Minggu, 06 Oktober 2013
Mengendus Modus
SUATU hari, seorang laki-laki yang mengaku sebagai petugas PLN bertamu ke rumah mertua saya dalam rangka membawa kabar gembira. Bahwa, “Selamat, rumah Ibu terpilih menjadi salah satu yang mendapat fasilitas perangkat penghemat daya,” kata petugas itu.
“Kalau boleh tahu, apa kriterianya sehingga kami mendapat alat ini?” saya bertanya.
Dengan kalimat yang sepertinya sudah dipersiapkan sedari awal, meluncurlah penjelasan yang makin memperjelas bahwa lelaki itu hanyalah petugas PLN gadungan. Kalaulah salah satu kriteria yang disebutkannya adalah karena penggunaan listrik di rumah mertua terbilang hemat dan tidak pernah telat bayar, bagi saya itu sungguh menggelikan. Dengan daya terpasang hanya 2 amphere (450W), apalagi yang perlu dihemat. Kalau memang alat itu bisa menghemat, tentu sasaran tembak yang lebih tepat adalah pelanggan yang dalam pemaikaian listriknya lumayan besar.
Dengan harga yang mesti dibayar hampir seratus ribu plus anjuran penempatan alat itu yang tersembunyi dan tidak boleh bilang siapa-siapa, makin terang benderanglah kedoknya. Maka, dalam hal ini, saya memutuskan tak membelinya.
Begitulah, di daerah-daerah, memang sering kita dapati para sales yang demikian itu. Menjajakan aneka alat atau barang dengan kalimat awal yang menipu. Ketika pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan konversi minyak tanah ke LPG 3 kilogram, tidak lama setelah itu berkeliaranlah para sales penjaja selang dan regulator gas LPG yang konon kuat dan tahan lama. Dan mereka ini mengaku sebagai petugas Pertamina.
Di sebuah SPBU di kawasan Gresik, suatau sore ketika saya antre hendak mengisi bensin, sebagaimana para pengantre yang sebelumnya, saya ditanya seorang lelaki yang dari seragamnya saya tahu kalau dia bukan pegawai SPBU. “Maaf, bapak memakai oli apa?”
“Enduro,” jawab saya.
“Selamat, Pak,” lelaki berkemeja putih lengan panjang itu menyalami saya, “karena Bapak memakai oli Enduro, Bapak berhak mendapatkan hadiah di sana,” ia menunjuk ke seorang yang berdiri di pintu keluar SPBU.
Ketika petugas SPBU mengisi tanki motor saya, saya dengar seorang pengantre lain yang di belakang saya disuguhi pula pertanyaan serupa oleh lelaki tadi. Dan, ketika ia menjawab memakai oli Repsol, ia mendapat pula ucapan selamat dan berhak pula mendapat hadiah. Aneh kan, promisi oli kok aneka merek semua dapat hadiah?
Akal-akalan itu benar terbongkar manakala saat saya menghampiri petugas lain yang ditunjuk lelaki yang tadi, mengaharuskan para penerima ucapan selamat yang berminat mengambil hadiah harus membayar sekian puluh ribu rupiah.
Praktik sales di SPBU ini pernah pula saya dapati di sebuah pompa bensin di kota Surabaya. Bagaimana bisa pihak SPBU melakukan pembiaran terhadap para sales itu untuk menggelar 'sandiwara' di areanya, tentu menimbulkan tanda tanya.
KEMARIN di siang bolong, sekira jam 12.30 WIB, saat saya istirahat dan sedang tak ingin terganggu (untuk itu saya menutup pintu depan), belum lama terlelap ada suara orang mengetuk pintu diiringi ucapan salam bertubi-tubi. Karena tamu harus dihormati, tentu saya harus menyambutnya walau kepala menjadi berdenyut-denyut karena ritual tidur yang gagal.
“Maaf, Pak, saya dari Dinkes sedang melaksanakan Sensus Kesehatan,” seorang lelaki menggendong tas ransel lumayan besar , dengan map warna hijau di tangan mengenalkan diri sesaat setelah saya membuka pintu.
Sensus Kesehatan? Belum yakin akan sensus itu, ia mengeluarkan kertas dari map-nya dan memberondong saya dengan pertanyaan-pertanyaan lain berikutnya. Karena fokus pertanyaan lebih kepada mata dan kacamata, tentu saya berpikiran akan lebih tepat saat mengenalkan diri tadi ia bilang sebagai petugas sensus kesehatan mata.
Modusnya mudah diendus; ujung-ujungnya ia jualan kacamata.*****
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar