Kamis, 09 Februari 2012

Biasa Menjadi Orang Biasa


KALAU saja ukuran kuno tidaknya seseorang dinilai dari pernah-tidaknya ia merayakan ulang tahun, saya termasuk yang kuno, tentu saja. Lebih-lebih, ketika saya tahu semua data yang menyangkut tanggal lahir saya itu palsu dan hasil rekayasa, makin tak pedulilah saya akan ulang tahun diri sendiri.

Tetapi ketika tempo hari saya mengurus surat mutasi penduduk dari desa ke Surabaya ini harus menyertakan foto kopi surat nikah yang dilegalisir KUA, mau tak mau saya sedikit membaca isinya. Disitu tertera; saya menikah tanggal 9 Pebruari 1999. Dan, hari ini tanggal 9 Pebruari 2012. Artinya, hari ini ulang tahun pernikahan saya yang ke 13!

Tentu saya bersyukur. Ternyata sudah segitu lama saya berumah tangga. Lebih bersyukur lagi, itu saya jalani sebagai orang biasa. Maksudnya, kalau saja saya seorang selebritas, tentulah saya akan repot sekali menerima pertanyaan kerumunan wartawan infotainment yang ingin tahu resep menjaga rumah tangga utuh sampai belasan tahun begini. Sekali lagi, saya bersyukur menjadi orang biasa.

Tentang apakah istri saya ingat hari ini ulang tahun pernikahan kami yang ke 13, saya yakin ia juga tak mengingatnya. Buktinya, tadi pagi ia malah lebih ingat kebutuhan sehari-hari; persediaan beras di dapur yang tinggal tiga kilogram, kompor gas pemberian pemerintah yang sudah keropos-karatan dan waktunya minta ganti, tagihan rekening air yang sudah waktunya dibayar, token (pulsa) listrik prabayar yang tinggal beberapa kWh, susu si kecil, uang saku si sulung  dan sebagainya, dan sebagainya.

Sebagai orang biasa, hal-hal biasa macam itu biasanya bisa kami atasi dengan biasa-biasa saja. Menjalani hidup dengan biasa begitu, ternyata sudah kami lakukan sekian lama; 13 tahun! Sekali lagi saya bersyukur dengan cara biasa. Tanpa pesta, tanpa meniup lilin, sekaligus tanpa nelangsa.

Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar