SUDAH sejak beberapa hari yang lalu, setiap sesaat setelah menempelkan jari ke alat pemindai absensi, saya dan semua teman kerja (termasuk juga para tamu) yang lainnya diperika suhu tubuhnya. Ya, nama alatnya thermal scanner. Bentuknya seperti pistol. Yang ditembakkan ke jidat. Jaraknya 4-6 centimeter. Sampai muncul angka tubuh (atau jidat¿) kami. Kalau suhunya normal, ya boleh masuk. Nah kalau badan sedang meriang (tapi tak gembira😊) alias semlumut dan terdeteksi suhu badan di atas angka 37,5° C bagaimana?
Sesuai arahan yang ada, ya mesti balik kanan. Pulang. Gak boleh masuk. Lalu? Ya disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter. Tentang setelah mendapati tidak boleh masuk lalu beneran akan ke dokter atau malah tidak, ya terserah.
Ada teman, yang entah bercanda atau tidak, bilang bahwa mendingan tidak usah periksa daripada setelah diperiksa malah tahu penyakit yang kita idap. Dan sepertinya ada juga teman lain yang sependapat dengan teman saya itu. Tapi sekarang, yang hangat dibicarakan orang adalah corona. Virus yang telah menyebabkan ribuan orang meninggal di Tiongkok, tempat pertamakali virus itu ditemukan. Dan sekarang si virus itu telah menyebar ke banyak negara. Juga ke negara kita.
Apakah kita memilih bersikap santuy saja? Seyogianya tidak. Tetapi memilih sok panik juga jangan. Begitu pesan dari beberapa tokoh pengambil kebijakan yang saya lihat di media. Makanya saya tidak ikutan memborong kebutuhan pokok seperti dilakukan banyak orang. Lha karena memang tidak ada uang untuk ikut aksi borong barang.😊
Bahwa budaya hidup bersih di masyarakat kita sebagian besar masih ya... gitu deh, tentu mewaspadai persebaran corona di negara kita tidak bisa dilakukan secara ya.. gitu deh. Kerena beberapa mitos yang beberapa waktu lalu dipercaya bahwa karena ini-itu si virus corona tak akan masuk ke negara kita ternyata tak terbukti.
Kabar yang mengatakah penderita positif corona asal Depok itu terpapar temannya yang warga Jepang, saya juga mesti lebih waspada. Karena, banyak juga orang Jepang di tempat kerja saya ini. Juga orang Korsel. Yang juga termasuk negara dengan pasien positif corona dengan jumlah yang relatif banyak.
Tentu saya khawatir. Juga waspada. Juga takut. Takut tertular. Lalu takut pula turut menulari orang terdekat saya. Semoga jangan terjadi. Semoga sebagaimana badai, wabah ini segera berlalu.
Indonesia Jiayou!*****