Rabu, 17 April 2013

Kecebur Eyang Subur


BEGITU nyeruput kopi yang dihidangkan Kang Karib, Mas Bendo langsung nyengir, “Kok pahitnya nyelekit, Kang?” tanyanya sambil melet-melet.

Kang Karib hanya tersenyum ngembang tebu, nggleges.

Foto: Liputan6.com
“Curiga aku, Kang,” Mas Bendo berkata sambil mempermainkan jari telunjuknya, menunjuk-nunjuk Kang Karib.

“Curiga opo to, nDo?”

Setelah tolah-toleh ke kiri dan ke kanan memastikan tiada orang yang akan ikut mendengarkan, Mas Bendo berbisik, “Sampeyan apa tunggal guru dengan Eyang Subur?”

Mak jenggerat Kang Karib njingkat. “Eyang Subur? Eyang Subur siapa, nDo?!”

Hallah, jangan sok tidak tahu, Kang,” tukas Mas Bendo. “Kopi ini buktinya...”

Sik, sik, nDo,” Kang Karib ingin menetralisir keadaan. “Kopi kok ikut dibawa-bawa sebagai bukti itu piye to?”

Sungguh, tidak seperti Mas Bendo, Kang Karib ini memang tidak pernah babar-blas mengintip tayangan infotainment yang hari-hari belakangan ini tiada yang tidak memberitakan tentang perseteruan antara Adi Bing Slamet dan Eyang Subur. Ada yang mendukung Adi, namun tidak sedikit yang berdiri di belakang Eyang Subur. Pendek kata, para pihak yang berseberangan itu saling saur-manuk meyakini yang mereka anggap benar.

Adi menganggap Eyang Subur mempunyai ajaran dan perilaku menyimpang, sementara pihak yang membela Eyang Subur bilang Adi hanya mengumbar fitnah. Sebenarnya, hal itu sangat tidak bermutu untuk dijadikan topik yang ditonton orang banyak. Tetapi, sebagai wadah ghibah, ya memang begitu itu watak infotainment. Semakin meruncing konflik yang melibatkan selebritas, semakin senang pula infotainment memberitakannya. Hal itu diperparah oleh kesenangan penonton televisi menyaksikannya. Klop sudah. 

Lha tentang kopi pahit itu piye, Ndo?”

“Itu sebagai salah satu ritual yang harus dipatuhi setiap tamunya Eyang Subur, Kang.” Mas Bendo menjelaskan.

“Edan, kamu,” sembur Kang Karib. “Lha wong aku memang sedang tidak punya gula kok dibilang menganut ritualnya Eyang Subur.”

Mas Bendo nyengenges.

“Begitulah, nDo,” Kang Karib berkata. “Zaman memang telah canggih, tetapi perilaku macam itu masih saja ada. Lihatlah iklan-iklan di koran-koran kuning, yang orang bisa menyembuhkan segala penyakit tanpa operasilah, yang bisa memperbesar dan memperpanjang si anu-lah, yang bisa menambah aura kecantikanlah, yang bisa memperlancar rezekilah, yang bisa mempercepat kenaikan pangkatlah, yang segala macam pokoknya. Dan, itu semua dilakukan lewat jalan yang tidak biasa, yang supranatural.”

“Iya ya, Kang,” sahut Mas Bendo. “Malah para pasien mereka itu, bukan hanya dari kalangan rakyat biasa yang tingkat pendidikannya tidak seberapa. Ada pejabat, ada pengusaha, dan ada dari kalangan artis. Yang aku juga heran, kenapa para orang terpelajar itu malah percaya kepada hal-hal  klenik yang dipraktikkan oleh orang yang dengan terang-terangan mengaku sebagai Ki Bujang Stupid, misalnya. Sungguh gak habis pikir aku, Kang,” Mas Bendo geleng-geleng kepala.

“Makanya, nDo, kita ini jangan sampai kecebur kepada hal-hal yang menjurus kufur.” *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar