BUNYI mesin printer tua Epson FX-2170 penghuni control room berderit-derit. Menjulurkan kertas Maintenance Service Request Report. Tertera disitu dari unit 1606. Frank Moniaga. Demi tenant, permintaan harus disegerakan. Tenant adalah raja. Terlebih bagi kami yang termasuk jualan service.
Penyegeraan itu, salah satunya,adalah karena nyonya Frank saya nilai sebagai tenant yang baik. Yang tidak cerewet. Mungkin penilaian ini subyektif semata. Tapi kalau saya bilang beliau adalah cantik, tentu ini sangat obyektif.
“Ya jelas cantik. Lhawong mantan pramugari,” kata mbak Yus si resepcionist suatu ketika.
Pada pertemuan pertama saya dengan beliau saat check in dulu, ”Mas, mau tanya channel radio El Shinta disini berapa ya?”
Sebuah pertanyaan yang gampang saja. Karena saya termasuk salah satu pendengar aktifnya. Yang juga sempat beberapa kali terlibat dalam live report untuk program 'info dari anda'.
“87,6,”jawab saya. ”Tapi kalau siaran lokal Surabaya News and Talk hanya sampai jam sembilan. Selebihnya relay langsung dari El Shinta pusat. Kalau ibu pingin seharian dengar info tentang Surabaya dan seputarnya, dengan format radio yang kurang lebih sama dengan El Shinta, ibu bisa tune in di FM 100.”
Waduh, kok saya jadi ngomong panjang begini.
Tapi si nyonya cantik itu ternyata nyambung juga. Jadilah kami, sambil saya bekerja menyelesaikan permintannya, bicara macam-macam tentang peradioan. Dunia yang sudah lama saya geluti (sebagai pendengar hehehe...).
Hari ini saya datang lagi ke unit beliau. Senyum maut menyambut.
“Ada yang bisa kami bantu,” tanya saya yang datang berdua dengan seorang teman.
“Iya, itu lho,mas. Top hunk di kamar master susah dibuka.” kata nyonya Frank yang cantik.
Segera kami ke master bed room menuju. Membuka tool box dan menyiapkan tangga.
“Maaf, mas suka makan gule?” tanya si nyonya saat saya sudah naik ke tangga mungil sambil membawa WD40.
Saya melirik teman saya. Sorot matanya segembira saya. Kalau sudah rejeki, pagi-pagi begini sudah ada yang nawari sarapan. Padahal ini baru jam sembilan. Padahal satu jam yang lalu saya baru sarapan. Yang barangkali, sebongkah nasi berkombinasi sayur eseng-eseng turi bikinan istri masih belum hancur-lebur sempurna di lambung saya.
Saya masih saja saling pandang dengan teman saya. Pada kedipannya ,saya mengira teman saya setuju menunjuk saya sebagai juru bicara. Tugasnya; menerima tawaran sarapan bermenu gule si nyonya selepas tugas selesai nanti. Tetapi,
“Saya cuma nanya aja. Karena saya cari-cari kemana-mana di Surabaya ini masih belum ada yang cocok dengan lidah saya. Soto pak Sadi juga, menurut saya, masih enakan yang di Jakarta,” kata beliau panjaaannnngggg sekali tentang kuliner.
Huft, padahal lidah kami tadi, begitu mendengar kata gule sudah langsung kemecer. Eh, ternyata kecele.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar