tahu Sumedang dijual keliling
membeli mangga ke Belanda untuk
dibuat gulali
selamat datang di pesawat Citilink
kami bangga membawa Anda terbang ke
Bali
SUARA merdu awak Citilink
menyambut penumpang dengan berpantun. Dan seperti saya tulis di
beberapa posting sebelumnya, beberapa bulan yang lalu saya memang
mendapat tugas kerja ke Bali. Untuk transportasi berangkat dan balik
saya difasilitasi moda angkutan udara. Lumayanlah, dari yang
sebelumnya hanya biasa naik bis, kini berkesempatan bolak-balik naik
pesawat. Tanpa bayar pula. Ke Bali lagi. Kalaulah mau diplesetkan,
halan-halan ke mBali, gratis, malah digaji pula. Duhai, nikmat
Tuhan manakah lagi yang layak saya dustakan?
Beberapa kali saya terbang memang hanya
pakai tiket promo. Saya yang awam ini punya ancar-ancar, kalau dapat
tempat duduk dekat pintu darurat, oh sepertinya saya sedang dibelikan
tiket yang harganya lebih murah. Namanya juga tiket promo. Ohya, saya
terbang ke atau dari Ngurah Rai, kalau gak pakai Lion, ya
pakai Citilink.
Duduk di dekat pintu darurat sih lebih
lega, karena saya bisa selonjor. Itu didesain begitu memang kalau
terjadi emergency agar orang mudah untuk meuju pintu darurat.
Sedangkan kalau tempat duduk biasa, jarak antara dengkul dan kursi di
depan lebih sempit.
Duduk di dekat pintu darurat. (Foto: ewe) |
“Karena bapak duduk di dekat pintu
darurat, bersediakah Bapak melakukan tindakan yang dperlukan bila
terjadi keadaan darurat?” biasanya pramugari akan bertanya begitu
beberapa saat sebelum pesawat take off.
Dan saat saya mengangguk tanda
bersedia, si pramugari akan berkata secara cepat hal-hal apa saja
yang mesti dilakukan. Hebat betul dia. Karena mungkin itu sering dia
lakukan, menjadikannya hapal di luar kepala.
Tidak selalu dibelikan tiket kelas
pintu darurat sih, suatu kali saya dapat tempat duduk biasa.
Berjarak dua kursi di belakang pintu darurat. Pramugari telah selesai
menghitung jumlah penumpang, sudah selesai pula memperagakan apa saja
yang mesti dilakukan bila dalam kondisi tertentu. Termasuk
menunjukkan letak pelampung dan masker oksigen serta cara
menggunakannya bila diperlukan.
Salah satu dari pramugari itu, yang
tadi memperagakan di dekat pintu darurat sisi tengah (kalau tidak
salah, pintu darurat pesawat ada tiga titik; depan, tengah dan
belakang), memandang saya, lalu melangkah ke dekat tempat duduk saya.
Oh, jangan-jangan dia pernah baca blog saya ini dan sedang ingin
berkelanan. Preettt... GR ya saya?
Pramugari dengan kulit kuning dan wajah
bening itu makin clink dengan senyum tersungging, “Maaf,
bisa saya minta tolong agar bapak pindah tempat duduk?” ia menunjuk
kursi dekat pintu darurat, yang telah duduk disitu seorang ibu
berdampingan dengan putranya yang masih seusia anak SD. “Untuk
membuka pintu darurat dibutuhkan tenaga, dan tentu Ibu dan anaknya
itu tidak mampu melakukannya. ” begitu lanjutnya.
Saya tak punya alasan untuk menolaknya.
Toh, belum tentu dalam penerbangan nanti mengalami kondisi emergency.
Dan sepertinya, saya memang berjodoh untuk duduk di dekat pintu
darurat. *****