MEDIA suara-gambar (baca:televisi) sudah terbukti sedikit banyak menimbulkan dampak.Baik yang positif maupun yang sebaliknya.
Tentu masih melekat dalam ingatan kita,ketika banyak bocah yang cedera 'hanya' karena menirukan adegan Smack Down yang tayang di (alm) Lativi.Peniruan yang fatal.Karena banyak bocah mengira akan tidak apa-apa bila beradu banting dengan teman.Bisa di sekolah atau dirumah.Celaka.Karena yang mereka tiru dalam tayangan itu adalah sebuah 'tontonan'.Ya,sekadar tontonan. Yang sudah dibikin sedemikian rupa hampir mendekati nyata.
Sudahlah.Itu sudah masa lalu.Dan celakanya (lagi) peniruan-peniruan macam itu bukan tidak mungkin lagi terjadi saat Ini.tentu bukan menirukan adegan Smack Down yang memang sudah tidak tayang.Dan Lativi pun yang tinggal nama.
Dan,televisi –sebagai bidang yang menjual kreatifitas-- tak kan berhenti menjejali otak pemirsa dengan aneka kreasi.Perkara kreasi itu hanya sekadar menimbulkan haha-hihi,dan gagal menyemai nilai positif,itu soal lain.Itu soal belakangan.Atau jangan-jangan,memang tak terlalu perlu dipersoalkan.
Ambil contoh,tayangan Opera van Java yang mengudara via Trans7.Saban malam setia menemani yang rela terbahak dalam hidangan lawakan murahan!Yang hanyak berkutat pada olok-olok yang dianggap lucu.Olok-olok fisikal.Jelasnya;tentang hidung pesek dan sebangsanya.Atau adegan jatuh terjengkang oleh ulah jail lawan main yang mendorongnya duduk ke kursi 'palsu' stereofoam.
Lucu?Mungkin iya.Menghibur?Mungkin juga iya.Tetapi ketika kita mau berharap sedikit saja,misalnya harus mempunyai added value pasca memelototi sebuah tayangan,rasanya terlalu berharga waktu kita terbuang percuma selama sekian jam durasinya.
(Tulisan serupa juga bisa dibaca disini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar