SETIAP saya pulang ke desa, emak selalu 
sibuk menyiapkan menu makan. Saya selalu langsung menyetopnya bila tujuannya 
memasak berbahan daging ayam. Bukannya saya anti makan daging dan penganut vegetarian. Bukan. Tetapi 
saya selalu rindu akan masakan emak yang jarang saya temui di kota; 
eseng-eseng genjer.
Makan berteman eseng-eseng genjer itu, plus 
sambal terasi bertabur teri, hmm... tak tahan saya untuk tidak bolak-balik 
nambah nasi lagi.
Lain emak, lain pula masakan mendiang nenek yang 
sampai sekarang saya kenang. Sayur lumbu. Lumbu itu, Sampeyan 
tahu, adalah nama daun talas. Bukan sembarang talas, tetapi talas yang bernama 
bentul. Betul, buahnya yang dijadikan gambar merek rokok Bentoel  
itu.
Yang namanya daun talas, kalau dimasak tentulah 
lunak. Mblekotrok. Dan warnanya hijau pekat. Atau malah cenderung 
menjurus menghitam. Tidak polos sih, karena sayur 'lumbu' itu ditambah 
kedelai putih. Jadinya, tampak kontras. Mblekotrok  hitam bertabur kedelai yang 
mulus kemletus. Entah apa bumbunya, pokoknya rasa sayur daun lumbu ini 
khas. Dengan tambahan cabe secukupnya, jan maknyus  bagi lidah saya yang sederhana ini.
Kuliner kelas kampung memang aneka rupa. 
Sekalipun, tentu saja, emak atau nenek saya tidak menghias sedemikian rupa saat 
menyajikannya. Tidak seperti lazim kita temui pada hidangan di 
restoran-restoran. Menu-menu itu tampil bersahaja apa adanya. Dan malah kadang 
namanya terdengar unik dan sekenanya.
Untuk gorengan, misalnya. Ketika tape singkong 
dibalut tepung dan digoreng, di kampung saya ia bernama 'rondo royal'. Yang 
kalau diterjemahkan menjadi 'janda royal'. Ada pula yang namanya jibeg. 
Padahal jibeg itu, kalau dialih-bahasakan menjadi bingung, pusing yang 
sangat pusing pokoknya. Dan jibeg itu berbahan buah sawo matang yang 
digoreng. Buah sawo digoreng? Kalau pisang goreng sih sudah umum, 
lha kalau sawo digoreng?! Ini, konon, asal muasalnya; Karena bingung 
(jibeg) tidak ada pisang yang layak digoreng, sementara tamu-tamu sudah datang, 
eh di dapur yang ada cuma sawo. Maka, selain sawo disuguhkan lawaran 
sebagai buah, selebihnya digoreng saja. Jadilah ia  jibeg.
Kembali ke soal menu makan. Kali ini tampil 
sebagai sekumpulan bahan mentah yang dirajang. Ada mentimun, kacang panjang, 
lamtoro, kemangi, kelapa agak muda yang diparut dan aneka sayur lainnya. Bumbunya 
yang agak pedas, dengan aroma kencur yang harum, ia terasa segar dijadikan lauk 
makan siang. Dan entah siapa yang memberinya nama sedemikian ngawurnya. Saya 
tidak tahu di daerah Sampeyan ia bernama apa, tetapi di desa saya ia 
dinamakan terancam! *****
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar