Senin, 06 Februari 2012

Menanam Rumput


KALAU saya hitung-hitung, hari ini saya sudah lebih limabelas tahun tinggal di Surabaya. Waktu selama itu, terus terang saya belum tertarik untuk menjadi Bonek, suporter kesebelasan kota ini yang punya nama ‘hebat’ itu. Walau begitu, bukan berarti saya tidak pernah mBonek. Tigabelas tahun yang lalu, ketika menikah saya pun telah berlaku mBonek. Nekat saja. Tentu saya tak hendak mengajak sampeyan  untuk ikut nekat, kawin lagi, misalnya. Tidak. Tetapi lihatlah, ketika sebuah kehendak yang hanya berhenti sampai kepada keinginan tanpa disertai upaya (yang kadang butuh sentuhan kenekatan), ia hanyalah bukan apa-apa.  Urusan menikah pun, kalau terlalu banyak perhitungan, niscaya hanya akan mengakibatkan 'telaten'; telat jadi manten.

Ketika 10 Nopember kemarin saya merenovasi rumah pun tetap dalam rangka nekat juga. Dengan dana sekitar seharga kursi ruang Banggar DPR yang setelah ribut-ribut lalu dikembalikan itu, saya nawaitu  memoles rumah; nambah satu kamar untuk Edwin, plus membentuk wajah. Karena, lebih dari tiga tahun, rumah saya hanyalah berbentuk setengah badan. Belum nampak wajahnya. Tetapi dengan dana segitu, bagaimana saya mengolahnya?

Saya tentu realistis. Modal minimalis , saya pikir, tentu cocok untuk model yang juga minimalis. Dan, betul kecurigaan saya; saya betul-betul keliru! Rumah minimalis ternyata butuh modal maksimalis. Bukti konkret dari kenyataan itu adalah, sekali lagi, renovasi rumah saya berhenti ditengah jalan. Tak apalah. Karena dengan keadaan itu pun, saya syukuri dengan tiada henti. Tentu saya tahu, ada orang kaya yang mempunyai banyak rumah tetapi malah tidak sempat meninggalinya. Sebaliknya, juga tidak sedikit orang yang bertahun-tahun meninggali sebuah rumah, tetapi belum sempat memilikinya. Saya, dalam hal ini, tentu sudah sangat beruntung.

Rumah minimalis yang saya bangun dengan modal minimalis berdiri sudah. Belum dicat, atau belum diberi finishing touch lainnya, tak apalah. Tetapi saya ingin mengindahkannya. Sebentuk taman kecil didepan teras hendak saya tanami rumput. Untuk keperluan itu, saya bertanya kepada seorang teman yang ekspert dibidang pertamanan. Dan dia malah menertawai saya. Begini katanya, “Sampeyan sudah berlogika orang kaya rupanya. Kalau orang belum kaya, sedikit taman didepan rumah, selalu ditanami aneka pohon yang menghasilkan; rambutan, jambu, mangga atau ditanami aneka sayuran. Lha ini sampeyan malah akan menanami rumput. Salut, salut. Berarti sampeyan sudah one step a head’...”

Bukannya memberi saya opsi rumput apa yang cocok untuk maksud saya. Teman saya itu malah mengkhotbahi saya tentang antara kaya dan belum kaya. Pada akhir pembicaraan, saya jadi ingat, saya pernah memasangkan lukisan milik orang kaya. Yang harganya,  35 juta! Oho, uang segitu untuk selembar lukisan yang menurut saya hanyalah sekadar corat-coret aneka warna yang bagi saya memumetkan. Tetapi sebuah keindahan, suatu pemuas batin, tentu harganya lebih tak ternominalkan.

Sudahlah, saya tak ingin bertambah mumet memikir kebiasaan orang-arang kaya itu. Menanam rumput pun saya maknai sederhana saja. Walau kalau dipikir-pikir, benar juga kata sahabat saya tadi. Tetapi sudahlah. Sesuatu kalau diterawang lebih dalam, bagi saya, adalah sama saja. Indah dan bagus itu semata perkara kulit, hanya casing. Yang penting dalamnya; intinya.

Meskipun rumah saya ini kalau dilihat masih nampak belum rampung, bila disangkut-pautkan (secara paksa) dalam istilah baiti jannati, paling tidak saya telah punya sebuah sorga. Walau bentuknya masih setengah jadi.*****

2 komentar:

  1. Rumput gajah mini sekarang yang lagi banyak ditanam ketika rumput-rumput yang lain banyak dipangkas. Gajah tapi mini. Lucu kedengarannya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, Ra. Akhirnya, si teman saya itu memberi saya benih rumput gajah mini. Karena ukuran taman saya hanya minimalis saja (2x2 mtr), satu tas kresek sudah cukup. Surabaya yang saban hari hujan, membuat saya tak perlu repot menyiraminya. Dan seminggu berselang, saya lihat sepertinya benih-benih itu akarnya sudah begitu akurnya dengan tanah didepan teras rumah saya.

      Hapus