BELUM memadainya
pengetahuan masyarakat umum bahwa pada 2018 semua saluran televisi di Indonesia
harus sudah bermigrasi ke kanal digital, adalah indikasi minimnya sosialisasi
akan hal tersebut. Juga, kok saya
belum pernah melihat pemberitahuan –semacam running
text—sebuah stasiun televisi (saya ambil contoh kasus di Surabaya ini) yang
mengumumkan kepada khalayak pemirsa bahwa stasiunnya sudah bersiaran secara simulcast; ya analog, ya digital.
Sehingga, hanya kalangan tertentu saja yang mengetahui bahwa
di kota ini beberapa stasiun televisi telah menjajal kanal digital. Maka saya
tidaklah heran ketika seorang teman menganggap dengan hanya menggunakan antena
UHF digital (yang kini ramai dijual di toko-toko elektronika) ia merasa telah akan
bisa menangkap siaran televisi digital. Tentu saja ia keliru. Karena saya tahu,
pesawat televisinya hanya televisi tabung biasa seperti punya saya. Jangankan yang masih tabung
begitu, yang sudah berlayar LCD atau LED saja belum tentu telah tertanam
perangkat DVB-T2 di dalamnya kok.
Padahal perangkat itu harus ada agar bisa menangkap siaran
televisi digital. Masalahnya adalah, alat set
top box itu sekarang ini masih agak sulit didapat di pasaran. Kalaulah ada,
biasanya lewat transaksi online,
harganya masih terlalu mahal. Kisarannya masih antara 350 ribu sampai 650 ribu
rupiah!
Memang, hanya dengan alat inilah kita bisa menangkap siaran
televisi digital pada pesawat televisi kita yang masih berteknologi analog. Dengan
alat itu suara dan gambar akan tampak lebih cling, lebih bening. Namun bila Sampeyan bermukim di wilayah yang selama ini sinyal televisi analog bisa dinikmati
dengan kualitas gambar yang sempurna, sepertinya tidak ada alasan yang mendesak
untuk segera memiliki DVB-T2. Harga barang itu masih teramat mahal untuk menonton
siaran yang salurannya belum sebanyak televisi analog. Sekali lagi saya ambil
contoh di kota ini; dengan menggunakan DVB-T2, kita bisa menangkap siaran stasiun televisi di Surabaya yang sudah memancar secara digital. Yaitu; TVRI-1, TVRI-2, TVRI-3 ( sayang sekali ketiganya sering
menayangkan program yang sama, dan masih menggunakan teknologi DVB-T1), RCTI, MNCTV, GlobalTV, MetroTV, BBS, TransTV,
Trans7, TVOne, ANTV dan KompasTV saja. Sementara, sekalipun sebagai salah satu pemenang
lelang kanal digital zona 7 (Jatim), SCTV (termasuk Indosiar sebagai salah satu
grupnya) masih belum nampak batang sinyalnya.
Lain halnya ketika tempat tinggal Sampeyan berjarak agak jauh
dari antena pemancar televisi, dengan DVB-T2 itu, kemungkinan akan Anda
dapatkan kualitas gambar yang lebih jelas. Namun dengan kisaran harga yang
masih setinggi itu, plus belum semua
stasiun televisi bersiaran secara digital, menurut saya, kok menahan diri dulu untuk tidak buru-buru membeli adalah pilihan
yang masuk akal.
Akan berbeda ketika nanti siaran televisi analog sudah
benar-benar di-switch off, maka mau
tidak mau kita harus melengkapi pesawat televisi dengan set top box DVB-T2 ini. Tetapi saat itu masih sekian tahun lagi. Secara
nasional masih lima tahun lagi, tetapi untuk zona 7 Jawa Timur ini, analog switch off (ASO) akan
dilaksanakan akhir tahun 2015.
Saat itu, ketika semua televisi sudah harus bersiaran secara
digital, bisa jadi harga DVB-T2 tidak segila kini. Mungkin akan berharga
separuhnya saja dari harga sekarang. Lumayan kan? Lebih lumayan lagi kalau kita
bernasib baik mendapatkan set top box
yang akan dibagikan pemerintah secara gratis untuk pemirsa televisi golongan
tertentu. *****
Catatan: seluruh tulisan di blog ini yang bertema televisi, telah saya bikinkan blog khusus bertema sama. Anda bisa berkunjung ke www.sisitelevisi.wordpress.com
Catatan: seluruh tulisan di blog ini yang bertema televisi, telah saya bikinkan blog khusus bertema sama. Anda bisa berkunjung ke www.sisitelevisi.wordpress.com
stb msh mahal,nunggu pembagian dari pemerintah aja.
BalasHapusYa, pendapat Mas Aris sungguh tidak keliru. Tetapi, masalahnya adalah, dengar-dengar Depkominfo 'hanya' mengajukan anggaran sebesar 300 miliar untuk pengadaan set top box DVB-T2 ini. Dengan dana sebesar itu, hanya akan tersedia perangkat STB sejumlah 1 juta unit. Nah, jumlah itu tentu hanya sedikit sekali dibanding total pemilik televisi di Indonesia. Jadi, pada akhirnya, mau tidak mau, sebagian besar pemilik telivisi yang tidak mendapatkan STB secara gratisan, harus membeli dengan dana sendiri.
Hapusharusnya stasiun televisi di indonesia sudah siaran dengan sinyal digital untuk menyambut pemilu 2014, agar para calon dan partai lebih bisa terlihat secara "3D atau lebih realistis", LoL..
BalasHapusBiar dapat DVBT2 gratis dari partai maksudnya
BalasHapusterima kasih infonya...bang, mohon izin share...
BalasHapusOke. Terima kasih juga Anda sudah berkenan mampir ke kedai saya ini. Salam dari Surabaya.
HapusDVB-T2 sudah ada di TV LED SHARP yang baru saja launching,.
BalasHapusTerima kasih infonya.
HapusLED SHARP type apa yang sudah DVB-T2
HapusOke, terima kasih informasinya. Ohya, dengan pesawat televisi itu, di daerah Anda sudah berapa stasiun TV yang mengudara di kanal digital terrestrial?
BalasHapusiya booss.mumpung musim pemilu..kita minta aja ma caleg..siapa tau dapet STB gratiss..hahahah
BalasHapusSilakan dicoba minta, Mas Ilham. Hehe... :) Tetapi dengan harga set top box DVB-T2 yang masih terbilang mahal, sepertinya para caleg masih lebih senang berbagi kaos sepertinya.
Hapusmemeng masih mahal broooow.........
BalasHapusIya, kalau dibanding-bandingkan masih murahan DVB-S yang di pasaran banyak yang harganya di bawah 300ribuan.
Hapus