuenya. WC duduknya pun bersih tanpa kerak. Setelah menutup
pintu dari dalam, saya menarik nafas agak dalam dan tak mendapati bau
pesing tersisa masuk ke lubang hidung saya, walau sayangnya tak pula
terdapat pewangi ruangannya.
|
Bersih, tidak pesing tapi juga tidak wangi. (Foto: ediwe) |
Dengan
ventilasi memadai ditambah exhaust fan yang menyala,
menjadikan saya tak kegerahan di dalam walau cuaca di luar begitu
teriknya. Dengan cuaca seterik di luar itu, tentu air hangat kurang
berguna, karena mandi pakai shower dengan air dingin tentu
lebih mak-nyus segarnya. Oh, tidak, saya tidak mandi. Saya
hanya pipis saja.
Betul,
kalau masuk menggunakan toilet VIP itu sekadar untuk buang air kecil
semata, tentu sama dengan buang-buang uang saja. Sepuluh ribu rupiah,
bos. Uang segitu sudah bisa untuk beli BBM jenis Pertamax satu liter
lebih, atau dapat empat bungkus jajan cenil atau klepon
di bunderan Gempol sana sebagai buah tangan bagi anak-anak di
rumah.****