Minggu, 19 Juli 2015

Lebaran tanpa Khong Guan

SUDAH menjadi tradisi, selama ramadhan, di kiri-kanan sepanjang jalan Kalirungkut, Surabaya, menjamur lapak penjual kue dan aneka sirup. Variasi pilihan lumayan lengkap, dan (konon) harga yang dipatok pun lebih ramah di kantong.

Sebagaimana mal atau pasar, lapak-lapak itu makin ramai sesaat setelah cairnya THR (maklum, Rungkut adalah kawasan industri --yang tentu penghuninya banyak sekali kaum buruhnya), saat mana di masjid atau surau jamaah tarawih justru sedang mulai berkurang. Lokasi lapak kebutuhan kue lebaran itu tak seberapa jauh dari pabrik PT Jacobis, produsen merek-merek biskuit kondang. Salah satu varian produknya mungkin malam ini mulai Anda tata di meja depan.

Kalau istri Anda adalah penghobi diskon, istri saya pun demikian. Hari-hari kemarin tak membeli Khong Guan, malam ini mengajak diantar ke lapak-lapak itu demi tujuan mendapatkan harga lebih miring lagi. Prediksinya; malam ini malam terakhir, dan lapak-lapak insidentil itu esok hari sudah tidak jualan. Dengan kata lain, malam ini malam cuci gudang.

Berbelanja di masa injury time begini ternyata mengandung risiko juga. Dari semua lapak yang ada, tak satu kaleng pun Khong Guan tersisa. Adanya cuma Hock Guan, satu merek yang, sayangnya, kurang diminati istri saya --karena dari namanya saja sudah mengesankan sebagai Khong Guan KW kesekian.

Gagal mendapatkannya di lapak pinggir jalan, sasaran perburuan berikutnya adalah beberapa minimarket di sepanjang Kalirungkut. Hasilnya? Setali tiga uang.

Ya wislah.
Sebagaimana tak pakai baju baru tak apa-apa karena masih ada baju yang lama, lebaran tanpa Khong Guan pun tak apa-apa karena masih ada kue lainnya. Kalau terpaksa, tak ada kue pun tak apa-apa. Di idul fitri, ada yang lebih layak diberikan dan diterima; maaf. Maka, di hari istimewa ini, kalau saya meminta maaf, saya pun menerima permintaaan maaf Sampeyan. Sekarang, skor kita kosong-kosong ya....*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar