Kamis, 07 Februari 2019

Belajar Nge-vlog

BEBERAPA hobi saya bikinkan blog untuk menulisnya. Hobi bikin cerpen saya buatkan www.ediwinarno1.wordpress.com. Untuk hobi memperhatikan televisi tulisannya saya tampung di www.sisitelevisi.wordpress.com dan www.sisitelevisi.blogspot.com. Namun seperti isi dompet saya, ide nulis di blog-blog itu kadang ada, kadang blong tidak ada. Bolong gak nulis apa pun disitu. Perhatikan, lama sudah saya gak posting di wadah-wadah itu.

Tentang seneng mengamati televisi mungkin gara-gara dulu sering nebeng baca tabloid Monitor di rumah seorang kaya yang ke situ saban malam kami numpang nonton televisi. Nonton sambil baca ulasan pertelevisian ala tabloid Monitor dengan gaya bahasa yang Arswendo banget, mantaplah pokoknya.

Kini, saya makin jarang nonton televisi. Layar kaca lebih banyak dinikmati si kecil dengan Tayo, Ultraman, Upin-Ipin dan sejenisnya. Kenapa saya makin jarang nonton tivi, kalau mau, kapan-kapanlah saja itu saya jelaskan. Tapi begini, untuk hobi berburu siaran televisi, walau tak ekstra-ekstra banget, lumayanlah alat yang telah saya beli. Dari mulai DVB-T1 lanjut ke DVB-T2, lanjut lagi ke seperangkat antena parabola beserta uba-rampe-nya.

Mengejar siaran 'jalur langit' begitu alatnya lebih banyak, dibanding jalur terrestrial yang cukup pakai antena PF Goceng. Kalau mau nangkap yang digital terrestrial cuma cukup nambah 'set top box'. Kalau mengejar siaran tv satelit, lebih dari itu butuhnya. Dan seperti ponsel, saban waktu selalu ada type terbaru. Yang bisa buka acakan ini atau itu. Yang otomatis. Jangankan acakan biss key, powervu pun bisa dilihat. Receiver terbaru makin sakti. Rollingnya bisa berguling-guling sendiri, tak perlu tombal-tombol remote control memasukkan kode acakan yang sewaktu-waktu berganti. Namun saya hanya punya yang standard saja. Mulai satfinder analog, digital sampai yang bergambar. Untuk selalu membeli model terbaru, enggaklah. Stabilitas dompet saya rawan terganggu. Namun memang begitulah risiko punya hobi. Apapun jenis hobinya.


Berhenti sudah saya kini belanja keperluan berburu siaran tivi. Namun hobi baru mulai 'muntup-muntup' muncul; nge-vlog. Semacam memindah konten blog tulis menjadi dalam bentuk audio-visual. Beberapa kali sudah saya iseng bikin. Sebisanya. Dengan lokasi dekat-dekat sini saja. Di Surabaya ini. Pertama di Taman Hutan Bambu, Keputih. Lalu di Taman Hutan Mangrove Wonorejo. Terakhir di area kompleks Tugu Pahlawan. Kapan-kapan paling ke Bonbin. Pokoknya yang murah-murah saja biayanya.


Perangkat yang saya pakai pun seadanya. Ponsel murahan. Untuk bantu syuting, saya kadang minta tolong si kecil sebagai juru kamera. Si Sulung lebih bisa sebenarnya. Ia sudah beberapa kali bikin film pendek bersama teman-temannya. Ia bagian art director, juga kadang merangkap editor. Tapi kini ia lebih sibuk. Walau kuliahnya lagi libur. Saban hari ia ke Graha Pena. Sebagai reporter. Untuk halaman khusus anak muda, 'generasi Z' sebutannya. Zetizen nama halamannya, di Jawa Pos.

Saya dulu pernah bercita-cita menjadi wartawan koran. Saat industri koran begitu hebatnya, paling tidak kala itu, paling tidak menurut saya. Kini jaman berubah. Oplah alias tiras koran, dan media cetak pada umumnya, tak semoncer dulu. Beberapa media cetak (yang di era digital sekarang ini, media yang tercetak pada kertas begitu itu ada yang menganggap sebagai media tradisional dan tak lama lagi berpeluang dibilang 'kuno') malah telah menjadi mendiang. Orang memang masih doyan membaca. Tapi lewat ponsel, bukan lagi membaca tulisan pada lembaran kertas (koran). Yang terasa mahal. Bandingkan dengan harga paket data internet. Dengan 2 giga, saya sudah bisa membaca apa saja dalam sebulan. Dengan rupiah yang tak sampai lima puluh ribu. Jujur, karena kenyataan itu, saya termasuk orang yang kurang percaya media cetak macam koran akan kembali berjaya seperti dulu. Kini, mampu bertahan untuk tidak tumbang saja sudah sangatlah bagus.

Si Sulung sekarang ada di koran cetak, saya anggap sebagai tahap belajar saja. Entah nanti ia kerja dimana. Itu soal nanti. Paling tidak, dengan tuntutan kerja yang ada deadline begitu, ia bisa belajar menghargai waktu. Yang ada tenggatnya. Graha Pena biarkan menjadi semacam kawah candradinuka bagi dia. Untuk belajar. Untuk menempa diri. Untuk bergaul dengan orang-orang dengan passion jurnalistik. Dunia yang disenanginya.

Sekarang saya syuting vlog bareng adiknya saja. Yang baru kelas dua SD. Yang hasil syutingnya saya edit sendiri. Sebisanya. Memakai aplikasi gratisan di ponsel android. Hasilnya? Ya, begitu deh. Namanya juga baru belajar. Tapi dengan 'selow' saya posting juga itu di sosmed. Di Instagram, di status WA, juga di Facebook, juga di Youtube. Yang subscriber saya di Youtube dari dulu masih juga di angka segitu. Tetap. Sejak sekian tahun yang lalu. Angka keramat; 45! Iya, saya bukan BTP, yang walau channelnya masih baru, sudah ditonton jutaan orang, dengan jumlah subscribernya yang juga langsung bejibun. Sedangkan saya ini apa. Saya ini siapa.

Begitulah. Sepertinya saya masih akan terus bikin vlog. Untuk belajar. Tentang hasilnya, biar saja mau dibilang apa. Terserah. Hehe...****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar